Chapter XIV. Linger

978 163 34
                                    

Aku menarik napas dalam-dalam dan terpaksa tersenyum mendapati Trian berjalan ke arahku. Setahuku acara belum selesai, kenapa juga dia ada di sini?


"Ngga ikut ke after party?" lanjutnya tersenyum. Tubuhnya yang jauh lebih tinggi dariku mendekat ke hadapanku membuatku harus sedikit mendongak.


"Ngga deh, gue lagi ngga enak badan," ucapku seraya menekan tombol lift.


Ia terdiam dan meraih telapak tanganku. "Iya, tangan lo dingin banget, Ir,"


Perlahan aku menarik tanganku dari genggamannya dan memandang lurus ke arah pintu lift, berharap pintu lift segera terbuka. Sialnya, Trian semakin merapatkan tubuhnya ke sampingku dan dalam sekejap wangi parfumnya mendominasi hidungku. Wangi yang playful dan flirty. Sangat Trian.


"Too bad. Padahal gue nunggu-nunggu after party bareng lo." Trian menatapku masih dengan senyum di wajahnya.


"Lo ngga masuk ke ballroom lagi?"


"Nantilah, gampang." Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Anyway, you were marvellous on that stage. I enjoy your performance. A lot! It's a pity lo ngga lanjut di CLAUDIE ya."


Aku ingin tertawa mencibir mendengar basa-basinya namun daripada dicap tidak sopan aku memilih untuk memasang wajah datar. "Yah begitulah, namanya juga hidup harus memilih."


Trian mengangguk mendengar jawabanku. Kami terdiam menatap pintu lift yang tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Aku menarik napas pelan berusaha menahan udara dingin AC sentral yang menusuk kulitku.


"You sure you okay?" Ia menoleh ke arahku dengan mata penuh kekhawatiran. "Gue anterin ke kamar lo ya? Lo sendiri kan di kamar?"


Aku mengernyitkan kedua alisku. Dari mana dia tahu aku tidak berbagi kamar dengan siapapun?


"Gue denger-denger aja tadi," jelasnya seperti bisa membaca tatapan tajamku. "Temen sekamar lo ngga jadi dateng karena anaknya sakit, tapi kamar lo udah keburu di-booking buat dua orang."


"Lo pasti kesusahan, Ir, lagi sakit sendirian. Badan lo panas gini." Trian menaruh punggung tanganya di leherku membuatku tersentak dan melangkah mundur.


"Hei, what's wrong? You seem avoiding me, Ir, you liked me back then. Ayolah, let me help you."


"Gue ngga pernah naksir lo, Ian." Aku menyahut dengan nada dingin.


"Really?" Trian tertawa sementara kedua mata cokelatnya mengamati mataku. "Too bad, media keburu ngebongkar hubungan gue sama Ai, jadi lo harus mundur."


Aku mendengus pelan mendengar perkataannya. Baiklah, aku pernah menyukai Trian. Tapi itu dulu. Dulu saat aku masih naif dan belum tahu belangnya Trian.


"Here's a thing you need to know, Ir. Ai and I, our relationship is on the edge. Dia terlalu sibuk dengan film-filmnya –"

Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang