Chapter VIII. Queen of Disaster

1.5K 200 27
                                    

Aku menatap buku menu Benedict di hadapanku dengan bingung. Berulang kali aku membolak-balik setiap halaman bukunya namun tidak satupun nama menu makanan yang terlontar dari mulutku untuk dipesan. Aku menengadahkan wajahku ke arah waitress yang telah berdiri di sebelahku selama lebih dari lima menit dan melempar senyum, berharap ia memaklumi kebimbanganku dalam memilih menu makan siang kali ini. Untunglah sang waitress tersenyum kembali dengan ramah dan bukannya menatapku dengan tatapan tajam.


Haruskah aku memesan Chicken Pesto Spaghetti atau Nasi Goreng? Aku tidak sempat sarapan tadi pagi tapi rasanya Nasi Goreng saat ini tidak menggugah seleraku. Suara di dalam kepalaku masih memperdebatkan antara Pasta atau Nasi saat suara kaki kursi yang berdecit pelan memaksaku untuk mengalihkan perhatian dari buku menu.


"Makan apa, Na?" Sakti yang baru saja duduk di hadapanku bertanya singkat.


"Belom tau, Sak, bingung antara ini atau ini," jawabku menunjuk gambar Chicken Pesto Spaghetti dan Nasi Goreng.


"Mau Spaghetti aja? Ini enak."


"Hmmm.. oke deh, boleh."


Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk Sakti membuatku memutuskan apa yang akan aku makan siang ini. Ia segera memesankan pesananku ke waitress yang sepertinya sudah mengalami kram kaki karena terlalu lama berdiri.


"Hai Kak, rapih bgt lo, abis darimana sih?"


Suara riang seorang wanita terdengar menyapa, cukup keras untuk memecahkan keheningan restoran ini di siang hari dan membuat tidak hanya aku yang menolehkan kepala ke arahnya namun juga beberapa pengunjung Benedict lainnya. Aku segera memindahkan tasku yang tergeletak di samping dan mempersilahkan Sara duduk di sebelahku.


"Abis meeting." Aku menyahut singkat dan tersenyum menyapa Maxi yang berjalan di belakangnya dan menduduki kursi di sebelah Sakti.


"Masa? Lo biasanya meeting ngga serapih ini deh."


Aku tertawa kecil melihat mata sipit Sara yang spontan membulat. "Lo ngga perhatian sama gue sih."


Sara hanya mendengus pelan menyangsikan ucapanku. Ia menggelung asal rambut sebahunya yang dicat pirang, menyisakan beberapa helaian poni yang menutupi dahi dan membingkai manis wajah bulatnya. Ia terlihat menawan tanpa harus berusaha lebih untuk membuat dirinya terlihat menarik. Gerak-gerik dan ekspresi wajahnya terkadang membuatnya terlihat galak dan mengintimidasi, sangat berlawanan dengan sifat aslinya saat sedang berada di antara orang-orang yang mengenalnya dengan dekat. Ia selalu dianggap seperti adik perempuan olehku ataupun Sakti dan Jivan. Terlebih saat Ia tertawa yang hanya menyisakan matanya yang segaris. Ia terlalu menawan untuk siapapun. Mungkin itu yang membuat Bara terlalu protektif pada adik satu-satunya ini.


"Abis ini kalian mau kemana?" Tanya Maxi. Kedua tangannya sibuk memotong Beef Steak menjadi potongan kecil.


"Yang ngga ada kaliannya lah pokoknya," jawab Sakti ringan.


Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang