Chapter XVIII. Square

1K 148 32
                                    

Eunoia Sakti

<Sak, aku boleh ngajak Jivan nginep di rumah selama liburan?>

<Kasian aku ngga tega, tadi dia ngeliatin aku mukanya melas>

< TT_TT >

[Hahahahaha]

[Boleh dong]

[Aku baru aja mau bilang kamu buat ajak dia ke Bandung]

<Oke deeh>

<Makasiiii, Saktiii>

[Sama sama sayaang]


Aku senyum-senyum sendiri saat membaca ulang pesan-pesan aku dan Sakti sebulan terakhir. Luar biasa memang ya, jatuh cinta itu tidak kenal umur. Bahkan kami yang usianya sudah melewati pertengahan dua puluh saja di umur hubungan yang baru satu bulan, kelakuannya masih seperti anak SMA yang baru pacaran.


Walaupun sebetulnya hatiku masih berbunga-bunga, namun aku mencoba untuk tidak terlalu menunjukkannya sehari-hari meskipun Dipta beberapa kali mengomentari aku yang mulai jarang mengomel ditambah sejauh ini Bara bisa diajak kerjasama untuk menyimpan rahasia kami. Entah apa yang Sakti bicarakan dengannya sampai ia tidak berulah atau mungkin juga karena traktiranku khusus untuknya di beberapa restoran mahal yang selain sukses mengunci mulutnya juga membuat dompetku menjerit.


Sebetulnya tidak hanya menyembunyikan hubunganku dan Sakti yang membuatku seperti jelmaan ninja akhir-akhir ini, proses rekrutmen dengan W Entertainment pun mengharuskanku untuk memutar otak memberi alasan apa ke Jivan, Bara, Wama dan Dipta setiap kali aku harus menghilang untuk interview di tengah-tengah jadwal Eunoia. Minggu lalu aku baru saja melewati tahap medical check-up dan tes psikologi, tinggal menunggu hasil tes tersebut lalu interview dengan salah satu direktur kantor pusat dan kalau berhasil maka aku akan menerima offering letter.


Ah, membayangkannya saja aku sudah tidak sabar. Aku akan menjadi karyawan kantoran seperti yang selalu aku impikan, tidak tanggung-tanggung, kantorku di Seoul pula! Walaupun itu berarti aku harus menjalankan LDR dengan Sakti dan meninggalkan Eunoia. Ya sudahlah, menjadi dewasa itu tidak mudah tentunya, semuanya penuh pilihan.


"Kita udah sampe mana? Masih lama?" ujar Jivan dari sebelahku. Ia meregangkan kedua tangannya ke depan.


"Masih, Van. Ini baru sampe Cikampek." Aku menjawab tanpa mengalihkan pandanganku dari layar telepon genggam.


Ia menengok ke arahku, dahinya berkerut. Seketika aku sadar, ia pasti tidak mengerti apa dan di mana itu Cikampek


"Yah, pokoknya masih satu setengah jam lagi deh."


"Gue kira gue udah kelamaan tidur," ucapnya sebelum kembali melanjutkanya tidurnya.


Setelah merampungkan promosi untuk lagu terbaru, Eunoia – dan tentu saja aku – mendapatkan hari libur seminggu penuh dari manajemen. Sebagai manusia yang merindukan hari libur setelah beberapa bulan menjalani jadwal yang sangat padat, tentu saja tidak ada di antara kami yang menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk istirahat sejenak. Dalam hitungan menit, Bara mendapatkan tiket pulang pergi Jakarta – Toronto, Sakti dengan tiket Jakarta – Yogyakarta, Dipta yang langsung mengiakan ajakan teman-temannya pergi ke Sumba, Wama yang berwisata lima hari di Sydney dengan keluarganya dan aku yang pastinya sudah merencanakan untuk tidur selama seminggu di Bandung. Sementara Jivan memilih untuk tetap di Jakarta tanpa rencana apapun.

Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang