Ada saatnya yang kau katakan itu salah. Kau hanya harus menerima saat keadaan berjalan di luar kuasamu.
***
"Selamat pagi semuanya!!!"
Seruan Naura yang ceria itu mengundang Dipta dan Naufal menoleh ke arah kursi meja makan paling ujung.
"Pagi, Sayang," jawab Naufal.
"Pagi, Naura." Ini Dipta.
Naura sedang membenahkan dasi biru tuanya itu dibantu oleh Bi Inem. Gadis itu juga masih sempat-sempatnya memungut roti di tengah meja. Membuat Naufal memanggil namanya memperingatkan untuk diam dulu agar Bi Inem tidak sulit menyusun dasinya. Naura tersenyum meminta maaf.
"Bagaimana, Dipta? Sudah kamu baca surat dari Felly?" tanya Naufal.
Dipta mengangkat tatapannya dari sepiring nasi goreng yang diletakkan Bi Inem. Ia menatap datar Naufal. Enggan untuk menjawab.
"Bi," panggil Dipta pada wanita tua yang berdiri di samping Naura. "Mama udah makan?" Naufal menghela napas.
"Sudah, Den," jawab Bi Inem.
"Obatnya udah?"
"Sudah."
Dipta sudah memakan habis nasi gorengnya. Tangannya terulur mengambil tas hitam di bawah kursi. "Naura berangkat sama Papa 'kan?"
Naura mengangguk. "Iya."
"Ya, udah. Kak Dipta berangkat dulu." Dipta mengulurkan tangan yang dibalas Naura mencium punggung tangannya. Ia kemudian berjalan memutari meja makan menghampiri Naufal. "Pa, Dipta berangkat dulu."
Selesai salam, Dipta hendak ingin berbalik, tapi Naufal menahan lengannya. "Ta, Papa tadi nanya. Udah kamu baca surat dari Felly?"
Cowok itu menghela napas kasar. "Pa, ini masih pagi. Dipta nggak mau bahas dia. Kalo pun Dipta baca, Dipta juga nggak mau lagi ketemu dia."
"Tapi udah kamu baca 'kan?"
"Belum. Suratnya Dipta buang ke tempat sampah. Mungkin sekarang udah dibuang sama Bi Inem tadi pagi ke luar." Naufal tergelak. "Udah, ya, Pa. Dipta nggak mau bahas dia lagi. Dipta mau berangkat. Assalamualaikum."
Naufal masih terdiam di kala Dipta sudah melangkah keluar rumah. Bahkan salam dari anaknya hanya dibalas oleh mulut terbuka tanpa suara.
"Pa!" seru Naura membuatnya tersentak. "Ayo berangkat. Naura hari ini ada ulangan Matematika di jam pertama."
Naufal mengerjap. Ia tersenyum. "Iya, Sayang." Lalu menoleh ke arah Mbok Inem yang masih membersihkan piring milik Dipta. "Bibi," panggilnya.
"Iya, Pak?"
"Tempat sampah di dapur udah Bibi buang tadi pagi?"
Bi Inem nampak sedang berpikir. "Belum, deh, kayaknya, Pak. Tadi mau Bibi buang, tapi tempat sampah di depan sudah penuh. Nanti pasti saya buang, Pak."
Naufal bernapas lega. "Jangan dulu, Bi. Biarin di situ, besok baru Bibi buang."
Bi Inem mengangguk patuh. "Baik, Pak."
Naufal terdiam. Harusnya, Naufal tidak menyuruh Dipta membaca surat itu, tapi Naufal-lah yang harus membacanya sendiri di depan putranya yang sampai sekarang masih saja keras kepala.
***
Beruntung pada pelajaran pertama hingga kedua, kelas 11 A1 tidak ada kegiatan belajar mengajar. Guru yang mengampu pelajaran Bahasa Indonesia sedang izin untuk keperluan acara sekolah di luar kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Mission (Completed)
Teen FictionMisi rahasia yang harus Kayla, Dipta, dan Farrel pecahkan di SMA Pradana ternyata tak semudah yang mereka pikirkan. Ada saatnya mereka harus berhenti mencari, karena nyatanya akar dari masalah itu bukan dari musuh yang seringkali mereka mata-matai...