◀MISSION 8▶

279 23 0
                                    

Lelaki yang tidak memiliki prinsip dalam hidupnya adalah seorang pecundang, bukan?

***

Pintu berwarna cokelat itu terbuka dengan sekali dorongan tangan Pak Birin. Memperlihatkan seorang pria paruh baya duduk di sofa putih di ujung ruangan.

"Silakan, Farrel. Kamu bisa duduk di sebelah ayah kamu," suruh Pak Birin.

Farrel mungkin terlalu senang untuk ini karena bisa melihat papanya duduk di sana dengan gagah. Sungguh, baru kali ini Farrel merasa bangga melakukan pelanggaran yang mengakibatkan papanya bisa berada di sini.

Farrel menghela napas panjang. Menahan senyum di ujung bibirnya. Ia kemudian duduk di sebelah sisi kanan Arya.

"Maaf, Pak," ujar Arya untuk pertama kalinya bertemu dengan Pak Birin, "ada masalah apa dengan Farrel sampai-sampai saya harus datang ke sekolah?"

Pak Birin duduk di sofa terpisah tepat di seberang Arya yang dibatasi oleh meja kaca. "Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah Farrel memiliki kakak atau adik?"

"Tidak. Farrel anak tunggal saya."

"Istri Bapak?"

"Istri saya sering ada kegiatan bersama teman-temannya, sedangkan saya harus bekerja mengurus perusahaan milik ayah saya, kakeknya Farrel, yang sudah meninggal satu tahun lalu."

"Berarti Farrel di rumah sendirian?"

Arya mengangguk samar. Meski jauh di dalam hatinya, ia tidak tahu arah mana pembicaraan ini ditujukan.

"Begini, Pak." Pak Birin sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dengan dua tangan saling bertaut. "Apa Bapak tau jika Farrel sering melakukan pelanggaran di sekolah ini?"

Arya tergelak. "Pelanggaran?"

"Iya. Bahkan tidak hanya sekali dua kali Farrel melakukannya. Hampir setiap hari dengan masalah yang berbeda, Farrel selalu berbuat ulah. Terakhir kali ia bertengkar dengan murid kelas sebelah karena perempuan."

Farrel mungkin sudah terbiasa dengan hal itu. Cowok itu hanya menghela napas panjang di kala Arya sedang menatapnya.

"Tadinya saya pikir, hal ini dilakukan Farrel semata-mata untuk membuat onar di sekolah karena setiap kali saya tegur, ia tidak merasa bersalah sedikit pun. Tapi sekarang," jeda Pak Birin. Beliau menatap Farrel dengan sedikit senyuman. Prihatin. "Saya tau alasan mengapa anak Bapak ini susah untuk diatur. Sebab, perhatian yang seharusnya Farrel dapatkan terbuang karena  orang tuanya yang terlalu sibuk."

Mendengar itu membuat Arya langsung menoleh ke sisi kanannya. Farrel menunduk menatap sepasang sepatu hitam yang ia kenakan. Menghindari tatapan papanya.

"Saya pikir saya harus memberi beberapa penyuluhan untuk Farrel agar ia bisa lebih menaati peraturan di sekolah ini, tapi setelah saya tau penyebabnya, saya tidak berpikir lagi untuk melakukannya." Pak Birin tersenyum. "Farrel lebih membutuhkan orang tuanya. Farrel membutuhkan Bapak dan istri Bapak."

Mungkin karena terganggu, Arya menegapkan tubuhnya dengan kedua tangan terangkat di atas paha. "Sebaiknya langsung saja, apa yang ingin Bapak bicarakan?"

Mencoba mengalihkan karena Arya merasa hal ini tidak perlu untuk dibahas. Mana mungkin?

"Sudah. Sudah saya bicarakan, sekarang giliran Bapak yang bicara dengan menjawab pertanyaan saya," ucap Pak Birin, "Bapak sayang bukan dengan Farrel?"

Arya mengernyit. "Bapak ini bagaimana? Farrel ini anak saya, saya sudah pasti sayang dengannya."

Jawaban itu mengundang sudut dari bibir Farrel terangkat. Lama sekali kalimat itu tidak terdengar.

Triangle Mission (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang