Melalui kamu, aku mengerti bahwa cinta saja bukan satu-satunya hal yang harus aku miliki. Tapi juga berani, yang membuat perasaan seaneh ini mampu memiliki arti.
***
Cewek itu membuang napas kasar. Kemudian duduk di ujung kasur ketika temannya justru terus menatap foto masa kecil bersama dua sahabatnya sejak sepuluh menit yang lalu.
"Lama-lama gemes sendiri gue liat lo," ucap Linda. Tangannya terulur mengambil remote untuk mengganti channel.
Kayla sedikit tersentak. Ia pun meletakkan foto itu ke dalam laci meja belajar. "Kenapa?"
Linda menoleh. Ia tahu, Kayla sebenarnya sudah paham apa yang ia maksud. Hanya saja sepertinya cewek itu terlalu malu mengatakan secara terang-terangan.
"La ... lo nggak capek apa?"
"Gue nggak lagi lari, Lin."
"Bukan itu maksud gue!"
Kayla tertawa kecil. "Apaan?"
"Gue yang liat aja udah nggak tahan. Apalagi lo. Tiap hari ketemu, bercanda bareng, deket banget lagi. Tapi lo masih bisa tahan?"
Kalimat seperti ini sudah lama tidak didengar oleh Kayla. Ia hampir saja tidak bisa membedakan antara perasaan dengan sahabat atau lawan jenis setiap kali bersama.
Kayla tetap Kayla. Sesulit apa pun itu, rasanya tak pantas jika diucapkan hanya dengan sepihak. Apalagi ikatan sahabat di antara mereka juga terlihat baik-baik saja. "Gue kira lo udah ngerti."
"Gue bukannya nggak ngerti perasaan lo, La. Gue cuma nggak tega aja liat lo kayak gini terus. Nggak capek apa diem mulu? Giliran nanti diambil orang lain aja nyesek lo entar."
Kayla menahan tawa. "Lo kira barang."
"La, serius." Jelas sekali Linda dengan raut wajahnya yang dipandang Kayla datar.
Kayla berdiri. Ia berjalan menuju jendela kamar untuk menutup gorden. "Kalo lo tanya capek atau enggak, gue jawab iya, gue capek." Selesai menutup gorden, Kayla berjalan menaiki kasur dan duduk di sebelah Linda. "Tapi mau gimana lagi? Ini cuma soal waktu. Lagi pula kalo emang gue ditakdirkan sama dia, sekeras apa pun gue buat diem pada akhirnya Tuhan juga bakal satuin kita. Kalo emang enggak jodoh, mungkin kita emang cocoknya jadi sahabat aja."
"Lo nggak ada rencana mau ngomong sama dia suatu saat nanti?"
Kayla memalingkan pandangannya ke depan. "Gue belum berani, Lin," lirihnya pelan. Terdengar menyakitkan.
Uluran tangan Linda menggenggam tangannya. Kayla membalasnya dengan cara yang sama.
"Gue bilang apa, ini semua emang soal waktu. Tapi keberanian juga punya bagian dalam hal ini. Kalo udah tiba waktunya, tapi lo belum berani ngomong, gimana coba? Nggak mungkin juga dong lo bakal pendem perasaan lo terus-terusan," ucap Linda.
Nyatanya, itu mampu membuat Kayla terdiam bungkam. Belum menemukan jawaban yang pasti untuk membalas perkataan Linda. Karena secara tidak langsung, sebagian dari diri Kayla membenarkan.
Linda tahu ini sulit untuk temannya, tapi Linda juga tidak mau Kayla terus-terusan berada di dalam ruangan yang terasa panas. Mungkin memang sifat keras kepala Kayla untuk tetap bertahanlah yang menjadikannya terlihat hangat sampai sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Mission (Completed)
Ficção AdolescenteMisi rahasia yang harus Kayla, Dipta, dan Farrel pecahkan di SMA Pradana ternyata tak semudah yang mereka pikirkan. Ada saatnya mereka harus berhenti mencari, karena nyatanya akar dari masalah itu bukan dari musuh yang seringkali mereka mata-matai...