Ada kalanya kita harus berhenti sejenak dari rumitnya masalah hati. Entah itu untuk pergi, atau mencari lagi tempat mana yang pantas untuk disinggahi.
***
"Dipta."
"Iya?"
Cewek itu tersenyum, sedikit. Sedang memaksakan sesuatu yang harus ia perlihatkan agar tidak menghancurkan hati milik siapa pun.
Air matanya tiba-tiba keluar dari pelipis. Membuat Dipta terkejut. "Hei, kok nangis?" Tangan Dipta terulur mengusap pipinya lembut.
Kayla menahan tangan tegas itu. Ia tersenyum. "Makasih banget, Ta, buat perasaan lo ke gue. Gue hargai semuanya."
"Iya, tapi lo jangan nangis, La. Gue nggak suka liat lo nangis."
Kayla menggeleng, ia menghela napas berat. "Tapi, maaf. Bukan lo yang selama ini gue minta."
Bersama tangis milik Kayla yang terus mengalir tanpa isak, detak jantung Dipta dipaksa berhenti. Bukan karena tangisan cewek itu, tapi karena satu kalimat yang membuat Dipta tidak butuh apa itu penjelasan lagi.
"Maaf, Ta. Bukan lo yang gue cinta. Lo cuma sahabat buat gue, nggak lebih. Bukan lo yang selama ini ada di pikiran gue," Kayla mengalihkan pandangannya ke arah gerbang. Melihat seorang cowok yang berdiri di sana menatapnya. "Tapi Farrel."
Sudah. Dunianya hancur lebur. Harapannya luruh. Kedua kakinya lumpuh.
Cewek itu masih bisa menatapnya seolah di tempat ini tidak ada yang sedang patah hatinya. "Maaf."
Kata terakhir itu sudah sekian-kian kalinya Dipta dengar untuk sekian-kian kalinya pula hatinya berantakan. Sampai ketika malam Farrel dinyatakan koma, atau mungkin sampai saat tadi Kayla berjalan ke luar ruangan. Semua tatapan matanya seolah mengisyaratkan bahwa cewek itu benar-benar merasa bersalah atas perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Mission (Completed)
Ficção AdolescenteMisi rahasia yang harus Kayla, Dipta, dan Farrel pecahkan di SMA Pradana ternyata tak semudah yang mereka pikirkan. Ada saatnya mereka harus berhenti mencari, karena nyatanya akar dari masalah itu bukan dari musuh yang seringkali mereka mata-matai...