◀MISSION 28▶

189 10 1
                                    

Ada sebuah cerita yang kerapkali terpaksa harus disembunyikan. Dirahasiakan begitu rapat dan dilupakan untuk tidak dijadikan kenangan.

***

Berita mengenai Angga yang terlibat kasus penyelundupan narkoba di SMA Pradana menjadi perbincangan hangat hari ini. Kemarin setelah melampiaskan semua amarahnya, Dipta langsung melaporkan ini kepada Pak Surya dan Pak Birin. Pagi yang seharusnya disibukkan menyiapkan kegiatan upacara harus diganti dengan perbincangan para murid di setiap koridor.

Pun perihal Kayla, hanya beberapa orang yang tahu. Kayla memutuskan untuk berangkat sekolah setelah melalui perdebatan panjang dengan Dipta. Cewek itu menolak untuk tetap di rumah karena ia harus mengetahui apa yang terjadi pada Angga setelah kemarin secara terang-terangan mengaku di depan dirinya.

Di ruang kepala sekolah, Pak Surya dan Pak Birin sedang menginterogasi Angga yang kini duduk terdiam di kursi. Tanpa seragam sekolah.

"Angga, kamu ... " Ucapan Pak Surya menggantung. Lebih karena ia juga tidak habis pikir. Murid yang selama ini dikenal sebagai sosok yang pendiam dan tak banyak bicara melakukan hal di luar dugaan.

Beliau menghela napas panjang. "Sejak kapan kamu sudah mengonsumsi ini?" Sambil menunjuk beberapa barang yang terbungkus plastik hitam di atas meja. Semua itu ditemukan ketika Pak Surya dan Pak Birin menemuinya kemarin di rumah.

Angga sepertinya tidak merasa bersalah. Cowok itu hanya menatap depan dengan sorot mata tenang seperti biasanya. "Kelas sepuluh."

Pak Surya terkejut. "Sudah setahun ini kamu mengonsumsi, tapi kenapa baru sekarang saya bisa tau kelakukan kamu?!" tegasnya.

Angga menatapnya sebentar dengan sudut bibir yang sedikit terangkat. "Mungkin sekarang ini saya tidak akan pernah berada di depan Bapak jika dia tidak membuat masalah dengan saya." Kata 'dia' Angga ucapkan tepat saat kepalanya menoleh ke arah pintu. Tempat di mana Kayla dan Dipta berdiri.

Kayla mengerjap. Ia ingin membalas tatapan Angga, menyembunyikan rasa takut untuk mengingat kejadian memalukan itu, tapi ternyata kali ini ia sedang mengizinkan dirinya untuk menjadi lemah. Kayla menunduk ketika Dipta beralih berdiri di depannya sambil membalas tatapan Angga.

Pak Birin yang duduk di sebelahnya menggeleng kecil. "Angga, tentu kamu sudah tau apa yang terjadi dengan sekolah sebelah. Dan kami tidak ingin murid SMA Pradana ikut-ikutan—"

"Tapi kenyataannya saya memang bergabung dengan mereka sudah sejak lama, Pak," potong Angga.

"Kenapa kamu melakukannya?"

"Saya rasa Bapak tidak punya hak untuk mengetahui alasan saya memakai narkoba. Kalau Bapak memang mau bawa saya ke kantor polisi, saya siap."

"Tidak mudah untuk kami memutuskan hal itu, Angga," ujar Pak Surya.

"Kenapa, Pak? Apa karena bapak takut nama SMA Pradana tercemar hanya karena satu anak pemakai narkoba seperti saya?" Cowok itu tersenyum kecil. "Lalu, sekarang keputusan Bapak apa? Saya sudah ada di depan Bapak, Bapak juga sudah tau siapa pemakai narkoba di sekolah ini."

Angga menyenderkan punggungnya ke kursi. Bersikap tenang seolah di sini bukanlah dirinya yang sedang dihakimi. "Biarkan pemakai narkoba ini bersekolah di sini sampai lulus, atau keluarkan dia dengan alasan telah memakai narkoba? Ya, pasti Bapak tau akibatnya kalau bapak memilih opsi ke dua." Sudut bibirnya terangkat. "Nama sekolah ini akan tercemar."

Triangle Mission (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang