Setelah pertemuan kala itu, disaat mereka masih kelas delapan. Nabila dan Kayra melanjutkan aktivitasnya di pondok seperti biasanya. Bahkan untuk waktu-waktu itu, keduanya disibukkan dengan menghafal Al-Qur’an lebih giat lagi, sebab mereka berfikir bahwa disaat mereka kelas sembilan nanti, mereka akan kekurangan waktu untuk menghafal dikarenakan waktu mereka akan banyak tersita oleh jam belajar yang lebih banyak serta les-les tambahan.
Mau bagaimanapun, tiga tahun di pondok ini hafalan harus memenuhi target. Sehingga harus pandai-pandai dalam mengatur waktu belajar, bermain, dan menghafal.
Selain itu, hubungan Aksa dan Kayra sejauh ini semakin dekat, Kayra mulai terbiasa dan mulai menerima Aksa sebagai sahabatnya, begitupun Nabila. Kini, antara Aksa, Kayra dan Nabila menjadi teman yang solid. Meskipun tidak jarang Nabila dan Aksa beradu mulut, tetapi itulah yang menjadi bumbu persahabatan antara mereka, dan disaat itu juga, Kayra yang menjadi penengah diantara mereka.
Mereka bertiga seperti simbiosis mutualisme, saling menguntungkan dalam hal apapun, bahkan tak jarang mereka belajar bersama untuk persiapan ujian yang mereka hadapi.
Hari sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu anak pondok. Karena di hari tersebut anak-anak diperbolehkan untuk pulang atau orangtua mereka boleh mengunjungi ke pondok. Namun Kayra tetap tidak bisa pulang, mengingat membutuhkan beberapa waktu untuk pulang, dan Kayra fikir pasti lelah di perjalanan, jadi ia memutuskan untuk melakukan panggilan video saja.
Seperti sore ini, Kayra hendak melakukan panggilan video kepada ayahnya. Entah karena apa, Kayra rindu sekali dengan ayahnya, rindu suaranya, dan rindu pelukannya. Mengingat pekerjaan ayahnya yang merupakan abdi negara, membuat kayra susah untuk sering bertegur sapa dengan ayahnya. Apalagi, beberapa bulan yang lalu ayahnya sempat ditugaskan di Timika.
“Assalamu’alaikum papa.” sapa Kayra dengan raut wajah bahagia, ia sengaja menghubungi langsung ponsel ayahnya karena kata ibunya, ayahnya mendapatkan cuti setelah tugasnya tempo lalu itu.
“Wa’alaikumussalam putri papa yang manis, bagaimana kabarnya disana sayang?,” tanya ayah Kayra dari seberang. Kayra mengamati wajah berseri-seri ayahnya, ia tersenyum lagi.
"Alhamdulilah Kayra sehat pa, papa dan mama bagaimana? Kayra rindu sekali pengin dipeluk papa sama mama, kapan kalian mengunjungi Kayra disini?,” ucap Kayra dengan merengek seperti anak kecil.
“Alhamdulillah papa sehat, mama juga sehat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, nduk. Ketika Kayra libur semester besok, kalau tidak ada halangan ya nduk, papa mama pasti berkunjung. Bagaimana ujian kenaikan kelas kemarin? papa belum sempet tanya, gimana prestasinya?.” ucapan teduh ayahnya selalu membuat Kayra tenang, apalagi ketika Kayra mendengar ayahnya melantunkan ayat suci Al-Qu’an.
“Yes, sebentar lagi dong, Kayra dua minggu lagi ujian semester pa, habis itu libur, terus papa kesini yes. Alhamdulillah dong anak papa ini berhasil, semuanya lancar. Buktinya sekarang Kayra masuknya sembilan A pa, kelas favorit,” jawab Kayra antusias sambil tersenyum ke arah kamera ponselnya.
“Iya sebentar lagi papa bisa peluk putri kecil papa yang sudah tumbuh menjadi remaja ini, pertahankan prestasinya nduk, bahkan lebih baik lagi dan lagi,” ucap ayahnya sambil tersenyum bahagia. “Siap papa.” balas Kayra. “Ah papa hampir lupa, bagaimana lingkungannya disana?.”
Kayra berfikir sejenak sebelum menjawab, “Lingkungan disini menyenangkan pa. Kayra ngga nyesel disini pa, malah Kayra betah disini. Disini juga Kayra punya sahabat pa, Nabila sama Aksa. Papa inget Nabila kan? Yang pernah main dulu itu.” Tantra sempat terdiam dan kembali mengingat-ingat, “Oh iya papa inget, yang asal Bandung itu kan?.” Kayra menganggukan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is My Soldier [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[ PART TIDAK LENGKAP, VERSI LENGKAP DAN SUDAH DI REVISI HANYA ADA DI VERSI CETAK ] Mari saya ajak berkelana dengan kisah cinta seorang abdi negara versi saya:) .. ƥƥƥƥ .. Kisah cinta yang dimulai dari sebuah pengkhiana...