Bab 4 Menggenggam Tangan

7.5K 351 2
                                    

Semua yang ada didalam ruangan menoleh saat sosok paruh baya yang sedang duduk dikursi roda memasuki ruang rawat Naya.
Arya, Heni, Adnan dan juga Andi seketika berdiri dari posisi duduk mereka.

Nilam segera menghampiri brankar putrinya Naya tanpa menoleh kearah mereka yang juga berada diruangan. Tangan nya dengan gemetar mengusap kepala dan wajah yang merupakan luka fisik yang terlihat oleh kedua matanya. Hanya menangis yang bisa Nilam lakukan. Mengapa putrinya harus ikut merasakan sakit yang pernah dirinya rasakan?. Bahkan Nilam tidak sanggup membayangkan jika harus kehilangan putrinya satu - satunya.

Heni segera mendekat dan berlutut di kaki Nilam. Dengan penuh penyesalan Heni memohon maaf atas kelalaian mereka.

"Tante.. maaf.. maaf.. karena kami anak tante…"

Nilam segera memundurkan kursi rodanya.

"Jangan berlutut dan memohon maaf padaku. Meminta maaf lah kepada putriku karena kalian bersalah pada nya bukan padaku."

Nilam kembali membelai rambut Naya. Rambut yang sekarang tidak beraturan potongannya tanpa memperdulikan tangisan Heni yang memenuhi ruangan tsb. Betapa kesalnya Naya nantinya karena rambutnya telah terlihat oleh  seseorang yang bukan mahram nya.

Arya yang tak tega segera membantu Heni untuk berdiri. Arya memeluk pundak istrinya dan segera melangkah mendekati ranjang tersebut.

"Putri ibu sudah menjalani operasi pada bagian kepala dan rusuk nya. Maaf kan kami yang menyetujui tanpa meminta saran ibu. Kami tahu bahwa yang kami lakukan tidak lah termaafkan. Sebagai bentuk pertanggung jawaban kami. Kami akan membayar semua biaya pengobatan Naya dan kami juga akan segera membiyai biaya operasi pada wajah Naya…"

Perkataan Arya terhenti saat Nilam menatap nya dengan luapan emosi yang terlihat jelas.

"Kejadian ini terulang kembali. Dulu saya pernah berada diposisi Naya. Mereka juga menjadikan uang sebagai bentuk pertanggung jawaban. Tanpa mereka memikirkan masa depan sih korban."

"Baiklah saya .. saya rela kalau ibu ingin membawa hal ini ke jalur hukum." Pegangan Heni di lengan Arya menguat saat mendengar perkataan suaminya.

Nilam pun kembali menggeleng dan menatap remeh kearah Arya.

"Apa kalian pikir dengan merasakan hukum didunia maka kalian tidak akan merasakan hukum diakhirat nantinya?"

Arya dan Heni hanya mampu terdiam.

"Kamu ingin dipenjara. Lalu calon bayi kalian harus ikut merasakan akibatnya?. Tidak bukan itu yang saya maksud. Segera bertaubat kepadaNya dan jadikan semua ini pelajaran agar tidak terulang."

Melihat pasangan suami istri dihadapannya yang masih terdiam dengan air mata yang mengalir disudut mata mereka membuat Nilam menghela nafas.

"Pulanglah. Keadaan kalian sendiri terlihat begitu kacau."

Heni dan Arya mengangguk. "Baiklah bu. Kami akan pulang sebentar nanti kami akan kesini lagi"

" Tidak perlu. Saya bisa menjaga putri saya sendiri. Kasian istrimu dia perlu beristirahat"

Meskipun perkataan Nilam terdengar ketus ditelinga mereka namun Heni dan Arya  merasakan ketulusan tersebut.

"Kami akan kembali besok bu. Kami juga meninggalkan salah satu assisten kami yang akan berjaga diluar jika ibu memerlukan bantuannya nanti."

Nilam tak menjawab apapun.

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsallam.." Dan untuk yang satu ini Nilam wajib menjawab.

Mengikat Dengan AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang