5 : Habis sudah

171 23 5
                                    

Di dalam ruangan Pak Adi, Nancy bagai pencuri yang tertangkap basah dan sedang di strap tidak boleh bergerak. Memandangi ekspresi Bosnya itu, hati Nancy tak keruan. Ia hampir saja menangis karena kakinya sudah sakit menahan beban badannya sendiri.

"Ini masalah pribadi kamu sama dia. Tolong profesional. Kalau mereka batalkan penawarannya, bagaimana?" suara berat Pak Adi mengguyur ubun-ubun Nancy seperti air dingin. Itu adalah pertanyaan yang tidak pernah bisa ia jawab. Bagaimana? Mau pecat? Ya sudah pecat saja. Setidaknya ada beberapa hal yang ia pelajari dari orang-orang kaya sombong seperti Justin itu. Orang kaya yang paling senang melihat orang lain menderita karena segala tahta yang menempel di dagunya membuatnya sampai susah menunduk hingga seenak jidat mencela seseorang.

Pak Adi terlihat kecewa. Kupingnya sudah berubah merah, tanda kalau ia menahan kesal, tapi tidak tega untuk marah kepadanya. Nancy menyembunyikan wajahnya dari rambut pendek yang mengguntai bebas. Ia malu, sangat malu. Semua kekacauan ini datang dari anak baru yang gayanya belum diterima oleh siapa pun di sini. Bagaimana bisa ia bertahan di lingkungan seperti ini?

"Tenang, saya nggak akan pecat kamu. Tapi tolong, selesaikan masalah kalian. Jangan dibawa ke pekerjaan. Kamu tahu, betapa susahnya saya dapat proyek ini? Keringat, darah sampai harga diri saya pun saya terima diinjak-injak dulu. Tapi sakit itu kan yang membuat kita tidak mau merasakannya lagi dan mencoba bangkit?"

Nancy tertegun. Ia memandang bayang-bayang perkataan bosnya tadi dan tatapan Justin yang menjijikkan. Kurang bersyukur apalagi Pak Adi masih memaafkannya?

"Nancy, saya beri kamu kesempatan di sini itu karena saya percaya kamu bisa melakukan hal seperti ini dengan baik. Sama halnya dengan membuat perjuangan orang menjadi lebih berguna. Kamu nggak mungkin membiarkan mereka melepas proyek ini. Iya, kan?"

Membiarkan mereka melepas proyek ini? Apa maksudnya? Jadi aku harus bersujud dan mencium kaki si Justin tengik itu? Keringat, darah dan harga diri? Apa pula itu? Kalau harga dirinya hanya sebatas uang, lebih baik ia mati saja. Di dunia ini, apalagi yang ia punya selain harga dirinya? Tidak ada sesuatu yang bisa dinominalkan di tubuhnya. Harga dirinya lebih tinggi dari harga bumi sekalipun.

Tapi sekali lagi, Nancy tidak pernah bisa mengucapkan penolakkan itu lewat mulutnya. Ia memang bodoh, semua ini gara-gara dia. Kalau ia bisa memulainya, ia pun harus mengakhirinya. Semua ini hanya kesalahan waktu. Nancy akan meminta maaf, dengan syarat, Justin juga meminta maaf. Mudah, bukan? Lalu proyek ini akan berjalan semestinya dengan baik dan ia berhasil menyelamatkan diri. Tapi untuk melakukan itu...

"Baik pak, saya akan menyelesaikan masalah ini tanpa menganggu urusan kantor. Sekali lagi, saya minta maaf."

Pak Adi terlihat putus asa, tapi masih berusaha tegar. Ia mengibaskan tangannya untuk menyuruh Nancy keluar. Dan ketika ia bergerak keluar hendak menduduki kursinya sendiri, seketika ia merasa semua sudut mengamatinya dengan pandangan benci.

----

Snow ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang