Manteman, diharapkan bangett bagi kalian yang punya kuota lebih buat baca part ini sambil dengerin lagu di atas yaa✨
Dengan pundak menahan getar, ia berjalan keluar dari jalan besar menuju perumahan di tengah kota. Malam itu, Nancy menggunakan MRT dan jalan sedikit ke rumah Justin.
Ia setengah menyeret langkahnya, dalam pikiran yang kosong, bayangan yang hampir hilang itu meledak dalam batinnya. Kenapa bisa ia tidak menduganya sejak awal? Seharusnya Nancy tahu sejak lama, seharusnya ia lebih peka terhadap puzzle-puzzle samar yang membentuk Justin selama ini. Kenapa bisa Justin menyimpan ini semua sendirian? Jawaban yang tak pernah ada itu menohok sebagian kenyataan. Inilah alasan kenapa Nancy sebenarnya takut. Dari awal, ia tidak pernah begitu mengenal Justin, bahkan ia tidak pernah tahu apa isi pikiran cowok itu sebenarnya hingga hari ini....
Kenapa meskipun tidak terlalu saling mengenal, Nancy tidak rela?
Tidak ada penolakkan yang bisa ia dapatkan. Semua sudah terlambat, waktu berputar cepat, meninggalkannya terlalu jauh. Ketika ia sadar Justin sudah pergi dan menghilang dari pandangannya, tanpa meninggalkan jejak, ia menjadi sendiri dan tidak tahu arah. Apa ini? Ke mana dirinya yang dulu sangat percaya kalau ia baik-baik saja tanpa siapa pun? Kenapa setelah mendengar ini semua rasanya Nancy jadi semakin takut melangkah? Ia takut mendekati kebenaran, tapi hanya itulah satu-satunya jalan yang harus ia lewati. Ia tidak bisa kembali mundur memutar waktu, karena Justin sudah menariknya terlalu dalam. Dan ini adalah konsekuensinya.
Ia harus berjalan dalam pilihan. Justin mengindap kanker, dan ia tidak bisa menyembuhkannya. Justin akan pergi, dan ia tidak bisa menemukannya. Sekarang, pada langit yang mengamatinya, kemana ia harus berlari?
Nancy tersungkur, lututnya sakit. Hatinya remuk redam. Tanpa sadar, air matanya tumpah. Apakah ia melewati sesuatu yang penting? Kenapa ia bisa sebodoh itu melewatkan itu setiap kali? Kenapa ia tidak bisa lebih bertanya dan peduli? Kenapa ia terlalu egois untuk memikirkan kalau Justin sebenarnya hanya pura-pura berubah? Jadi ini sebabnya? Jadi ini sebab kenapa Justin berubah dan benar-benar meminta maaf?
Udara malam itu dingin. Nancy tidak tahu kenapa Jakarta jadi dingin dan menyedihkan. Ia sesenggukkan di tanah, tersungkur dan memikirkan orang yang tidak ada di depannya. Malam itu, di rumah kaca, ketika Justin tidak ada dan hanya ada ia dan ibu cowok itu, semuanya, Nancy masih ingat dengan jelas.
"Kita nggak begitu dekat, kok tan," ujar Nancy seraya terkekeh malu.
"Masa sih? Tapi hari ini adalah pertama kalinya aku melihat anakku sendiri tertawa bahagia kayak gitu."
"Ah?"
Tatapan hangat wanita yang pelan-pelan memudar itu tersenyum di kepalanya.
"Aku tahu anakku sendiri, kamu nggak mungkin meremehkan tante, kan?"
Hati Nancy menjerit, parau. Ia memeluk kakinya menahan sesengguk tenggorokannya yang kian terasa pahit. Menatap langit hitam, berharap masa-masa itu kembali terulang. Obat, perubahannya, ucapan maaf dan tatapan tajam yang berubah lunak. Di atas bianglala, dongeng tentang kupu-kupu dan salju, semuanya, Nancy ingin semuanya terulang kembali dan menyatakan kalau sebenarnya ia tidak pernah bisa membenci seseorang seperti apa yang Justin katakan sore itu.
Ia tidak membenci Justin, tidak pernah. Ia hanya menyangkal kalau sebenarnya, Justin yang lebih dulu menemukan dirinya yang sebenarnya. Dirinya yang lemah, dan dirinya yang butuh petunjuk.
Malam itu, Jakarta menatapnya. Memberinya pundak dan waktu untuk berputar dalam kesedihan di kesendirian. Ditemani kenyataan pahit, Nancy harus bertahan sekali lagi. Pada batu-batu yang pernah Justin lemparkan, Nancy melewati itu. Kakinya sakit, tapi ia harus bertahan demi menggapai bagai kabut di tengah hutan. Menghalau semua penglihatannya, menyesatkannya. Ia kedinginan, tanpa seseorang memberitahunya yang sebenarnya.
Kenapa Justin yang kena kanker? Apakah kesedihan dan luka harus disembunyikan sendirian seperti itu? Apakah ia harus berkorban dengan memastikan kalau itu adalah cara yang benar? Kalau iya, apa gunanya keberadaan orang yang pernah melihatnya untuk berjuang melawan itu semua?
Nancy terguyur kemarahannya. Ia ingin berhenti menangis, menyesal, ia ingin berhenti bernapas. Seluruh tubuhnya sakit dan gemetar. Hanya bisa merasakan lukanya semakin menganga. Kalau dunia bisa lebih kejam lagi, cabut saja nyawanya. Setelah ibunya, apakah ada orang lain yang mampu membuatnya menangis keras karena marah pada dunia yang tidak pernah adil padanya? Apakah dunia selalu ingin menjauhkannya dari orang-orang yang bermakna dalam hidupnya?
Di trotoar yang sepi itu, di bawah sorot lampu jalan yang mengguyur pundak Nancy gemetar, tiba-tiba suara langkah seseorang yang terseret-seret terdengar mendekat.
"Nancy?"
Kepala Nancy terangkat pelan, ia melihat bayangan gelap dari sinar lampu yang menjatuhi pundak pria yang berdiri di depannya itu.
"Kamu kenapa di sini?" Pak Leo membungkuk, wajahnya yang terkena lampu terlihat. Pria tua itu menatapnya khawatir. Ia mengulurkan tangan, berusaha menarik Nancy berdiri. Ia menurut dan menghapus air matanya sekali.
"Pak Leo?"
"Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Pak Leo lagi. Kerut-kerut cemas tertampik di kulit wajah yang tak kencang lagi. Pancaran matanya campur aduk, dalam sekilas, Nancy mungkin salah lihat, tapi ia seperti bisa melihat ratapan kesedihan tertampik di sana. Hanya Pak Leo, dan seharusnya, beliaulah yang tahu jawabannya.
"Pak, di mana Justin? Aku harus ketemu sama dia. Dia harus jelasin semuanya ke aku."
Mata pria itu bergetar, kesedihan luruh menjadi satu. Di malam itu Jakarta seperti ikut menangis, Nancy mendengar sepatah demi patah kata yang keluar dari mulut Pak Leo. Pundaknya semakin bergetar, musim dingin seperti merasuki jiwanya. Sayap ringkih yang ia miliki berjuang menahan badai. Ia tidak bisa lagi menahan itu. Tapi ia harus bertahan sampai pagi.
"Bandung, di padang yang penuh kupu-kupu, kamu bisa lihat dia."
---
GAIISS ini udah mau end :( kalian siap siap yaaa huhuhu kok aku jadi sendu sendiri sih heu.
Sebelumnya makasih ya sudah menyempatkan waktu untuk membaca. Cerita ini akan ku update setiap hari, jadi jgn lupa masukkan ke library kalau tertarik☺️
Aku sangat mengharapkan ada feedback dari pembaca. Baik kritik ataupun saran aku sangat terbuka. Jangan sungkan untuk berkomentar ya hehe💜 apapun itu aku hargai karena untuk perkembanganku dalam menulis setelah sekian lama akhirnya haha.
Ditunggu part selanjutnya ya. Terima kasih✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Butterfly
RomanceCompleted. (Judul sebelumnya When the Snow Fall in Love with a Butterfly) --- "Gue mau tanya sama lo." Gadis itu diam. "Lo suka kupu-kupu?" "Hah? Bi-biasa aja. Gue lebih suka ulatnya." Justin tertawa. "Kenapa?" "Pernah denger ceri...