25. Nano Nani 🤔

32 4 1
                                    


Pusing. Perlu waktu beberapa saat untuk Maryam menetralkan pusingnya. Perlahan namun pasti ia membuka matanya. Buram. Tak lama kemudian matanya sudah dapat memfokuskan cahaya. Yang pertama kali ia lihat yaitu langit kamar yang putih. Yah, ia ingat. Tadi malam ada pria yang menguntitnya. Dan pria itu pula yang menjadi alasannya ada di rumah sakit ini.

Maryam menoleh kesamping, hal yang pertama ia lihat yaitu seorang cowok dengan seragam putih abu yang melekat ditubuhnya. Ia tidak melihat wajah cowok itu karena kepalanya yang ditelungkupkan dengan tangan kanannya sedangkan tangan yang satunya menggenggam erat. Tanpa melihat wajah pun Maryam tahu siapa cowok ini. Dan lagi, Maryam ingin tertawa keras namun kondisi yang tak memungkinkan. Jadi ia tersenyum menahan tawa. Tangan kiri Farizh memegang lengannya. Tapi bukan tersentuh kulit. Melainkan Farizh mengenakan sarung tangan. Ntah apa yang dipikirkan cowok satu ini. Maybe, agar ngga bersentuhan secara kulit. Ntar Maryam ngamuk. Maryam perlahan bangkit untuk duduk. Perutnya masih terasa sakit.

Merasa ada pergerakan dari Maryam, Farizh terbangun dari tidurnya. Maklum sejak malam ia tak tidur menjaga Maryam dan subuh tadi saat shalat subuh Sinta-bundanya Maryam menyuruh Farizh untuk pulang. Tapi cowok itu tetap kekeuh untuk menjaga Maryam. Lalu Sinta mengatakan agar Farizh pulang dulu lalu shalat dan mengganti pakaiannya debgan seragam sekolah. Agar nanti ia langsung berangkat kesekolah.

"Jangan bolos, kamu udah kelas duabelas dan udah mau tamat." Itu nasihat  Sinta tadi.

Farizh menatap Maryam, pemandangan pertama saat ia bangun yaitu senyum Maryam dan lesung dipipinya. Ohhh, nikmat dunia. Mimpi apa dia tadi.

Maryam masih menahan tawanya, ia mengarahkan matanya ke tangan kirinya. Farizh dapat melihat kode itu, sontak ia langsung menarik tangannya.

"I...itu...a...anu... gua ngga sengaja," gugup Farizh dibuatnya.

"Aduh, bodohnyaa. Pake gagu segala ni mulut." Omelnya dalam hati.

Maryam mengangguk pelan. Kemudian ia menatap ke arah sarung tangan yang dikenakan Farizh tadi. Dan Farizh mengerti akan kode itu. Maklum mungkin Farizh memiliki kadar kepekaan pas KKM.

"Oh ini... kan katanya cewek ama cowok ngga boleh bersentuhan langsung. Maksudnya kontak fisik. Bolehnya kalo ada perantara. Jadi..." Farizh menggantung ucapannya.

Merasa bingung, Maryam menaikkan alisnya sebagai tanda meminta penjelasan. Kali ini ia hanya bisa memberi kode, karena untuk bersuara ia masih perlu banyak energi.

"Jadi ya gua pake sarung tangan buat perantaranya..." lanjut Farizh.

Maryam mengangguk paham.

"Tapi gua ngga maksud apa-apa kok. Itu cuma... cuma takut aja ntar penjahatnya dateng pas gua ketiduran. Jadi kalau lo gua pegang kan gua jadi tau lu masih ada disamping gua atau udah dibawa sama penjahatnya," jelasnya.

Maryam mengangguk.  Suasana kembali hening. Tak lama kemudian suara pintu terbuka membuyarkan keheningan tadi.

"Ehm, bunda ganggu?" Tanya Sinta yang saat ini hanya kepalanya saja yang terlihat didepan pintu.

Maryam menggelengkan kepalanya, "Ngga bund. Ayo masuk, jangan nongol di depan pintu gitu deh kek mau ngapain aja." Sip hebat bener Maryam. Buset dah, tadi ngga sanggup ngomong tapi ada emaknya nyerocos panjang. Maybe biar diperhatiin Farizh.

Sinta berjalan ke arah Maryam. "Kamu ngga berangkat, Rizh?"

"Bunda ngusir kak Farizh??" Maryam menepuk keningnya pelan. Bodohh!!! mulut kok ngga bisa dikontrol sihh.

Sinta terkejut, begitu juga Farizh. "Biasa aja dong dek. Ngga usah ngegas. Inget tu perut."

"Hhe bunda." Farizh yang ada disebelahnya sedang menahan tawa.

Dikala Hujan RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang