18. I have a idea!

48 11 0
                                    

Karena sejatinya rasa tumbuh karena terbiasa.

-Dikala Hujan Reda-


Mereka bertiga berlari menuju dapur. Yah, suara itu berasal dari dapur. Saat mereka sampai didapur mereka melihat seorang wanita tengah terbaring dilantai.
Sontak Zahra langsung duduk memanggil-manggil ibunya. Putri dan Maryam pun melakukan hal yang sama. Namun hasilnya nihil. Ibunya Zahra tidak bangun. Mereka mengecek nadinya, nadinya masih berdenyut. Berarti ibunya pingsan. Suhu tubuh ibunya tinggi.

Sontak Putri meraih ponselnya dikantong lalu menelpon sopirnya untuk menghampirinya.

"Pak... cepet kerumah Zahra. Tolong bantu kami bawa ibunya ke rumah sakit." Ucapnya dengan nafas memburu, ia sangat panik begitupula yang lainnya. Sopirnya memutuskan telponnya. Mereka mencoba menggotong ibunya Zahra.

Selang beberapa menit kemudian Sopir Putri sampai. Terlihat sang sopir juga panik. Dengan napas yang memburu, ia langsung mengangguk pada Putri lalu menggendong Ibunya Zahra.

Mereka bertiga berlari menuju mobil -- tergesa-gesa. Mereka tak peduli tatapan tetangga. Yang mereka pikirkan saat ini adalah keselamatan ibunya Zahra.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di mobil. Zahra dan Maryam langsung masuk di kursi belakang dan Putri di kursi depan. Pak Donok meletakkan Ibu Zahra dengan kepala dipangkuan Zahra dan kakinya di pangkuan Maryam.

Zahra sangat khawatir, sepanjang perjalanan ia selalu menepuk pipi ibunya dan menyebut namanya. Maryam di belakang selalu menenangkan Zahra.

Putri sibuk menyuruh sopirnya untuk menyupir dengan cepat. Untung saja sore ini jalanan tidak macet. Jadi mereka hanya butuh beberapa menit untuk sampai di rumah sakit terdekat.

Zahra masih setia memanggil ibunya untuk sadar. Dengan air mata yang berderai, ia tetap berusaha membuat ibunya sadar. Namun masih nihil, mata sang ibu masih terpejam.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di rumah sakit yang untung saja dekat dengan kontrakan Zahra. Mereka segera mungkin turun dari mobil lalu memboyong tubuh Ibu Zahra masuk ke rumah sakit.

Para perawat datang dengan, mereka mengambil alih tubuh ibunya Zahra. Lalu meletakkannya didalam bad tidur, dan mendorongnya keruang pemeriksaan.

Maryam dan Putri masih setia menemani Zahra. Sekarang ibunya telah dibawa masuk kesebuah ruangan, dan tak ada satupun yang boleh masuk. Karena Ibunya sedang dalam pemeriksaan.

Awalnya Zahra memberontak, tapi dengan secepat mungkin Maryam dan Putri menenangkannya. Tak butuh waktu lama, emosinya reda terganti dengan isakan.

"Ibu masih diperiksa Zar, lo harus kuat. Ngga boleh nangis, ntar kalo ibu tau. Ibu pasti juga sedih." Putri mengusap bahu Zahra, berharap beban sahabatnya itu segera berkurang bahkan lenyap.

"Mending kita shalat dulu, udah maghrib. Kita doain ibu lo biar sehat terus."

Zahra membalas dengan anggukan, mereka bertiga pergi menuju mushola di rumah sakit itu. Putri berpesan pada sopirnya untuk menunggu kabar Ibunya Zahra. Mereka akan bergantian menjaganya.

Setidaknya mereka harus tetap menghadap-Nya walaupun cobaan berat datang menghampiri. Karena yang memberikan cobaan hidup ialah Allah swt.

***

"Lo dimana?"

Itulah kalimat pertama yang Maryam dengar semenjak ia menempelkan benda pipih di telinganya.

"Dirumah sakit kak."

"What? Siapa sakit? Lo?" pria diseberang sana sepertinya terlihat sangat khawatir. Terdengar dari nada bicaranya.

Dikala Hujan RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang