20. ~Imagination~

63 11 0
                                    

"Kau adalah salah satu mimpiku yang sangat ingin ku genggam."
-F

"Kau adalah imajinasiku yang ku tuntut untuk menjadi nyata."
-D

"Aku bukan pemberi harapan dari sebuah impian."
-M

-Dikala Hujan Reda-

Farizh mengemaskan barangnya sesegera. Seringkali buku berjatuhan dari mejanya. Ia telat! Ingat telat!  Biasanya dia bersikap biasa saja. Tapi sekarang berubah hampir 180 derajat. Farizh malu jika Maryam melihatnya dihukum hormat tiang bendera. Coba saja dia bisa sulap seperti di serial Upin dan Ipin. Pasti semua barang yang dia perlukan sudah tertata rapi di tasnya tanpa harus mengeluarkan tenaga. Dan dia juga bisa teleportasi, sehingga tak terlambat ke sekolah. Namun itu hanya ada di film-film, dunia imajinasi yang sangat tinggi.

Setelah mengemas seluruh perlengkapannya Farizh turun kebawah. Secepatnya ia melangkah menuruni tangga. Setelah sampai di meja makan, ia menyambar roti lalu meletakkan roti tersebut di mulutnya.

Kedua orang tuanya menggelengkan kepala, satu kata terbesit dikepala keduanya 'Telat'. Lia--Mama Farizh-- menatap anaknya lamat. Kebiasaan anaknya masih terus berlanjut walaupun sekarang sudah jarang.

"Farizh pelan-pelan, nak." Ucapnya lembut sambil memandang Farizh yanng sibuk merogoh tasnya--seperti mencari sesuatu. Dimulut Farizh masih terdapat roti yang ia sambar tadi.

Dendi berdecak melihat kelakuan anaknya," Mangkanya jangan begadang. Kalo malam itu waktunya tidur, bukan mikirin pacar."

"Hush... papa, masih kecil aja pacar-pacaran." Sinta menepuk pelan lengan suaminya.

Farizh masih sibuk dengan kegiatannya, ia mendengarkan perdebatan orang tuanya--walaupun samar. "Kapan gedenya coba Ma. Dulu aja kita pacaran pas kelas 1 SMA. Ingat ngga?" Dendi menaik turunkan alisnya, ia mengucapkan kalimat itu dengan nada menggoda.

Lia tersipu malu,tapi ia membantah ucapan Dendi."Sorry yah, itu masih jaman kamu ngejer-ngejer aku. Mana udah ketahuan punya 5 pacar."

Farizh yang mendengar perkataan Mamanya langsung bersuara,"Dasar playboy."

"Anak durhaka kamu ya, uang jajan papa potong." Ucap Dendi.

Lia menyela,"Apa hak kamu motong uang jajan Farizh, disini aku yang mengendalikan keuangan. Kalo berani, tidur di sofa kamu."

Farizh tertawa, kemudian ia menyalami kedua orang tuanya." Udah ah, Farizh mau berangkat. Telah nih mau simulasi. Kedapetan jatah pagi."

"Hm." Jawab Dendi singkat, papanya itu memasang tampang cemberut.

"Yaelah pak, gitu aja merajuk."

"Papa berangkat!" Dendi langsung bangkit,lalu membawa tasnya.

Lia bersuara,"Berangkat aja, ngga usah pulang sekalian."

Farizh hanya tertawa,kemudian pamit dan langsung melangkah keluar. Sepertinya ia harus mengendarai motor dengan laju cepat, tapi ia takut mati. Takut ngga bisa ngajak Maryam jadi teman hidup. Eakkk!!!

Saat sudah ditengah perjalanan, Farizh baru teringat. Ada yang ketinggalan, ia lupa untuk membawanya.

"Hatinya ketinggalan di meja belajar. Di dekat foto Maryam."

***

"Yam, Kak Farizh kok belum kelihatan yak?"

Dikala Hujan RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang