chapter 9

7.6K 787 29
                                    

**Selamat membaca**

Jika didefinisikan, suasana sekarang lebih seperti anak perawan yang akan menghadapi malam pertamanya. Di mana si gadis tidak tahu harus melakukan apa dan memilih untuk bungkam.
Segugup dan se-awkward itu sampai-sampai Imel merasa ingin berteriak lalu kabur dari hadapan Aksa.

Keheningan tercipta di antara mereka yang sama-sama merasa malu dengan kejadian di ruangan tadi. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing tanpa ada yang memulai pembicaraan. Walau tangan Aksa masih setia menggenggam tangan Imel dan berjalan beriringan di area parkir, tempat yang cukup luas tidak pengap, tapi Imel masih saja merasa tidak nyaman.

Imel terus mengikuti langkah Aksa, meski sebenarnya ia bisa saja pergi terlebih dahulu setelah kejadian memalukan di ruangan tadi dan membicarakan pekerjaannya lain waktu. Tidak ada alasan yang jelas kenapa Imel masih berjalan bersama Aksa. Aksapun tak berniat untuk menginggalkan Imel. Hanya saja, ia masih diam membisu.

"Mel." Akhirnya Aksa membuka percakapan terlebih dahulu, meski atensinya masih terus menatap ke depan.

"I-iya," ucap Imel sedikit terbata.

Aksa menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Imel dengan intens.

"Gue ikut lo pulang, ya?"

Imel tidak bisa tidak terkejut. Sekalinya Aksa membuka mulut langsung mengajukan pertanyaan yang tidak sama sekali ia sangka.

"Apa maksud kamu?" tanya Imel memastikan ia tidak salah dengar. Lalu mencoba berpikir positif, mungkin maksud Aksa, mengantarnya pulang ke rumah.

"Ya ... pulang, gue ikut lo pulang ke rumah lo."

"Memang kamu pikir saya perempuan kaya apa?" Imel sedikit tersulut emosi. Perempuan mengempaskan tangan Aksa yang masih menggenggamnya hingga Aksa menurunkan pandangan ke arah tangan yang sudah terlepas.

"Lupain apa yang gue minta tadi," sahut Aksa kemudian, namun nada bicaranya berbeda, ada nada kesedihan terdengar di telinga Imel.

Imel berlalu tidak tega. Masih tercetak jelas di memori kepala perempuan itu bagaimana wajah Aksa yang panik saat dikejar oleh para fans tadi.

Tapi Imel tidak ingin terkesan murahan, ia berbalik arah dan hendak pergi meninggalkan Aksa sebelum pikirannya berubah. Akan tetapi gejolak hatinya memberontak dan mengatakan harus membantu Aksa. Ini benar-benar sulit keputusan yang sulit.

"Gimana kalo kamu saya anter pulang aja? Saya masih ingat jalan ke rumah kamu. Lagipula, kamu mau ngapain di rumah saya?"

Hening beberapa detik, Aksa tersenyum miris. Kemudian dengan tak disangka ia mengatakan, "Dhanu yang sengaja buat gue ketemu sama fans-fans itu."

Imel mengerutkan keningnya. Seperti ada yang mengganjal dari ucapan Aksa barusan.

Dhanu? Kenapa?

Dalam kepala Imel muncul beberapa pertanyaan, mulutnya setengah terbuka.

"Maksudnya? Bukannya Dhanu itu manager kamu? Yang harusnya ngelindungin kamu dari mereka?" tanya Imel dengan cepat. Ia ingin tahu alasan Dhanu melakukan itu semua.

Imel kembali berbalik menatap punggung Aksa yang masih menatap ke arah lain. Laki-laki itu masih diam, sesekali menyisir surai hitam keperakannya dengan jari dan mengembuskan napasnya pelan.

"Apaan?" Imel memukul bahu Aksa, karena tidak sabar menunggu jawaban selanjutnya.

"Kasar banget si jadi cewek!"

"Ya ... Apaan tadi?"

Aksa kembali mengembuskan napasnya pelan sebelum berkata, "Dhanu itu manager gue. Kalo pamor gue turun, otomatis pendapatannya dia juga turun."

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang