chapter 7

8.1K 793 25
                                    

Selamat membaca

Cahaya termaram menyelimuti ruangan dengan dominasi warna biru–putih, jika saja kerai biru navy sudah terbuka dan membiarkan sinar sang surya memasukinya.

Tidak terhitung berapa kali ponsel di atas nakas itu bergetar. Namun, tak juga berhasil membangunkan Aksa dari mimpinya. Tangannya bergerak mengambil ujung selimut yang menutupi sebagian tubuh untuk menenggelamkan seluruh badannya. Sampai seseorang masuk dan menggelengkan kepalanya ketika mendapati laki-laki itu masih nampak seperti mayat hidup.

"Aksa bangun!"

Tidak ada pergerakkan dari Aksa. Baginya, kini dunia mimpi lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata yang penuh hujatan.

"Berisik lo! Balik sana, gue masih ngantuk!" racaunya dari balik selimut.

Okky menghela napasnya. Baginya, membangunkan anak untuk sekolah lebih mudah dibandingkan membangunkan Aksa. Padahal, Okky berniat memberitahu Aksa perihal kedatangan pihak stasiun tv pagi ini. Ia tidak ingin Aksa kembali marah di depan banyak orang.

"Sa, sebentar lagi ada orang yang mau ketemu sama lo." Okky menggoyangkan badan Aksa yang terbungkus selimut.

"Bilang sama mereka, kalo mau ngeliput, liput aja Dhanu. Ngapain mereka liput gue, yang ada tv mereka nanti dibully netizen karena gue muncul."

Okky mengerjapkan matanya. Aksa tahu perihal wartawan yang akan datang ke rumahnya. Dan, ia sama sekali tidak protes.

"Lo tau soal itu?"

Aksa menyibak selimut yang menutupi wajahnya dan duduk bersandar seraya menggaruk kepalanya. "Menurut lo?"

"Yaudah buruan bangun, udah gay jorok lagi."

Pernyataan itu sukses membuat Aksa melepar guling ke arah Okky. Sementara yang dilempar, hanya tertawa melihat laki-laki yang sudah dianggap saudaranya itu memberengut kesal sebelum ia keluar dari kamar dan melanjutkan aktifitasnya menyiapkan keperluan Aksa.

Tidak butuh waktu lama bagi Aksa untuk bersiap. Hari ini ia tak memiliki jadwal apapun di luar.

Sesampainya ia di lantai bawah. Aksa melihat dua orang yang sedang berbicara dengan Dhanu. Dari seragam yang mereka kenakan, ia tahu mereka adalah wartawan yang Okky bicarakan tadi.

"Aksa, Okky udah kasih tau lo soal mereka, kan?" tanya Dhanu mencoba basa-basi dengan lelaki yang sudah dianggap adiknya sendiri itu.

Aksa mengangguk. Kemudian berjalan menjauh dan duduk di sofa berwarna hitam yang ada di ruang tengah. Mengambil remote tv dan menyandarkan bahunya.

Melihat kelakuan Aksa yang seperti—tidak—menganggapnya ada. Membuat perempuan berseragam hitam dengan garis biru di lengannya itu memicingkan matanya. Ia menghampiri Aksa dan duduk di sebelahnya.

Aksa mengerutkan keningnya. Lalu sedetik kemudian melebarkan mata ketika mengingat siapa perempuan yang duduk di sebelahnya. Ohh ayolah, dari sekian banyak wartawan, kenapa ia harus selalu berurusan dengan wartawan aneh yang memiliki kemampuan lari seperti atlet ini?

"Lo lagi?" ucapnya sedikit tak percaya.

"Iya, dan untuk beberapa jam ke depan kita akan kerjasama, jadi saya harap kamu bisa profesional." Imel melipat tangannya di dada. Menatap Aksa dengan tajam, membuat laki-laki itu berdehem guna menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.

"Atau saya akan menyebarkan semua yang kamu katakan di Taman Safari."

Aksa mengangguk. Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan sedikit berlari menaiki tangga dan memasuki kamarnya.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang