Tidak ada yang lebih sakit dari harap yang berujung semu. Dan tidak ada yang lebih perih dari cinta yang tak kunjung bersatu.
° Reportalove °
Senggolan pada bahu seolah menjadi cara paling halus untuk membangunkan Aksa dari lamunan setelah mendengar perkataan Imel. Lambat laun tatapan matanya bersinar cerah bersamaan senyum yang mengembang manis pada bibir tipis miliknya.
"Makasih, Mel."
Imel mengangguk. Bibirnya ikut melengkung acap kali melihat Aksa tersenyum.
Okky mencoba tak bersuara. Ia menaik–turunkan alisnya menghadap Aksa. Tangannya terangkat menyentuh dahi Aksa. "Nggak panas, kan?"
"Apaan sih lo?" Kesal Aksa pada sahabatnya yang selalu merusak suasana.
"Eh ... Mbak Imel, Sa, abis makan gue tinggal ya? Ada janji sama temen deket sini." Okky mencomot nasi di depannya kemudian menambahkan cuilan daging bebek yang dibaluri sambal bawang.
"Trus nanti gue baliknya?" Aksa mengentikan suapannya ketika mendengar Okky meminta ijin.
"Ngegrab kan bisa. Manja banget." Laki-laki itu seolah tak memerdulikan tatapan protes Aksa padanya. Ia hanya fokus pada makanan di piring yang tinggal setengah.
Ponsel di sebelah piring Okky berdering. Di dering pertama ia mengabaikannya, hingga dering kedua laki-laki itu mencelupkan tangan pada mangkok pencuci tangan dan menjawab teleponnya. Ia mengubah posisi yang semula duduk menjadi berdiri.
"Sa, gue tinggal, ya? Ada perlu, urgent," kata Okky seraya menepuk pelan pundak Aksa, "Lo yang pake mobil, biar gue naik busway aja."
"Nggak! Lo bawa aja mobilnya, biar gue yang naik taksi."
Okky mengulas senyum sebagai respon mendengar usulan Aksa. Saat menyampirkan tas, tak sengaja matanya bertemu pandang dengan Imel yang sejak tadi memerhatikan interaksinya dengan Aksa.
"Mbak Imel saya duluan, titip Aksa ya. Jangan sampe diculik Tante Tante di pinggir jalan."
Air muka Aksa berubah. Apalagi kala melihat Imel terhibur akan candaan Okky. Aksa ingin memaki laki-laki yang menjadi sahabatnya itu. Namun, dia urungkan karena ia sadar banyak pasang mata yang melihat ke arahnya. Bahkan diam-diam mengarahkan kamera ponsel padanya.
Setelah kepergian Okky, Aksa dan Imel melanjutkan makan tanpa ada pembicaraan sama sekali. Aksa tidak tahu harus membahas apa, begitu juga Imel.
****
Selesai makan, Imel menawarkan Aksa untuk mengantarnya pulang. Tapi laki-laki itu menolak dengan larut malam sebagai alasan. Dan mengatakan akan memesan taksi untuk pulang.
Setelah Imel pamit, ia berjalan ke arah halte busway dan duduk pada bangku panjang seorang diri. Ia mengembuskan napas beberapa kali manakala mengingat ucapan Saka padanya. Setelahnya Aksa menaiki busway menuju Jakarta Pusat.
Sejujurnya Aksa belum berniat untuk pulang saat ini. Ia melangkahkan kakinya menuju Taman Suropati dan duduk di salah satu bangku taman di tempat itu. Ia menengok pada langit yang menggantungkan awan hitam kemudian mengulum senyum ketika melihat bintang pada langit malam.
"Hati-hati kesambet kalo duduk sendirian di sini."
Aksa menoleh, ia menegakan badan ketika melihat Imel berdiri tepat di sampingnya. Ternyata perempuan itu mengikuti Aksa sampai sejauh itu.
"Imel?"
Imel mengangguk, tangannya masih setia bertaut di depan perut. "Boleh gabung?"
Reflek Aksa menggeser posisi duduknya, memberi space agar Imel bisa duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reportalove ✓
Romanceʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - ʏᴏᴜɴɢ ᴀᴅᴜʟᴛ Surat tugas dari pimpinan redaksi menyeret seorang perempuan bernama Imel Chelliana, reporter cantik berusia 30 tahun masuk ke dalam pusaran kehidupan seorang Aksa Delvan Arion. Musisi kenamaan yang dikenal dengan rumor gay nya...