chapter 26

7K 639 30
                                    

Coba tanyakan pada semesta. Jika di manapun aku tak diterima. Akankah aku bisa merasakan satu kata yang ia ucap bahagia. Mungkin dengan label bernamakan cinta.

° Reportalove °
:: AKSA'S SIDE ::

Sakit, perih, terkhianati.

Berdiri di atas sebuah jembatan penyebrangan, Aksa menatap nanar pada patung Selamat Datang yang ada di tengah Bundaran Hotel Indonesia.

Aksa menggeleng lemah. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan terburuk yang sengaja Imel lakukan.

Laki-laki itu tersenyum saat mengingat pertama kali ia tampil di atas panggung. Bahkan kegugupan itu masih kentara sampai sekarang.

Mendebarkan sekaligus menyenangkan saat pertama kali melihat Evan—ayahnya—memberikan tepukan tangan tanda bangga kepadanya. Walau seiringnya waktu, Evan tetap memaksa Aksa untuk fokus terhadap kuliah dan meneruskan usaha keluarganya.

Aksa masih mengingat betul, senyum Dhanu dan Okky kala ia diterima untuk menjadi anak didik Satriyo untuk menjadi penyanyi. Tampil di berbagai acara musik pagi, siang bahkan malam.

Mereka berdua sudah melebihi saudara bagi Aksa. Mungkin berlebihan, tapi itulah kenyataannya. Semua hal yang berhubungan dengan Aksa, pasti melibatkan mereka. Rasanya seperti memiliki dua orang kakak dari orang tua lain bagi Aksa.

Aksa tidak yakin, ia akan sanggup menghadapi hari esok. Terlalu buruk hal yang ia pikirkan akan terjadi. Dia takut, sangat takut. Ia akan kehilangan semuanya, bukan hanya soal Adhyaksa Devanno, tapi juga Aksa Delvan Arion.

Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Hawa dingin sudah sejak tadi menelusup hingga ke tulang. Tapi tak ia hiraukan. Air mata masih deras mengaliri wajah yang kini datar tanpa ekspresi.

Aksa memegangi tiang pembatas. Kaki kanannya bergerak naik pada pembatas tersebut.

Baru saja ia ingin menaikkan kaki kirinya, tiba-tiba dering ponsel membuyarkan semua pikiran bodohnya. Aksa mengusap wajahnya kasar, kemudian mengambil ponsel yang menampilkan nama Okky pada layar.

"Haloo."

"Sa! Lo di mana? Rumah kebakaran. Cepetan balik!" Okky berekspresi panik.

Sontak perkataan Okky membuat Aksa melotot tajam. Bagaimana bisa rumah yang jarang menggunakan kompor itu bisa terbakar? Setidaknya itu yang Aksa pikirkan saat ini.

Aksa turun dari jembatan penyebrangan kemudian berlari menuju mobilnya.

Dari kejauhan, Dhanu dan Okky tertawa geli melihat kepanikkan Aksa. Ternyata, Dhanu dan Okky mengikuti Aksa saat laki-laki itu pergi ke tempat Imel. Walau tidak tahu pasti, Dhanu dan Okky tahu, Aksa sedang dalam masa kalut saat ini. Dan sebagai saudara, mereka harus selalu ada untuk Aksa.

****

Aksa menutupi wajahnya dengan bantal ketika suara gedoran yang seperti rentenir penagih hutang membombardir pintu kamarnya.

Jadi, tadi malam saat Aksa sampai ke rumah ternyata rumah itu baik-baik saja. Aksa yang kesal karena dibohongi Okky mengunci pintu kamarnya dan menurung diri hingga pukul sebelas siang.

Beberapa jam lalu Aksa merasa baikkan. Ia sudah rapi, lalu mulai memilah catatan note nada yang akan digunakan untuk latihan vocal. Tapi rasa jengkel pada Okky belum hilang, sehingga ia memutuskan untuk kembali tidur sesaat sebelum Okky mengganggunya.

"Apaan sih lo?" sentak Aksa saat membuka pintu.

Aksa mendongak kala melihat Dhanu juga ada di sana. Tatapan tajam serta rahang yang mengeras jelas sekali terlihat. Tapi Aksa sudah tidak kaget dengan ekspresi Dhanu. Ia mendengus kecil sebelum tertawa menggelak.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang