Beberapa hal pada akhirnya memang harus ditarik mundur. Entah untuk lebur atau berbaur. Karena mungkin di masa mendatang kita tak lagi akur.
° Reportalove °
Seperti biasanya. Hanya berteman sepi dan cahaya termaram yang mendominasi ruangan. Jendela dengan gorden yang terbuka menampakkan remang cahaya Jakarta malam.
Imel masih merasakan sesak. Ia tidak tahu bagaimana bisa bangkit dan memerbaiki keadaan. Baginya Aksa seperti kode Err03 pada kamera. Terlalu banyak hal manis yang laki-laki itu berikan sehingga memory Imel tidak bisa memproses semua itu.
Ia menggelengkan kepala. Menghalau sekelebatan memori tentang Aksa. Bodoh, jika Imel berharap akan ada keajaiban yang dapat merubah orientasi seksual Aksa dan membuat laki-laki bersuara emas itu balik menyukainya. Nyatanya, Aksa hanya menganggap Imel perempuan mengenaskan yang seharusnya sudah memiliki pendamping.
Tak mengertikah Aksa, Imel tidak butuh rasa simpati darinya jika akan berujung pada sakit yang terperi. Seharusnya memang ia cukup tahu diri dengan statusnya seperti apa sekarang.
Imel beranjak menghampiri jendela kamar. Tangannya bergerak membuka jendela, membiarkan semilir angin masuk dan menghirup dalam udara hingga paru-parunya penuh.
Usahanya sedikit berhasil. Walau tidak sepenuhnya, setidaknya sedikit beban sudah terbawa oleh angin malam. Namun, tak berlangsung lama. Ketika iris matanya menangkap kerlip bintang pada langit malam. Cepat-cepat ia menutup jendela dan merapatkan gorden putih tulang itu agar lepas dari pemandangan bintang.
'Bagaimanapun belajar dari Betelgeuse. Biarpun masanya sudah mau habis dia tetap bersinar terang. Dan di akhir hidupnya, akan meledak menjadi supernova yang indah. Tanpa orang lain tahu kesakitannya, dia ingin tetap menjadi penerang malam.'
Kalimat itu bagai kaset kusut yang terus mengulang di telinga Imel. Seketika rasa itu menyelinap ke dalam relung hati, kerinduan akan sosok yang mampu membuatnya tersenyum dengan cara yang tak terduga, begitu terasa, begitu nyata. Kini Imel mengerti, bukan hanya beban akan tugas yang membuatnya kehilangan fokus. Tetapi juga rasa rindu yang hadir tanpa permisi yang setiap sekonnya semakin membuncah.
Cepat-cepat ia mengambil ponsel dari dalam tas. Berniat mengirim pesan pada seseorang yang kiranya bisa membantu. Namun kenyitan samar di dahi tercetak manakala melihat puluhan notifikasi dari satu pengirim, Aksa. Ia mengabaikan pesan yang dianggapnya tidak penting itu dan beralih mencari kontak, kemudian menghubunginya.
****
"Kopi item, satu ya." Imel segera mengalihkan pandangan dari laptop ketika suara laki-laki yang sangat dikenalnya menyeruak menyebutkan pesanan.
"Udah lama?" tanya Ubay sembari duduk di depan Imel. Perempuan itu hanya tersenyum memberi respon.
"Gue mau tanya sesuatu, kalo lo dihadapin sama pilihan, antara bela kebenaran atau menyembunyikan kebenaran. Pilih mana?"
Ubay menaikan sebelah alisnya. Pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan oleh Reporter secerdas Imel. Tapi bukan Andeas Baihaqi jika tidak bisa menangkap gelagat aneh dari perempuan yang menjadi sahabatnya sejak lima tahun lalu itu.
"Lo jangan jadiin alasan sifat dasar jurnalistik untuk membenarkan tindakan lo deh," ucap Ubay melengos ke arah pelayan yang membawa kopi pesanannya. Sebagai sahabat, Ubay tahu betul apa yang dimaksudkan Imel adalah tentang status Aksa yang menurutnya tidak ada hubungan sama sekali dengan jurnalistik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reportalove ✓
Romanceʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - ʏᴏᴜɴɢ ᴀᴅᴜʟᴛ Surat tugas dari pimpinan redaksi menyeret seorang perempuan bernama Imel Chelliana, reporter cantik berusia 30 tahun masuk ke dalam pusaran kehidupan seorang Aksa Delvan Arion. Musisi kenamaan yang dikenal dengan rumor gay nya...