chapter 24

5.7K 612 26
                                    

Mencoba menghabisimu dalam hatiku adalah hal sia-sia. Karena nyatanya, justu kau yang menghabisi stok rinduku menjadi tak bersisa.

° Reportalove °

Memang tidak akan ada yang baik-baik saja jika sudah dihadapkan dengan namanya perpisahan. Bukan hanya perihal Aksa—yang genap sepuluh hari tidak muncul lagi di kehidupan Imel—tapi juga rutinitasnya ketika ia berkeliling mencari satu buah berita. Imel pernah mengatakan bahwa pekerjaan menjadi seorang wartawan adalah yang terbaik. Bisa hidup bebas, pergi ke tempat baru, menakjubkan. Tapi semua hilang mana kala ia harus bergerumul dengan ejaan dan tata bahasa karena menjadi seorang redaktur.

Imel benar‐benar meninggalkan kehidupan cita-citanya sedari kecil. Demi sebuah ambisi mengalahkan seorang yang terkenal egois, ia rela melepas mimpinya menjadi seorang reporter terkenal. Bagaimana hasilnya? Imel sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

Sepuluh hari, Imel tidak lagi mendengar kabar perihal Aksa. Ia memang bukan tipikal perempuan penyuka berita gosip—walaupun ia bekerja di tempat itu—dan kabar tentang Aksa memang satu hal yang paling ia hindari untuk saat ini.

"Orion adalah bintang pemburu. Dengan album baru nanti, aku mencoba memburu cinta semua penggemar musik di lagu aku." Aksa tersenyum seperti sudah biasa menanggapi pertanyaan yang diberikan Imel padanya.

Imel memukul pelan kepalanya. Mencoba mengambil alih pikiran yang memutar kembali ucapan Aksa. Kenapa justru di saat sekarang ia harus teringat akan Aksa?

Cinta apa? Cinta sesama jenis maksudnya, Imel membatin keras.

"Ini udah ketiga kalinya ya, lo tuduh gue maling. Gue maling beneran jangan marah!"  Aksa menunjuk Imel sarat akan tersinggung.

"Maling hati lo."

Apaan ... receh banget. Dasar artis pencitraan. Imel masih saja mengomel sendirian.

"Jangan nangis, itu buat gue sakit."

Imel memejamkan matanya erat-erat. Mencoba menghalau semua bayang Aksa di mata juga hatinya. Sepuluh hari yang sangat berat bagi Imel mana kala ia harus berusaha melawan hatinya sendiri untuk segera melupakan Aksa.

"Saya udah lama nggak lari," jawab Imel sekenanya, "lagian kamu ngapain ngikutin saya?"

Aksa menghela napas. "Gue kira lo mau main ala-ala film bollywood, makanya gue ikutan."

Imel menyerah. Ia tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri yang terus saja memutar tiap kejadian antara ia dengan laki-laki beridentitas Aksa Delvan Arion.

"Mungkin karena matahari kali ya, kamu kelihatan lebih ganteng. Harusnya nama kamu jangan Arion, tapi Surya."

Aksa tergelak mendengar pujian Imel untuknya. "Lagi ngegodain gue nih ceritanya?"

"Kenapa? Jelek ya?"

"Cheesy banget!" Senyum Aksa mengembang sempurna. "Dasar Betelgeuse!"

"Ish! Kamu masih ngatain saya sekarat? Padahal saya bilang kamu matahari loh."

Aksa menjawil hidung Imel. "Gue itu bukan matahari, gue nggak pernah sehebat itu. Gue cukup jadi Orion aja. Dan lo! Tetap jadi Betelgeuse gue."

Imel tersenyum penuh ironi ketika putaran masa lalu itu membawanya mengingat julukan 'Bintang Sekarat' untuk dirinya.

"Saya peringatkan kamu. Jangan pernah bersikap manis jika semua itu tidak tulus. Karena ada beberapa orang yang bisa salah mengartikan itu semua. Seperti saya yang sudah merasa tolol karena mencintai seorang laki-laki yang ternyata gay!" Nada bicara Imel naik beberapa oktaf saat menekankan kalimat tersebut.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang