Kepada lelaki pemberi mimpi danpenjelajah relung hati. Jangan pernah datang ke sini, jika tak bisa memberikan sepenuhnya hati. Karena kini yang kau torehkan justru adalah benci.
° Reportalove °
Di riuhnya kota Jakarta, ia berdiam sendirian. Menghindar dari segala ajakkan yang mengantarkan pada tuntutan pekerjaan. Iris matanya tajam menatap tiap baris kata yang mulai ia ketik. Berulang-ulang membaca kalimat agar tak terjadi kesalahan. Sesekali matanya memejam guna menetralkan rasa sakit kala mengingat hal manis yang berujung pahit.
Imel merebahkan kepala di atas tuts keyboard. Tanpa bisa dicegah, air mata kembali membanjiri kedua pipinya. Ketika mengingat kembali percakapan Aksa dengan pria bernama Saka tadi siang. Seakan kejadian itu dapat menghapus semua memori manis yang Aksa torehkan. Kini dalam hati Imel hanya ada kebencian untuk Aksa, tapi kenapa Imel merasakan sakit ketika ia memutuskan untuk membalas perlakuan Aksa?
Seolah hatinya menolak menuliskan semua kebenaran itu jika hanya untuk membalas Aksa?
Setelah lima menit ia lewati untuk berperang melawan hati kecil yang mengatakan kini yang dilakukannya salah. Imel kembali fokus pada pekerjaannya, menghapus kasar bekas air mata yang perlahan mulai mengering. Pekerjaannya adalah yang utama saat ini, untuk bisa memenangkan taruhan dengan Rinto, Imel akan melakukan apapun. Termasuk jika harus membeberkan privasi Aksa.
Ia melirik jam yang menunjukkan pukul dua. Tapi rasa kantuk lenyap entah kemana dari sepasang mata yang masih setia merevisi artikelnya. Tadi saat bertemu dengan Ubay di warung kopi, Imel sempat memesan kopi hitam untuk menemaninya malam ini. Tidak disangka itu berhasil.
Imel bergerak mengambil kamera mirrorless warna hitam dari dalam tas kemudian menyambungkannya pada kabel yang terhubung dengan perangkat komputer. Ia membuka satu persatu folder dan menemukan beberapa foto Aksa yang ia ambil secara diam-diam. Tanpa pikir panjang, tangannya berlalu lincah memindai foto ke dalam artikel yang sejak tadi ia kerjakan.
Setelah selesai, Imel mengirim semua artikel itu pada server perusahaan. Berharap, jika artikel itu sampai Fandy terlebih dahulu, bukan pada Anggy yang notabene menjabat sebagai Redaktur sekaligus sahabatnya.
****
Burshhhh....
Fandy dengan spontan membagi kopi pagi pada layar LCD di depannya. Ia berlalu mengelap layar monitor tersebut, dan kembali membaca garis besar artikel yang dikirimkan Imel.
Fandy tak habis pikir. Apa yang ada di otak Imel maupun Aksa. Jika memang Aksa jujur mengatakan pada Imel. Apa untungnya untuk Aksa membeberkan rahasianya? Apa laki-laki itu tidak takut karirnya hancur setelah ini? Dan Imel. Fandy benar-benar tidak tahu harus merespon bagaimana tulisan yang dikirimkannya.
Cukup lama laki-laki itu berpikir. Hingga ruangan yang tadinya hening menjadi sedikit riuh karena para pemilik meja sudah berada di tempatnya. Untung saja Rinto hari ini belum kelihatan batang hidungnya.
"Lo kok ngelamun aja, Ndy?" Derap langkah seseorang berikut suaranya membuat tubuh Fandy kaku seketika. Dengan cepat ia menutup artikel yang dikirimkan Imel.
"Eh? Nggak kok, Pak. Cuma lagi baca ulang artikel aja."
Fandy berlalu gugup. Jika saja orang di depannya adalah Rinto. Ia akan mudah berbohong, karena laki-laki itu sudah ahli dalam berbohong pada Redaktur pelaksana itu. Tapi, tidak pada Henry. Pimpinan redaksi yang selalu bisa menebak gelagat aneh dari semua bawahannya."Artikel dari siapa?" tanya Henry mencoba basa-basi.
"Eum ...."
"Pagi, Bos! mau nagih revisian outline, ya?" Henry memalingkan wajah pada Anggy yang baru datang. Kemudian tersenyum meninggalkan Fandy tanpa menagih jawaban akan pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reportalove ✓
Romansaʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - ʏᴏᴜɴɢ ᴀᴅᴜʟᴛ Surat tugas dari pimpinan redaksi menyeret seorang perempuan bernama Imel Chelliana, reporter cantik berusia 30 tahun masuk ke dalam pusaran kehidupan seorang Aksa Delvan Arion. Musisi kenamaan yang dikenal dengan rumor gay nya...