chapter 10

7.7K 787 25
                                    

Seketika hati ini singgah. Dan entah sejak kapan rindu mulai bergelagah. Sumpah, dari jutaan lagu yang tercipta. Hanya kamu yang mampu membuatku begitu nelangsa.

° Reportalove °

Sejak gosip tentang dirinya mencuat ke media, wajah Aksa sering kali tertekuk. Kalaupun tersenyum, hanya sekedar basa-basi atau senyuman sinis yang ia lemparkan.

Okky sudah lama terbiasa beradaptasi dengan hal tersebut. Baginya sikap Aksa itu hanyalah pelampiasan kekesalan yang tak bisa tersalurkan oleh siapapun. Terkadang ia sering melemparkan candaan pada Aksa agar laki-laki itu sedikit berekspresi.

Tapi sekarang, Okky seperti melihat versi lain dari diri Aksa. Ia berpikir, mungkin otak Aksa sudah mulai rusak karena terlalu memikirkan nama baiknya. Laki-laki dengan surai hitam yang sedikit keperakkan itu sudah seperti kuda delman yang senantiasa di pecut oleh kusir. Menampilkan cengiran yang menurutnya menyebalkan.

"Ngapain sih lo nyengir-nyengir begitu? kaya Kuda tau ngga, lo!"

Kedapatan sedang tersenyum seorang diri oleh sang asisten adalah hal yang tidak tercantum dalam daftar Aksa saat ini. Terlebih sentakkan Okky mengaburkan lamunan Aksa tentang pernyataan dari semua pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalanya belakangan ini.

Sedikit kesal, tapi ribuan Kupu-kupu di perutnya masih saja menggelitik hingga ia tawanya mulai bersuara.

"Dih! Sinting nih bocah." Okky keluar dari mobil terlebih dahulu setelah memastikan mobil terparkir benar dan mencabut kuncinya.

"Lo mau gue kunci di mobil apa mau keluar?"

Aksa tetap bergeming di kursi sebelah kanan pada mobil yang sengaja tidak dikunci oleh Okky. Bersandar dengan bantal jok tanpa niat sedikitpun untuk menyusul Okky.

Menyimpulkan bahwa Aksa tengah dirasuki dedemit apartemen Imel, Okky melangkahkan kaki memasuki rumah seraya mengeleng-gelengkan kepalanya. Namun, jauh dalam benaknya, terselip rasa senang yang menderu perihal kemungkinan bahwa Aksa sedang merasakan jatuh cinta.

Okky menebak, sikap Aksa yang berubah seratus delapanpuluh lima derajat itu dikarenakan pernyataan perempuan berprofesi reporter bahwasannya dia masih sendiri.

Berselang beberapa menit, satu mobil beringsut masuk. Seorang laki-laki yang bisa dikatakan muda untuk profesi manager keluar dari mobil berwarna putih tersebut seraya menggulung lengan kemejanya hingga siku.

Aksa yang baru saja membuka pintu mobil menoleh seketika bertemu pandang dengan sorot mata yang sulit diprediksi seperti itu. Aksa mendengus, kemudian berlalu pergi memasuki pintu rumahnya. Pandangan itu, tak pelak menjadi tontonan Okky yang kembali ke luar untuk memastikan siapa yang datang.

"Lo udah balik, Nu."

Tak ada respon berarti dari Dhanu, laki-laki bermata sipit itu mengulas senyum dan melangkahkan kaki menyusul Aksa yang tengah duduk pada sofa hitam di ruang TV sembari membuka jaket denim yang dikenakan. "Lo tau, kan? Kalo gue nyariin, lo?"

"Tau."

Dhanu mengambil napas dalam, lalu mengembuskan perlahan. Dia tahu, sikap Aksa sekarang menunjukkan jika laki-laki itu tengah marah padanya. "Udah makan, Sa?" Dhanu mencoba berbasa-basi. "Mau gue siapin apa?"

"Ngga perlu," tolak Aksa sekenanya. Dia melemparkan jaket sebelum akhirnya berdiri di hadapan teman asistennya.

Sejurus kemudian, tatapannya menghunus pada sepasang iris tipis Dhanu yang menatapnya seolah tak merasa bersalah sama sekali. Ia tersenyum kecut, mengusapkan jari telunjuk pada hidungnya dan mendengus kecil. Lalu berlalu dengan menabrak bahu kanan Dhanu yang masih betah di tempatnya.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang