chapter 18

5.5K 587 4
                                    

Perihal benar dan salah biar saja teralur sebagaimana mestinya. Kita hanya perlu mengikuti apa yang menjadi bagian dari diri kita.

° Reportalove °

Setiba di rumah, hal pertama yang Imel lakukan bukan merebahkan diri pada ranjang empuk lalu meregangkan badan seraya berguling mencari nyaman. Tidak. Perempuan cantik dengan rambut sepunggung yang masih rapi di gulung ke atas itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kemudian kembali duduk berkutat dengan pekerjaannya.

Seperti biasa, ruangan itu terdengar sunyi. Hanya ada suara dentingan dari microphone bluetooth yang tersambung pada iMac menandakan file yang di upload sudah masuk seutuhnya. Saking terbiasanya, Imel sampai lupa kapan terakhir kali rumah itu terdengar riuh.

Ia mengambil kamera mirrorless dari tas dan menyambungkannya pada perangkat komputer. Perempuan itu menghela napasnya pelan kemudian menggelengkan kepalanya. Urung mengirimkan gambar yang ia ambil dengan kamera tersebut pada file perusahaannya.

"Tolong bilang sama aku kalo dia bukan siapa-siapa kamu, Sa. Please." Masih terpaku duduk di depan meja dengan mirrorless di tangan yang tersambung kabel hitam.

Otaknya kembali memutar rekaman kejadian ketika ia bersama Aksa. Laki-laki itu selalu bersikap manis, dewasa, tapi terkadang menyebalkan dan suka seenaknya. Ia merogoh kantong dan mengambil benda pipih di dalamnya, lalu mengetikkan sesuatu. Tidak berapa lama, benda pipih itu menampilkan video musik Aksa yang di upload beberapa bulan lalu di aplikasi Youtube.

Ia mengulas senyum lebar. Entah! Sudah berapa lama senyum itu tidak mengembang di wajahnya. Selama ini hanya senyum tipis yang ia tampilkan pada orang lain. Imel cukup mengingat dengan baik sejak kapan senyum lebarnya itu hilang. Semenjak laki-laki bernama Nara itu kembali hadir dalam hidupnya.

Tiba-tiba rasa penasaran menyergap, ia membuka situs dan mencari nama Aksa di Google, tapi juga tak berharap banyak. Toh secara langsung sebenarnya ia bisa menanyakan pada Aksa perihal kehidupannya sebelum mereka bertemu.

Imel memeriksa beberapa situs akun gosip yang menampilkan berita tentang Aksa sebelum rumor sekarang yang mungkin lebih menarik dibaca ketimbang berita simpang siur yang ada saat ini.

Hening masih betah menyelimuti. Tiba-tiba bunyi notifikasi ponsel menghentikannya dari aktifitas membaca. Tadinya ia berniat untuk mengabaikan notifikasi itu. Tapi notifikasi berupa rentetan spam begitu menganggunya. Sehingga mau tidak mau ia membuka mengambil benda pipih itu dan membukanya.

Ia kemudian mengembangkan senyum. Ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan. Sebelum kembali berjengit kaget tiba-tiba ada panggilan masuk.

"Halo," sapanya sembari menahan senyum yang belakangan ini sering mengembang tanpa sebab.

"Kok chat gue nggak di bales?"

"Males aja."

"Dih, kok gitu? Lo tau nggak?" tanya seseorang di seberang telepon.

"Nggak," jawab Imel cepat, membuat lawan bicaranya berdecak sebal. Perempuan itu terkikik diam-diam.

"Anggur itu enak, tapi dianggurin sakit rasanya."

Tawa Imel pecah, lelucon recehan Aksa bahkan bisa membuatnya tertawa hingga sekeras itu.

****

Aksa meletakan ponselnya di atas meja berbahan kaca. Ia menatap dirinya si cermin dengan rambut yang sedikit berantakan karena ulah hair stylist. Sialan, pikirnya. Karena dengan seenaknya siang tadi Saka memaksa Aksa untuk mengganti warna rambutnya. Yang semula hitam dengan warna putih keperakan, menjadi hitam sempurna.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang