chapter 15

6K 598 23
                                    

Ada harap yang diam-diam menyelinap, seketika membuat kata yang keluar menjadi tergagap.

° Reportalove °

Belum sampai 1 jam Aksa berbaring di samping Imel yang sudah terlelap di alam mimpinya. Tapi ia merasa seperti sudah berjam-jam. Ia berharap fajar datang lebih cepat hari ini. AC berfungsi dengan baik tapi keringat sebesar biji jagung tetap keluar dari pelipis Aksa.

Rupanya, kehadiran Imel justru membawa atmosfer panas dalam tubuh Aksa malam ini.

"Kenapa nggak tidur?"

Aksa mengerjap kala suara serak Imel terdengar di telinganya. Masih dalam posisi menyamping—menghadap Aksa dan mata yang terpejam—perlahan mata itu terbuka dan menatap manik kelam Aksa intens. Aksa merasa tatapan Imel mengintimidasinya. "Gue emang sering insom."

"Kata Okky kamu tukang tidur."

Aksa menyibak selimut dan segera bangkit dari kasur. Langkahnya tidak menentu terlihat canggung. "Gue mau ke kamar mandi."

"Ikut."

Aksa membelalakan mata ketika Imel justru mengikutinya dari belakang kemudian mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi. Sumpah! Aksa bisa gila dibuat Imel malam ini. Sepertinya, meminta Imel menginap di rumahnya adalah keputusan yang salah.

"Ngapain ngikut-ngikut? Lo lupa, gue itu laki-laki?" Aksa sudah tidak tahan. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Imel. "Lo itu cewek."

"Terus?" Imel menatap Aksa dengan wajah polos bak anak TK yang sedang bertanya 'apa perbedaan laki-laki dan perempuan?' Aksa bingung harus menjawab apa.

"Ampun dah!" Aksa terlihat gusar, ia sedikit menjambak rambutnya frustasi. Imel menahan tawanya melihat reaksi Aksa. Gatcha! Aksa masuk dalan perangkap Imel.

"Kamu 'kan nggak suka perempuan, seharusnya itu nggak masalah dong buat saya."

"Laki-laki gay manapun masih tetep bisa bikin lo hamil! Lo mau?"

Aksa mengerang rendah, bingung bagaimana mencari cara agar lepas dari Imel. Ia berbalik dan meninggalkan Imel masuk ke dalam toilet dan mengunci pintunya rapat-rapat.

Masa malem ini gue tidur di toilet? Aksa kembali mengacak-acak rambutnya frustasi.

Imel mengulas senyumnya. Tidak bisa dipungkiri, hati perempuan itu menghangat melihat kelakuan Aksa yang sangat manis di matanya. Aksa menghargai kehormatannya. Aksa menghargai statusnya. Dan, satu hal yang Imel ragukan tentang laki-laki 173 cm itu adalah, apa benar Aksa seorang gay?

Satu hal yang menjadi PR besar dari tugas Imel saat ini adalah mencari tahu, dari mana awalnya berita tentang Aksa tersebar. Siapa laki-laki yang ada di foto bersama Aksa. Apa laki-laki itu sama dengan yang ia lihat di ruangan wardrobe kemarin?

Sementara Aksa masih di dalam toilet. Imel mengedarkan pandangannya pada penjuru kamar Aksa. Dominasi warna biru–putih membuat ruangan itu nampak luas. Sama seperti kamar laki-laki pada umumnya—menurut Imel—tidak banyak perabot, hanya beberapa tumpukkan kertas di atas meja pojok dengan iMac yang tertata rapi, jelas sekali jarang digunakan.

Tatapan Imel tertuju pada benda pipih di atas nakas samping tempat tidur. Dengan hati-hati ia membuka ponsel dengan logo Apple di belakangnya dan melihat gallery foto yang terdapat di dalamnya. Beruntung, ponsel itu tidak menggunakan pin atau finger print, jadi Imel dengan leluasa membukanya.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang