Chapter 23

5.6K 624 30
                                    

Ada sepotong sesal dalam diri, karena bersalah mencintai. Ada sebuah perih yang menggerogoti diri, karena ternyata berhasil menyakiti.

° Repotalove °

'Cinta buat saya simple. Asalkan kita nyaman, tidak perlu memandang atau mendengar apa kata orang. Cinta seharusnya memang nggak melihat perbedaan bukan?' Pengakuan Aksa Delvan Arion sudah membuktikan bahwasanya ia memang memiliki orientasi yang berbeda.

Baru hitungan sekon berita itu diposting. Responnya sudah sangat menggemparkan jagat entertaiment. Bagaimana tidak? Laki-laki yang terkenal bersuara emas penyuka binatang dan juga bintang itu mengakui bahwasannya ia adalah seorang gay.

Bukan hanya comment mempertanyakan kebenaran rumor. Tapi juga menyayangkan jika Aksa panutan banyak remaja ternyata hanya seorang dengan perilaku menyimpang. Bahkan video dan foto Aksa yang sudah tersebar di seluruh lapisan sosial media, sudah menjadi ejekkan atau lebih tepatnya Meme para haters.

Kemarin—saat Rinto mengetahui tentang artikel yang ditulis Imel—Ia langsung meminta Fandy untuk memberikan artikel itu padanya kemudian ia sendiri yang mengedit tulisan tersebut.

Hasilnya?

Pagi ini, satu Indonesia digemparkan oleh berita yang membuat sarapan pagi tidak lagi nikmat. Sepertinya hal yang disajikan oleh media lebih sedap untuk dinikmati.

Rinto tersenyum puas. Tangan besarnya tergenggam tepat di depan mulut. Mana kala melihat hasil yang dikirimkan oleh NMR pagi ini. Ia berhasil membawa nama indotainment mereka menjadi nomer satu, setidaknya saat Henry mengajukkan cuti. Rencana yang bagus bukan?

"Permisi, Pak," panggil Anggy dengan suara getir dan sorot mata takut. "Ada telepon dari pihak Sona Music Indonesia."

Rinto menyunggingkan senyum yang terlihat licik di mata Anggy. Kemudian merubah posisi duduknya yang tegap menatap layar komputer, menjadi bersandar.

"Kok ke saya? Paling mereka mau konfirmasi tentang penyanyi mereka 'kan?" tanya Rinto dengan santai. "Suruh tanya aja ke Imel."

Anggy speechless. Senyum getir tercetak di bibirnya begitu mendengar ucapan bernada menyalahkan dari atasannya. "Imel itu bawahan Bapak! Kalo Bapak lupa. Dan, sudah sewajarnya Bapak yang tanggung jawab soal ini."

"Tanggung jawab soal apa?"

"Bapak yang suruh Imel nulis artikel tentang Aksa 'kan?" tandas Anggy kemudian. Ia terpancing oleh sikap Rinto yang seenaknya. "Memang kalo bukan Bapak siapa lagi yang harus tanggung jawab?" Anggy mencoba menuntut pertanggung jawaban Rinto.

"Kamu coba ambil TOR yang sudah disetujui para Redaktur juga Pimred ke sini."

Anggy menggeleng. Matanya mulai memanas saat Rinto membahas Outline kerja yang harusnya dikerjakan Imel. Jelas sekali di sana tidak tertulis peringah apapun tentang hal ini.

Rinto bangkit dari duduknya dan mengambil langkah besar-besar meninggalkan ruangan yang kini hanya berisikan Anggy.

Anggy menyusul sang atasan. Saat ia hendak keluar, matanya bertemu dengan Fandy yang berwajah kusut sama dengannya disusul Surya yang berjalan di belakang Fandy.

"Kalian."

"Mau ke mana, Gy?"

Anggy diam. Matanya menyorot pada sosok yang duduk seperti berbincang dengan laki-laki yang sejak tadi bicara dengannya.

Reportalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang