Keesokan harinya setelah seharian menyelesaikan masalah di kantor polisi.
Di pagi hari, kita empat orang yang pertama menyerang dipanggil oleh pihak kampus.
Kita dikumpulkan di ruangan fakultas, semua sudah duduk di kursi yang mengitari meja bundar. Disini ada ketua prodi saya, dekan fakultas dan wakil dekan bagian kemahasiswaan.
Saya duduk bersebelahan dengan Panji, dan juga ada beberapa perwakilan dari senior aktifis kampus.
Dekan laki-laki mulai berbicara, dia menggunakan jas berwarna hitam "Selamat pagi semuanya"
"Pagi" semua menjawab
"Kita langsung saja ya, saya dapat info katanya kemarin terjadi tawuran antar kampus... Yang melibatkan banyak sekali mahasiswa kita. Jujur saja, saya sangat menyayangkan kejadian ini. Kampus kita dulu memang terdengarnya sangar, punya nyali besar... tapi itu dulu, sekarang udah ga zaman berantem gitu. Ternyata masih ada aja"
Kita semua terus mendengarkan.
"Di zaman modern ini, yang jago berantem udah ga kepake... Nih ya di dunia ini orang yang disegani itu cuman dua. Satu orang kaya, dan kedua orang berilmu" ujarnya "Nahh, kalian mau sejago apapun berantem di jalanan, disegani dimana-mana. Kalian bisa aja menjadi bawahan dua orang tersebut, semua pasti segan sama orang yang berilmu dan banyak harta. Kalian ini mahasiswa, sudah pasti berilmu, nah rezeki pasti mudah datang. Jadi gaperlu kalian berantem-berantem gitu apapun alasannya"
Kita semua mengangguk setuju. Memang benar apa yang dia katakan. Contoh saja lah, sejago-jagonya Mc Gregor berantem dia pasti patuh pada pelatihnya, karena pelatihnya berilmu tinggi apapun yang dia suruh pasti dituruti. Benar tidak?
Kemudian satu per satu dari kita ditanya soal kronoligis terjadinya tawuran. Dari awal datang berempat, nabrak mobil dan akhirnya berkelahi hingga tawuran besar. Mereka semua mentertawakan kita karena masalahnya hanya karena nabrak mobil, terlebih beda orang tidak sesuai target awal.
"Jadi kalianteh berantem gara-gara nabrak mobil?" tanya Kaprodi kami yang berjas coklat
"Hehehe... Iya Pak" balas saya "Saya yang nyenggol mobilnya, terus mereka nyalahin Panji. Si Panji marah-marah ke cewe itu karena ga ngerasa, terus dia lapor pacarnya, pacarnya dateng langsung berantem sama kita Pak"
"Aduuhh kalian ini ya... ada-ada aja" ujar Kaprodi "Yasudahlah, sekarang yang penting udah damai sama pihak sana. Jadi masalah sudah selesai, tapi tetap kalian gabisa bebas gitu aja. Kalian dapat surat peringatan dari prodi ya, kalo sekali lagi kalian berantem. Akan mendapat hukuman yang lebih berat dari prodi"
Saya dan Panji mengangguk setuju. Setelah beberapa lama membahas secara detail semua kronologis hingga selesai, kita keluar ruangan. Saya berjalan barengan dengan Panji.
"Ji, bahaya juga euy... Kalo kita berantem lagi bakalan jadi masalah gede, bahkan bisa di DO kita katanya" ujar saya
"Iya euy, mau gimana lagi Med... Udah terjadi ini hahaha"
Tiba-tiba ada yang menepuk bahu kita dari belakang. Kita menoleh ternyata dia senior yang tadi di ruangan, dia menggunakan jaket kulit coklat.
"Heh kalian!" ujar senior
"Ya? kenapa Kang?" balas Panji
"Siapa nama kalian? sama yang dua orang ga dateng"
"Saya Ahmed" ujar saya "Ini Panji, dan dua lagi Alfin sama Agung"
Dia tersenyum tengil "Saya bukan mau nakut-nakutin, cuman sekedar memperingatkan..." ujar senior "Kejadian kemarin itu, sudah tersebar kemana-mana, senior sudah banyak yang tau... dan tau kira-kira apa yang mereka rasakan sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay On My Way
Non-Fiction(Serial kedua dari Cinta, Sepak Bola dan Persahabatan) Berdasarkan kisah nyata penulis saat di bangku kuliah semester awal. Catatan remaja bernama Ahmed setelah lulus SMA. Ia mencoba menahan diri untuk tidak kembali ke jalan hidup seperti masa SMA...