20. Menyesal?

58 3 0
                                        

Berangkatlah kita menggunakan mobil polisi ini. Sementara mereka yang berkumpul di bubarkan polisi.

Sampailah saya di kantor polisi, sudah terlihat banyak teman-temanku disana sekitar 20 orang, mereka sedang diberikan hukuman push-up oleh polisi. Entah kapan mereka ditangkapnya.

Lalu keluarlah saya dan Panji dari mobil polisi. Semua teman langsung mendatangiku.

"Med gimana Med?"

"Aman Med?"

"Si Panji ada nih!"

Mereka semua mengkhawatirkanku, salah satunya si Hadi.

"Naha bisa bareunang Di?" tanya saya pada Hadi (kenapa bisa pada ketangkap?)

"Iya, kitamah ketangkap pas masih di kampus sana, telat dateng, pas baru pisan beres kalian tawuran, nah kita dateng, ehh langsung diciduk dibawa kesini"

"Euhh, pantes atuh" balas saya

Entah kenapa, tiba-tiba muncul rasa tidak enak dalam diriku setelah melihat beberapa teman yang terlibat dan dihukum disini.

"Sekarangmah kita gabisa ngapa-ngapain lagi Med... Ternyata bener mereka lapor polisi. Emang pengecut!"  ujar Hadi

Saya mengangguk.

"Terus si Alfin mana Med? Kalo Si Agungmah udah ada di dalem"

"Ohh bagus lah, gatau euy si Alfin kemana" balas saya

Lalu satu polisi menghampiri kita "Ayo masuk kedalam"

Kemudian saya dan Panji masuk ke dalam, kita di giring ke semacam ruang introgasi. Di ruangannya terdapat sofa panjang yang memutar dan satu meja kecil di tengahnya. Disana sudah ada Agung.

"Ehh Gung!" ujar Panji

Kita duduk bertiga di sofa itu "Mana si Alfin?" tanya Agung

"Gatau" balas Panji

"Titadi urang didieu ditanyaan wae cenah, mana opat jelema anu datang mimiti nyerang?" kata Agung (Daritadi saya disini ditanyain terus mana empat orang yang pertama nyerang?)

"Pantesan polisi pada tau nama kita berempat" balas saya

"Udahlah, sekarangmah hubungi aja si Alfin supaya kesini" balas Agung

Kita bertiga terus menerus menelfon Alfin tapi sama sekali tidak diangkat. Entah kemana itu bocah.

Setelah beberapa lama polisi mulai masuk, dia datang dengan si cowo berbaju merah ati dan pacarnya. Dua orang itulah sumber terjadinya konflik. Lalu diikuti oleh Pak Deri, Dekan mereka yang sempat berdiskusi dengan kita dan juga beberapa orang temannya. Mereka semua duduk di hadapan kita bertiga.

Selang beberapa waktu datang dua orang dosen laki-laki jurusan saya. Satu berbadan tinggi besar dan satunya kekar dan berkacamata.

Entah kenapa perasaanku sudah tidak terlalu kesal sekarang. Melihat keadaan ini rasanya saya sudah sangat banyak merugikan orang. Dari teman-teman saya yang ikut tawuran hingga terluka dan dihukum, mobil orang yang hancur, senior-senior saya ikut terlibat, bahkan dosenpun ikut mengurusi masalah ini.

Sekarang, saya mirip seperti saya yang dulu, orang yang mudah dikendalikan amarah, orang yang selalu mengikuti rasa benci dan orang yang senang menyelesaikan masalah kekerasan.

Melihat keadaan ini, saya sadar. Saya telah gagal total menahan diri untuk tidak kembali seperti dulu lagi.

***

Akhirnya polisi masuk ke ruangan ini "Oke... Ini udah semua kan? Kita mulai aja ya" ujar Polisi

"Kita mulai dari kronologisnya aja ya, menurut keterangan dari pelapor, katanya pihak dari kalian..." dia menunjuk saya "Langsung datang dengan rombongan sekitar 50 orang, dan ada gesekan dengan cewe karena ada yang nabrak mobil. Cewe itu lapor ke pacarnya dan terjadilah perkelahian"

Stay On My WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang