Hari demi hari, saya semakin bingung bagaimana bersikap di lingkungan kuliah ini. Beberapa teman sedikit menjauh dariku karena kemarin sama sekali tidak membatu saat temanku di kroyok. Bahkan ada yang menganggap saya tidak peduli pada teman, tidak kompak dan egois sendiri.
Tapi, apapun yang terjadi, sebesar apapun tekanan yang ada saya harus bersabar dan bertahan pada pendirian. Walaupun sekarang saya merasa kehilangan teman.
Di pagi hari yang cerah ini saya berkuliah seperti biasa. Pertama kita berkuliah tenis meja di gor tenis indoor. Jujur saja, saya ini paling kesulitan bermain satu cabang olahraga ini. Entah kenapa kadang pukulan saya terlalu keras, ga kena, atau bahkan mengenai kepala orang.
Dalam kuliah ini ada sistem peringkat, yaitu dari yang terhebat sampai yang terlemah. Jumlah meja sampai ke 15. Dan yaa, masih bersyukur saya berada di meja lima. Lima belas maksudnya hehehe. Meja teratas di duduki oleh Rivaldi sebagai komdak baru kita, dia berdua dengan si songong Jefry. Dia selalu mengejek pemain lainnya kalo kalah sama dia, banyak yang kesal ke dia tapi apa boleh buat dia emang jago.
Setelah melakukan pemasan kita semua mulai bermain, tapi kali ini seriap meja bisa menantang pemegang meja lainnya. Saya bermain seperti biasa di meja 15 dengan temanku. Terdengar ke angkuhan si Jefry karena menang lagi di meja satu.
"Ahhh loe! kaga bisa main udah mending jadi tukang pijit gua aja!" ledek Jefry kepada yang dia kalahkan
"Bacot loe Jep!" balas dia
Saya berkata pada Reinhard teman duelku "Itu si Jefry belagu gitu ya, tuman euy harus ada yang kalahin"
"Emang songong banget tu bocah Med, si Rivaldi sama si Ical aja yang paling jago menang sekali kalah lagi" balas Reinhard
Saya terdiam sejenak, lalu berdiri tegak sambil berkata "Biar saya yang lawan!"
Reinhard tertawa terbahak-bahak "Yaahh elu lagi Med! Passingnya aja masih ngaco udah sosoan hahaha"
"Ahh bae, kajeun" ujar saya sambil berjalan ke Jefry (Biarin, gapeduli)
Sampailah saya di meja satu "Heh bocah!" ujar saya sambil menunjuk Jefry "Ayo lawan saya!"
Dia tertawa tengil "Yaahh elu Meeed, mending loe pijitin gua aja dah daripada malu!" balas Jefry "Meja berapa sih loe?"
"Gapenting lah meja berapa"
"Wahh so keren loe! Ayo maen lah"
Kita berdua mulai berhadapan di depan meja berwarna biru ini "Sok bola ti maneh we" ujar saya (Bola dari kamu we)
Dia bersiap melakukan servis. Bola dilempar sedikit ke atas oleh dia kemudian dia melakukan smash keras ke arah kanan. Saya segera bergeser dan melakukan pukulan balik. Bola berhasil saya balikan dengan baik mengarah ke kiri. Beberapa orang disekitar mulai menonton kita yang sedang bermain.
Jefry melakukan pukulan lagi ke arah tengah dengan keras, lalu saya melangkah mundur mengatur posisi. Bola mulai datang dengan kencang, ke arah tengah, dengan cepat saya pukul bola itu dengan teknik back hand Taakk!! Bola meluncur keras kearah pojok kanan. Jefry tidak mampu menahannya, akhirnya satu poin untuk saya.
Saya semakin serius bermain, entah kenapa saya mendadak jago hingga berhasil mencetak dua poin
"Weeyyy!!! Si Ahmed jago euy!"
"Lumayan juga nih seruu!!"
Beberapa orang ikut bersemangat menonton saya. Jefry mulai tegang sekarang "Waduhh boleh juga loe Med!"
Saya hanya tersenyum tengil. Sekarang bola servis berpindah padaku. Saya melihat kanan kiri lumayan banyak juga yang menonton, mungkin mereka merasa kesal karena ke tengilan Jefry, dan tidak menyangka saya yang berada di meja paling terakhir bisa menngalahkan si songong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay On My Way
No Ficción(Serial kedua dari Cinta, Sepak Bola dan Persahabatan) Berdasarkan kisah nyata penulis saat di bangku kuliah semester awal. Catatan remaja bernama Ahmed setelah lulus SMA. Ia mencoba menahan diri untuk tidak kembali ke jalan hidup seperti masa SMA...