Sudah tiga hari Adiba sholat istiqoroh meminta kemantapan hati. Adiba semakin yakin dan mantap untuk menerima perjodohan kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, wajah Ghifari selalu hadir dalam mimpi-mimpinya.Adiba pun menemui kedua orang tuanya untuk memberitahu jawaban darinya atas tawaran orang tuanya untuk menikah dengan laki-laki pilihan mereka.
"Umi, Adiba mau ngasih jawaban soal perjodohan itu" ujar Adiba menghampiri Umi dan Abinya di ruang keluarga.
"Bagaimana? Kamu menerimanya?" tanya Mustafa.
"Iya, Abi. Insya Allah, Adiba menerimanya" jawab Adiba pelan.
"Alhamdulillah, Umi akan mengabari tante Shofiyah. Karena Ghifari ada di Bandung jadi biar dia bisa mengatur waktu untuk pulang" sela Rina.
"Iya, Mi. Atur aja kapan waktunya. Adiba berangkat kuliah dulu. Assalamualaikum" pamit Adiba meninggalkan kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam" jawab Abi dan uminya serempak.
------------
Setiba di kampus. Adiba menghampiri sahabatnya. Apa aku harus cerita ke mereka ya soal perjodohanku?
'Ah, jangan dulu. Kalau sudah fix lamaran, baru aku akan cerita'. Batin Adiba sambil melihat sahabatnya yang tersenyum kepadanya.
"Diba, nih ada undangan dari teh Eva. Dia mau walimah" ujar Dini sambil menyerahkan undangan kepada Adiba.
"Walimahnya di Bandung, jauh amat" gumam Adiba sambil membuka plastik undangan untuknya.
"Teh Eva kan, emang orang Bandung" sela Dini.
"Aduh, kita jangan sampe nggak datang. Teh Eva udah beliin tiket untuk kita bertiga, lho" sambung Laras penuh semangat.
Eva adalah kakak tingkat sekaligus sahabat mereka. Karena Eva sempat cuti setahun kuliah karena sakit makanya dia jadi seangkatan dengan Adiba.
"Terus kita nginep di mana?" tanya Adiba polos.
"Adiba!! Ya, di rumah teh Eva lah" jawab Dini dan Laras serempak.
Adiba melihat lagi undangan di tangannya.
'Tanggal 12 artinya seminggu lagi. Semoga aja nggak barengan dengan jadwal pertemuan ku dengan mas Ghifari' batin Adiba."Kamu bisa kan, Diba?" tanya Laras melihat Adiba terpaku sedang menatap undangan.
"Iya. Iya. Insya Allah" jawab Adiba kaget. Laras dan Dini tersenyum kecil melihat tingkah Adiba yang aneh.
---------------
[Ghi, tante Rina ngabarin Umi kalau Adiba mau dijodohin sama kamu. Jadi kapan kamu bisa pulang untuk ta'arufan ?] telpon Shofiyah.
[Hmm. Kalau minggu ini nggak bisa, Mi. Teman Ghi mau walimah. Ghi mengaji di acara akad nikahnya. Kalau setelah itu mungkin Ghi baru bisa pulang. Gimana kalau langsung lamaran aja, Mi ?]
[Apa nggak terlalu terburu-buru Ghi ?]
[Ghi dan Diba kan, udah tau info masing-masing tentang kita. Kalau dia udah setuju juga. Ngapain ketemuan cuma untuk ta'aruf lagi, Umi. Jarak Ghi jauh, nanti malah susah cari waktu lagi] saran Ghifari.
Shofiyah berpikir tentang saran putranya. Benar juga. Karena anaknya lagi sibuk menyelesaikan skripsinya, tentu sulit sekali kalau harus bolak-balik Bandung-Palembang.
[Iya, Ghi. Nanti Umi sampaikan sama Abi dulu bagaimana baiknya. Sudah dulu, ya. Assalamualaikum] tutup uminya.
[Waalaikumsalam] balas Ghifari.
Ghifari tersenyum lebar sambil memandang ponselnya. Mendengar kabar bahwa Adiba telah menerima perjodohan itu, hati Ghifari merasa sangat bahagia.
"Wah...wah ada yang lagi bahagia kayaknya" goda sahabat Ghifari.
Ghifari menoleh ke sumber suara. "Kamu tuh yang lebih bahagia, bentar lagi mau melepas masa lajang" balas Ghifari tidak mau kalah.
"Iya...iya. Tapi kayaknya kamu nggak lama lagi bakalan menyusulku. Benar, kan?"
Ghifari hanya tersenyum belum mau cerita banyak dengan sahabatnya itu sebelum dia resmi melamar calon istrinya, Adiba.
Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku LDR-an (END)
General FictionMenikah tapi masih kuliah?? Why not?? Adiba Maharani menerima tawaran menikah dari orang tuanya meskipun dia dan calon suaminya masih kuliah. Jarak yang terpisah antara Palembang-Bandung setelah menikah tidak membuat salah satunya mengalah untuk mem...