Gayung bersambut, kedua orang tua Adiba dan Ghifari juga menyetujui kesepakatan anak-anak mereka. Setelah acara lamaran selesai, Ghifari kembali lagi ke Bandung melanjutkan skripsinya, agenda mengaji di beberapa walimahan dan mengurus usaha kulinernya.
Akad nikah mereka pun ditentukan dua minggu ke depan setelah lamaran. Adiba belum memberitahu sahabatnya bahwa dia telah dilamar dan akan menikah dua minggu lagi.
"Eh, lihat tuh Teh Eva diantar sama suaminya, so sweet banget" ujar Dini melihat Eva turun dari mobil.
"Baper" ledek Adiba.
"Teh Eva! Apa kabar, pengantin baru" goda Laras.
"Enaknya udah ada yang mengantar" sambung Dini ikut menggoda Eva.
"Kalian apaan, sih" Eva tersenyum malu.
"Teh kenalin kita dong sama teman Aa yang mengaji di akad nikah Teteh kemarin" lirik Dini.
Adiba hanya diam melihat tingkah sahabatnya yang ngefans sama Ghifari.
"Oh, Aa Ghifari. Dia mah udah melamar akhwat dari Palembang. Dua minggu lagi kata Aa Dzaki mau menikah" jelas Eva. Dini dan Laras terkejut dan saling tatap.
Deg. Jantung Adiba berdetak kencang mendengar kalimat Eva, tetapi Eva tidak menyadari bahwa calon Ghifari ada di sampingnya.
"Siapa, Teh?" tanya Laras penasaran.
Eva menggeleng. "Aa nggak mau ngasih tahu, itu juga pesan dari Aa Ghifari untuk merahasiakan. Karena katanya cuma akad dulu resepsinya nyusul"
Adiba menarik napas lega ternyata Eva belum mengetahui siapa gadis yang dilamar Ghifari.
"Siapa ya akhwat itu? Beruntung banget, ya" Dini ikut penasaran.
"Kalian mau tau siapa dia?" sela Adiba tersenyum.
"Siapa?" tanya mereka bertiga serempak.
"Ini" Adiba mengarahkan kedua jempolnya ke arah dadanya.
"Kamu ngarep juga, ya, Diba" ledek Dini. Adiba hanya tertawa kecil.
"Patah hati sebelum jatuh hati ini namanya" celetuk Laras.
"Udah ah mikirin ikhwan yang belum halal dosa tahu" sela Eva.
"Cie yang udah punya kekasih halal" goda Dini.
Eva bergegas berjalan meninggalkan ketiga sahabatnya bisa panas telinganya diledek terus.
"Ayang bebeb tungguin kita, dong" teriak Adiba menggoda Eva.
Dini dan Laras tertawa cekikikan di belakang Adiba.
----------
"Diba, umi dapat kabar dari umi Shofiyah kalau Ghifari sakit di sana" kata Rina muncul dibalik pintu kamar Adiba.
Adiba menghentikan aktivitas membaca bukunya terkejut mendengar kabar dari uminya.
"Sakit apa, Mi?" tanya Adiba cemas.
"Ya, umi nggak menanyakan pastinya sakit apa, tapi nggak sampai diopname, kok" jawab Rina.
Adiba hanya terdiam sejujurnya dia merasa khawatir dengan keadaan Ghifari tapi dia harus bagaimana mereka kan belum halal.
"Kamu nggak coba telpon Ghi menanyakan bagimana kabarnya" Rina memandang wajah khawatir putrinya.
"Mm, Umi aja ah yang telpon" elak Adiba.
"Ya, udah kalau nggak mau. Masa umi yang nanyain kan yang mau nikah sama Ghi kan kamu" tolak Rina lalu keluar dari kamar Adiba.
Adiba lalu mengambil ponselnya. Dia menimang-nimang ponselnya ragu mau menghubungi Ghi, tapi akhirnya dia letakkan kembali ponselnya di atas nakas.
"Semoga engkau lekas sembuh mas. Aku hanya bisa mendoakan saja, aku gugup kalau harus bicara langsung denganmu" bisik Adiba.
-----------
[Ghi, umi udah ngabari Adiba kalau kamu lagi sakit. Dia udah hubungi kamu belum?] tanya Shofiyah menelpon Ghifari.
[Umi! Kenapa kasih tahu Adiba segala. Ghi kan cuma demam saja] ujar Ghifari sedikit marah. Dia tidak mau membuat Adiba khawatir.
[Ya, nggak ada salahnya, kan dia calon istrimu. Adiba nggak telpon kamu?] tanya Shofiyah lagi.
[Nggak] jawab Ghifari.
Memang belum ada telpon dari siapapun selain uminya ketika dia sakit. Adiba tidak akan menelponnya karena dia tahu siapa gadis itu. Tapi di dalam hatinya Ghifari berharap bisa mendengar suara Adiba.
"Sembilan hari lagi pernikahanku semoga besok kondisiku sudah pulih, karena lusa harus berangkat ke Palembang" batin Ghifari.
Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku LDR-an (END)
General FictionMenikah tapi masih kuliah?? Why not?? Adiba Maharani menerima tawaran menikah dari orang tuanya meskipun dia dan calon suaminya masih kuliah. Jarak yang terpisah antara Palembang-Bandung setelah menikah tidak membuat salah satunya mengalah untuk mem...