Kamu kuliah jam berapa hari ini?” tanya Ghifari sambil menyeruput teh buatan Diba.
“Jam 10, Mas. Oya, Mas masih lama di sini, kan?” tanya Adiba sambil melihat Ghifari.
Ghifari berdiri dari tempat duduknya lalu mendekati Adiba yang masih berdiri di dekatnya. Ghifari kemudian melingkarkan tangannya di pinggang ramping Adiba.
“Kenapa? Kamu mau Mas cepat pergi, ya?” tanya Ghifari sambil menatap wajah Adiba. Dia mendekatkan wajahnya ke arah wajah Adiba, hingga wanita itu bisa merasakan hembusan napas suaminya.
“Ya, nggaklah, Mas. Diba maunya Mas lama di...” Ghifari sudah mencium bibir Adiba sehingga dia tidak bisa berbicara lagi.
“Paling lama satu minggu, Sayang” ucap Ghifari tersenyum setelah melepas ciumannya.
Adiba hanya terpaku menatap wajah tampan suaminya. Dia begitu kaget mendapat morning kiss dari suaminya.
“Diba, kok bengong. Mau dicium lagi?” goda Ghifari tersenyum sambil menjawil hidung mancung Adiba.
“Ih, Mas Ghi mulai genit, ya” Adiba mencubit pinggang Ghifari.
“Aw!! Sakit, Sayang” seru Ghifari meringis sambil memegang pinggangnya.
Adiba sudah berjalan menjauh dari Ghifari, tapi baru satu langkah tangannya sudah ditarik oleh Ghifari. Diapun jatuh ke dalam pelukan Ghifari.
“Mau ke mana? Kamu harus mendapat balasan karena sudah mencubit Mas” tatap Ghifari nakal.
“Mas, Diba kan refleks aja” jelas Adiba jantungnya berdebar merasakan suaminya semakin mengeratkan pelukannya.
“Mas” panggil Adiba melihat Ghifari yang terus menatapnya.
Mata Adiba terpejam karena Ghifari sudah mendaratkan ciumannya lagi dan kali ini lebih lama. Adiba hampir saja ikut terlena karena menikmatinya juga. Kalau tidak mendengar suara pintu kamar mereka diketuk, mungkin aktivitas intim mereka akan berlanjut di atas tempat tidur. Mata mereka lalu sama-sama terbuka setelah mendengarkan suara ketukan di pintu kamar. Ghifari segera melepaskan ciuman hangatnya.
“Ghi, Adiba sarapan sudah siap. Kalian nggak lapar?” panggil Shofiyah.
“Iya, Mi. Nanti kami menyusul” sahut Ghifari tersenyum salah tingkah menatap Adiba.
“Kita lanjutkan nanti malam” ujar Ghifari berbisik. Pipi Adiba merona merah mendengar ucapan suaminya.
“Ayo, kita udah ditunggu umi” lanjut Ghifari sambil menggandeng tangan Adiba.
----------
“Din, lihat tuh Adiba diantar sama suaminya” tunjuk Laras melihat Adiba turun dari mobil dan mencium punggung tangan Ghifari. Dini melihat ke arah yang ditunjuk Dini.
“Nanti pulangnya telpon Mas, ya. Assalamualaikum”
“Iya, Mas. Waalaikumsalam” Ghifari masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan Adiba.
“Cie nggak jablay lagi, nih” goda Dini ketika Adiba menghampiri mereka.
“Apaan, sih. Cuma satu minggu doang. Setelah itu jablay lagi” ujar Adiba sedih.
“Udah nggak usah mewek, dinikmati aja satu minggu ini. Buat Mas mu itu tidak bisa melupakan kamu selama satu minggu ini. Jadi nanti dia bawaannya mau pulang melulu karena rindu berat” ujar Laras cekikikan.
“Yeay, bisa habis duit suamiku kalau pulang terus” ledek Adiba.
“Ya, harus berkorban dong demi ayang. Masa nggak mau” cibir Dini.
“Aku juga bingung, Din. Apa kami harus seperti ini seterusnya” gumam Adiba pelan.
“Jalani aja, Diba. Kalau Mas Ghi selesai kuliah, dia akan balik ke sini, ya nggak” toleh Dini ke Laras meminta pendapatnya.
“Iya, apa yang Dini bilang itu benar, Diba. Kamu yang sabar aja. LDR lebih romantis, lho kalau udah lama nggak ketemu” sambung Laras.
“Kayak kamu udah pengalaman LDR-an aja” ledek Adiba melihat ke arah Laras.
“Mas Ghi punya usaha di Bandung. Apa mungkin dia mau meninggalkannya” lanjut Diba sedih.
“Bicara berdua aja, Diba. Bagaimana baiknya, kan kalian berdua yang menjalaninya” saran Dini.
“Eh, Teh Eva mana? Coba kamu minta pendapatnya. Dia kan LDR-an juga” sela Laras.
“Iya, deh. Jazakillah, kalian memang sahabat terbaikku” Adiba memeluk Dini dan Laras.
Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku LDR-an (END)
Ficțiune generalăMenikah tapi masih kuliah?? Why not?? Adiba Maharani menerima tawaran menikah dari orang tuanya meskipun dia dan calon suaminya masih kuliah. Jarak yang terpisah antara Palembang-Bandung setelah menikah tidak membuat salah satunya mengalah untuk mem...