Special Chapter 3

2.6K 349 12
                                    


















Pria itu menyentuh tubuh wanita yang sudah tidak bernyawa dengan tangan yang bergetar hebat, air mata yang menetes sudah tidak ada artinya lagi.

   Isakan tiada henti ia lontarkan, tangannya mengepal untuk menyalurkan amarahnya. Mulutnya terus berucap, mengutuk dewa yang terus memberi musibah beruntun untuknya.

   "Pangeran Teyron!"

   Pangeran Teyron menengok dengan wajah sembab dan menemukan Ratu Soraya yang berjalan dari arah depan. "Tidak Pandora, jangan tinggalkan aku begini." Pangeran Teyron memeluk Jennie erat, dirinya semakin terisak ketika telinganya tidak bisa mendengar detak jantung dan deru nafas teratur Pandora.

   Tubuh Ratu Soraya limbung, kaki nya melemas dihadapan putranya yang memeluk tubuh tak bernyawa pandora. Para dayang mencoba menahan tubuh sang Ratu, tapi Ratu memberontak yang berakibat dirinya ikut bersimpuh di tanah.

   Isakan itu terdengar perlahan, diselingi sekelebat angin dan gerimis. Alam juga ikut menangisi kepergian Pandora.

   "Kenapa kau pergi Pandora? Kau tidak bisa meninggalkan kami!" Ratu Soraya mengguncangkan tubuh Pandora yang tidak berdaya.

   Matanya melirik luka tusukkan di perut Pandora, kemudian teralih ke Pedang berlumur darah di belakang tubuh Pangeran Teyron.

   Ratu Soraya menatap tajam Pangeran Teyron, "Apa yang kau lakukan hah?!" tangannya mencengkeram kuat kerah pakaian Pangeran Teyron.

   "Apa yang kau lakukan." Pangeran Teyron menangis, hingga cengkeraman itu melemah.

   "Aku yang membunuhnya, biarkan aku mati saja Ibu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sekarang baru terasa, kehilangan menyadarkan kita tentang banyak hal. Bagaimana seharusnya kita menghargai orang yang kita sayangi, bagaimana rasanya mencintai akan terasa jika orang itu pergi, menyisakan perasaan nyeri luar biasa di ulu hati.

   Pangeran Teyron menatap jendela kamarnya dengan tatapan sendu. Hujan tidak kunjung reda sejak dua hari pemakaman Pandora.

   Sesekali ia tengok kuburan yang berderet, salah satunya merupakan tempat peristirahatan terakhir Pandora.

   "Sepi ya."

   Pangeran Teyron terkejut dan menoleh ke belakang dengan cepat. Di belakangnya, berdiri seorang gadis asing dengan gigi kelinci.

   "Sekarang kastil ini sangat menyedihkan, seakan warna nya hilang di bawa pergi oleh mereka." gadis itu ikut menerawang dari jendela, menatap tiap tetes hujan yang menimbulkan genangan di tanah.

   Taeyong menghela nafas. Benar, seolah kastil ini tak lagi berwarna. Dimana teriakan Pangeran Christoper? Dimana tawa jahil Pangeran Jason? Dimana senyum cerah Pangeran Damian? Dimana gadis cerewet yang membawa seluruh hatinya?

   "Aku Nassia, aku teman rahasia Pandora." Pangeran Teyron menoleh, menatap terkejut ke arah Nassia.

   "Aku seorang peri. Dewa mengutusku untuk menemani Pandora menjalankan misinya." Nassia tersenyum kecut.

   "Aku yang selalu menemani nya, Pandora selalu menceritakan apa yang ia rasakan padaku. Kami adalah sahabat dekat." Nassia mulai berkaca-kaca.

   Pangeran Teyron menunduk, bukan hanya ia yang merasa kehilangan. Tapi seluruh penghuni kastil.

   "Kau tahu? Pandora bilang, ia tinggal di bumi sebelumnya. Dewa menjanjikannya bisa kembali ke bumi jika misinya selesai."

   Pangeran Teyron terkejut, sepertinya ia menemukan sebuah jawaban. "Bisakah aku kesana?"

Pandora ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang