Bagian 4

1.6K 131 8
                                    

_Arslan POV_

Semakin hari semakin jiwaku ini tidak tenang. Segala bentuk peribadatan yang ku lakukan semakin kosong dan hampa. Seakan aku menjadi manusia paling berdosa berada di masa-masa transisi seperti ini. Waktu setelah makan malam adalah waktu kita untuk saling bercerita antar anggota keluarga. Aku rasa ini adalah waktu yang tepat untukku utarakan keinginannku.

"Bagaimana denganmu, Ar? Ada kabar apa darimu? Papi perhatikan dari tadi ni banyak diam. Ayo berbagi, Ar." Ucap papi mempersilahkan.

"Wo ingin seperti Koko Ahmad." Ucapku.

"Baguslah, Ar. Tiru kokomu itu. Sudah sukses di usia muda." Jawab mami.

"Wo ingin masuk islam, mami, papi." Ucapku akhirnya dengan nada berat. Semuanya diam. Tidak ada yang merespon ucapanku.

"Mana bisa ni masuk islam? Semua orang sudah tau kalau ni akan menjadi ..." Ucapan papi terpotong olehku.

"Wo semakin hari semakin tidak tenang, Pap. Semakin wo pelajari justru membuat wo ingin meninggalkannya. Wo merasa menjadi manusia berdosa saat ini. Dan wo temukan ketenangan atas kegelisahan wo di Islam. Maafkan wo memotong omongan papi." Ucapku mantap.

"Seberapa yakin ni mau masuk islam? Wanita muslimah mana yang membuatmu seperti ini?" Kini giliran mami yang bertanya tanpa menatapku.

"100% wo yakin, Mam. Tidak ada wanita disini. Semua ini pure karena wo tidak temukan kedamaian di agama ini, Mam. Wo sudah cerita ke Ko Ahmad. Ko Ahmad meminta wo untuk memantapkan hati terlebih dahulu dan katakan pada mami dan papi." Jawabku dengan mantap.

"Ko Arslan.. Jika koko masuk islam, bagaimana nanti koko akan menikah? Koko kan tidak bisa dekat dengan wanita. Itulah mengapa Papi meminta Koko menjadi sorang buddharma. Supaya Koko tidak perlu menikah." Kini giliran adik perempuanku yang manis yang menyatakan kekhawatirannya.

"Koko minta Ko Ahmad carikan muslimah yang siap menerima kekurangan kokomu ini, Flo. Koko mau sembuh dan koko mau terapi lagi."Jawabku mantap.

"Benarkah itu, Ar? Ni mau terapi lagi? Ah mami senang dengarnya Ar. Supaya ni bisa hidup dengan tenang seperti lelaki normal lainnya." Ucap mami sumringah.

"Semangat ini muncul ketika wo melihat cahaya Islam di masa depan wo, Mam. Karena di Islam mana mungkin wo membujang." Ucapku sedikit ku beri candaan di akhirnya untuk mengurangi ketegangan di meja makan ini.

"Baiklah, Ar. Jika memang keputusan ni sudah bulat untuk berislam. Ni sudah besar. Kami mendukung apapun yang membuat ni bahagia, Ar. Ni tetap anak papi dan mami walaupun kita sudah berbeda keyakinan. Dan satu lagi, Ar. Ni harus belajar bahasa Indonesia. Bagaimana jika muslimah yang kokomu bawa nanti tidak bisa bicara mandarin?" Ucap papi dengan serius namun hadirkan tawa diujungnya.

"Benarkah, Pap? Papi tidak becanda kan? Papi tidak akan mengirim orang suruhan Papi untuk membunuh wo kan?" Pertanyaan maratonku dengan bahagianya.

Papi tersenyum sambil mengangguk.

"Papimu benar, Ar. Kebahagiaan ni adalah kebahagiaan bagi kami. Ni sudah dewasa dan ni dapat memilih masa depan ni sendiri." Sambung mami.

"Ko Ahmad islam, Ko Arslan sebentar lagi Islam. Flo juga mau masuk Islam juga deh." Ketus Florentia, adikku.

"Tarik ucapan ni, Flo. Jangan sembarangan memutuskan untuk masa depan ni. Pikirkan baik-baik. Tidak akan mami izinkan ni jika alasannya hanya itu." Mami memarahi Flo.

"Mengapa Flo berbeda? Huh. Tapi wo juga bahagia kalau lihat Ko Arslan bahagia. Ko Arslan tetap kokonya Flo." Ucap Flo akhirnya setuju.

"Xiexie Papi, Mami, adikku yang cantik. Iya Pap, Wo akan belajar bahasa indonesia. Dan wo akan sembuh dari kelainan wo ini. Trimakasih. Wo akan tetap jadi anak Papi dan Mami. Wo tidak akan meninggalkan Papi dan Mami. Wo janji." Ada tangis haru namun juga semangat yang bergemuruh dalam ucapanku. Akhirnya aku Arslan Nam akan berislam.

Setelah makan, aku tidak sabar menelepon Ko Ahmad. Dan menyampaikan berita bahagia ini. Aku juga meminta Ci Nisa untuk ke San Keuw Jong untuk sedikit banyaknya mengajari aku berbicara bahasa indonesia. Mereka setuju dan akan segera temui aku.

"Ko Ahmad. Sudah dapatkah muslimah yang mau dengan wo?"

^^Sulit koko dapatkan, Ar. Ini ada satu orang muslimah. Koko kirimkan ya fotonya dan koko jelaskan orangnya seperti apa.^^

"Baik, Koko."

Akhirnya aku melihat foto muslimah itu. Muslimah itu cantik sekali namun make up nya sangat mengangguku. Dia juga seorang wanita yang maskulin sepertinya aku tidak cocok dengannya. Setelah Ko Ahmad mengirimkan beberapa profil muslimah tidak ada satu wanita pun yang dapat membuatku jatuh hati. Ko Ahmad pun tidak memaksaku untuk mau dengan wanita yang ia kenalkan tersebut. Aku masih bersabar, Koko. Tetapi aku sudah tidak sabar masuk Islam.

______________

wo = saya

ni = kamu

xiexie = terimakasih

koko = kakak laki-laki

cici = kakak perempuan

San Kew Jong = Singkawang (berada di Kalimantan Barat)


Keep happy reading, guys :)

Koko MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang