Bagian 28

889 65 0
                                    


Taiwan...

"Where is Hamas. Sir, where is Hamas, sir?" Kim langsung mengguncang ketua tim pencarian. Tak lama Kim mendapatkan sosok Hamas.

"Hamaaasss. Kamu tidak apa-apa? Kamu selamat?" Ucapnya dengan riang penuh syukur.

"Hp, tolong HP." Ucapnya lirih. Disaat seperti ini ia malah mencari alat komunikasinya.

"Kau bercanda. Kau harus segera dibawa ke rumah sakit. Please bring him to hospital, Now." Kim teriak meminta bantuan. Sedangkan ambulans sudah Kim panggil sejak tadi.

"Please, Kim." Ucap Hamas meminta.

"Okay, nanti di ambulans akan ku berikan." Hamas terus memegang tangan Kim. Mungkin Hamas memastikan bahwa Kim akan ikut dengannya supaya dapat memberikan gawainya.

Sesanpainya di ambulans, selagi mobil ini melaju Kim memberikan gawainya. Ternyata Hamas ingin direkam. Kim mencoba merekam Hamas menggunakan gawainya.

"Hello, sayang. Ade jangan menangis ya jika mas tidak bisa membersamai ade lagi. Sepertinya mas lebih rindu bertemu Allah dibanding bertemu denganmu, sayang. Ah padahal kita punya rencana besar esok hari."

Eeuukkkk. Hamas memuntahkan isi perutnya yang disertai keluarnya darah yang cukup banyak. Kim tidak tahan melihat Hamas berusaha kuat di depan kamera.

"Ade cantik, ade selalu menjadi wanita tercantik untuk Mas. Kecantikan ade terpancar dari hati ade. Janji ya de. Jangan menangis. Pertemuan di dunia hanya sementara, De. Semoga Allah pertemukan kita di surga, De. Ingat cita-citamu yang dari dulu terus ade katakan kepada mas dan teman-teman. Bahwa ade ingin menjadi penghafal Al-Quran. Itu momen pertama kali mas mengenal ade dan tertarik dengan ade. Jadilah penghafal Al-Quran, De. Jangan pernah tinggalkan al-matsurot pagi dan muroja'ah pasca subuh. Mas akan selalu membersamai ade di hati ade. Tautkan terus hati ade kepada Mas."

Eeuukkkk. Hamas kembali memuntahkan Darah. Kim geram melihatnya karena ia melepas oxygennya.

"Hamas please stop it. You must get more oxygen Hamas. You will not die, Now. Please Hamas. Use it." Kim mengenakan oxygen pada muka Hamas.

Hamas terlihat sedikit tenang. Tak lama Hamas kembali membuka oxygennya.

"Sayang. Ada kotak biru di lemari, jangan pernah ade buka. Berikan kotak itu kepada suami ade selanjutnya. Mas mohon teruslah berbahagia. Dan kotak merah. Bukalah kotak merah itu. Itu hadiah sidangmu yang belum sempat Mas berikan. Mas terlalu malu saat itu. Maafkan mas belum bisa beri kebahagiaan seutuhnya untuk ade. Sampaikan salam mas untuk kedua orangtuamu. Maaf mas tidak bisa membahagiakanmu. Maaf mas tidak bisa mengantarkan kamu menemui orangtuamu kembali. Dan tolong katakan pada Arshlan, ia tidak perlu memukuli mas mu. Karena mas yakin. Ade kuat dan tidak akan menangis. Allah lebih ade cintai dibandingkan Mas. Ade janji ya? Uhibbuki fillah, De."

Kemudian oxygen Hamas kenakan kembali.

Mereka pun sampai di rumah sakit. Hamas langsung dimasukkan ke IGD dan Kim langsung menghubungi istrinya.

"Baby, please come here now with Fathimah. We are in Mingseng Hospital. Soon baby."

Kim khawatir dan takut. Melihat apa yang dilakukan Hamas entah mengapa ia merasa bahwa umur Hamas sebentar lagi. Kim juga mengingat buku yang Hamas titipkan tadi malam.

Flash back on

"Hei Kim. Titip ni buku. Tolong simpan buku ini untukku."katanya dengan santai.

"Buku apa ini?" Tanya Kim

"Itu buku tentang hal-hal yang disukai dan tidak disukai dari istriku yang baru ku ketahui. Juga mimpi-mimpinya yang baru aku ketahui." Ucap Hamas masih dengan santai.

"Kenapa kau titipkan padaku?" Tanya Kim aneh

"Hei, apakah kamu mau menitipkan buku tentang istrimu padaku?" Ucapnya menggoda.

"Ah tak perlu. Cukup aku yang tahu segala hal tentang istriku." Ucap Kim angkuh.

"Hei tunggu Kim. Kau salah paham. Aku titipkan buku itu bukan untuk kau baca. Cukup kau simpan dan berikan kepada suaminya istriku yang selanjutnya. Ya siapa tau aku tidak bisa kembali menemui istriku. Hahahaha"

"Apa yang kau katakan. Tidak lucu Hamas."

"Hei tenanglah. Oia. Aku sudah mengatakan kepada Fathimah bahwa esok istrimu akan berkunjung. Aku bersyukur ia tidak akan pernah kesepian." ucapnya

Flash back off

Fathimah dan Sarah segera mengambil flight tercepat ke Taiwan. Untunglah masih terdapat pesawat menuju Taipei 30 menit lagi dan tanpa transit. Sehingga perjalanan hanya membutuhkan waktu 4 jam.

"Fathimah, please. Your husband still alive Fathimah. We must optimist that he will still alive, Fathimah." kata Sarah menyemangati ketika melihat Fathimah semakin lemas menaiki pesawat. Iya terus mengatakan bahwa ia takan menangis.

"Hello, Pak. Hamas telah ditemukan, dia masih hidup. Sekarang ia berada di Mingseng Hospital. Saya dan Sarah menuju ke Taipei menggunakan pesawat. 4 jam lagi kami tiba." Sarah segera menginformasikan berita terbaru kepada orangtuanya Hamas di Jakarta. Dia bersyukur dalam keadaan seperti ini dia masih bisa mengatur tingkat kewarasannya.

^^Tolong jaga menantu kami. Kami masih di Jakarta. Kami dapat pesawat tanpa transit. 6 jam lagi kami sampai Taipei.^^

"Sure." Sarah langsung menutup teleponnya.

"Fathimah, please!!" Sarah menyentak Fathimah.

"Ya, Aku tidak akan menangis, Mas. Aku akan terus berdoa untukmu." Fathimah terus mengatakan itu. Hati Sarah hancur melihat gadis yang tadi begitu ceria menceritakan romansa pernikahannya dengan Hamas dan sekarang gadis itu tak berdaya.

"Fathimah, lebih baik kamu menangis daripada kamu seperti orang gila begini. Sadar Fathimah." Sarah merasa bahwa Fathimah terlalu takut untuk menangis karena Hamas melarangnya untuk menangis. Namun perempuan tak bisa sekuat itu.

"Mas Hamas. Hiks.. Hiks.. Rara ga sekuat apa yang Mas Hamas bayangkan, Mas. Rara butuh mas tetap hidup. Rara baru menemukan kebahagiaan Rara kembali. Mas jangan tinggalin Rara. Hiks.. Hiks.." Akhirnya tangis Fathima pecah.

"Yes Fathima please cry. But still pray for him"

"Mas Hamas. Hiks.. Hiks.. Aku sudah turuti semua pesan, Mas. Aku butuh Mas. Kita akan lahirkan para pejuang dakwah yang rela berperang di Gaza mas. Mas harus tetap hidup." tak lama Fathimah pun pingsan di bahu Sarah.

"Oh No. Fathimah."

Sarah memanggil pramugari untuk berikan P3K kepada Fathimah. Untunglah mereka mendapatkan bussines class sehingga udaranya lebih baik dibanding economy class.


Koko MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang