Bagian 36

1K 77 1
                                    

Arshlan terus dzikir dalam hatinya. Ia mengingat bagaimana sakitnya mendapat penolakan wanita di hadapannya ini. Dan berharap kedatangannya kali ini ia terima.

"Semoga kita bisa menjadi partner yang baik untuk meniti jalan ke surganya Allah." Jawab Fathimah.

"Its mean? You will marry me?" Ucap Arshlan memastikan.

"Yes." Ucap Fathimah malu-malu.

"Yuhuuuuu punya kakak ipar lagi. Yuhuuuu" Ucap Anggito teriak dari luar yang membuat isi rumah tertawa.

"Would you use this ring, Fathi?" Ucap Arshlan melihat masih ada cicin pernikahannya dengan Hamas di jari manisnya.

"Yes." Fathimah pun membuka cincin di jari manisnya dan memindahkannya di jari tengahnya.

Kemudian maminya Arshlan memasangkan cincin di jari manisnya.

"Kamu sudah bertetangga dengannya, Kak Ar." Ucap Fathimah sambil menunjukan dua cincin di jarinya.

Pernikahan pun digelar dengan meriah. Seluruh kerabat dan teman turut berbahagia melihat Fathimah bisa menemukan lelaki yang menemaninya setelah ia berlarut larut dalam lingkaran kenangan suaminya.

Prosesi akadnya persis seperti akadnya dengan Hamas kala itu. Arshlan melantunkan surat Luqman. Kemudian mendoakan Fathimah sambil memegang ubun-ubunnya dan solat sunah dua rakaat.

"Aku pernah merasakan betapa sakit hatinya sebuah penolakan dari seseorang, namun aku juga dapat merasakan betapa bahagianya hati dengan sebuah penerimaan dari seseorang yang sama. Terimakasih untuk mau menerimaku kali ini, Fathi." Ucap Arshlan lembut dan langsung mencium keningnya.

"Terimakasih sudah mau datang kembali dan mau menerima kondisiku." Ucapnya sambil menyentuh pipi Arshlan yang telah sah menjadi suaminya.

"Hello Fathimah. I miss you so much. Please come to our country soon, Fathimah." Ucap sahabatnya

"Sarah. Miss you too, dear. Okay soon i will." Mereka pun berpelukan. Sarah lah yang selalu ada untuknya ketika ia sedang dalam masa-masa sulit di Beijing.

"It's for you, Arshlan. It is from Hamas. He want to give it to her next husband. You are lucky man, Bro." Ucap Kim kepada Arshlan.

"Thank you, Kim." Ucap Arshlan sambil melihat nama yang terpampang di bajunya.

Malam setelah pernikahannya mereka memilih untuk langsung menempati rumah Arshlan yang dulu pernah ia siapkan untuk rumah tangganya bersama Fathimah. Karena Fathimah mengajukan syarat bahwa ia tidak ingin tinggal di daerah rumah Arshlan tapi ingin tinggal di Bandung. Karena Bandung adalah lautan kajian dan akan sangat mendukung awal keislamannya.

"It is our palace, Fathi." Fathimah takjub dengan rumahnya. Rumahnya didominasi oleh warna merah muda dan biru.

"Like your dream, Fathi." Ucap Arshlan. Fathimah pernah bertanya kepada Ahmad warna kesukaan Arshlan. Dan ia ingin rumah masa depannya didominasi oleh kedua warna kesukaan mereka.

"Sudah ku bilang, ini rumah impian kita, Fathi. Semua sesuai keinginanmu digabung dengan keinginannku." Ucap Arshlan sambil mengajaknya ke kamar mereka.

"White bedroom. Dan pintu yang langsung terhubung ke kamar anak." Ucap Arshlan.

Fathi langsung berlari ke ruangan di sebelahnya. Ia melihat ada boks bayi disana.

"Anak kita akan butuhkan ini terlebih dahulu, Fathi. Setelah mereka besar, kita tambahkan kasur untuk mereka." Ucap Arshlan kembali memeluk Fathimah dari belakang.

"Terimakasih, Kak. Kamu berusaha dengan keras."

"Aku bahagia, Fathi. Rumah ini sudah kosong hampir dua tahun. Dan akhirnya bisa ku isi barang-barang sejak bulan lalu. Demi menyambut ratuku di istana impiannya." Ucap Arshlan.

"Sulit untukku dapatkanmu, Fathi. Semoga cinta ini terus abadi dan mampu bertetangga di hatimu." Ucap Arshlan.

Fathimah merasa sangat dicintai mengingat Arshlan masih mengingat betul detail impian-impiannya yang pernah ia ceritakan kepada kakaknya, Ahmad. Ya karena ketika masa taaruf mereka hanya tukar pesan satu kali dan bertemu pun satu kali.

Koko MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang