Bagian 13

1.1K 104 2
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

"Assalamu'alaikum" ucap seorang lelaki dari luar

"Rara, tolong bukakan pintunya, Nak. Ibu sedang repot." teriak ibunya Fathimah dari arah dapur.

"Wa'alaikumussalam, sebentar yaa." Fathimah segera merapikan pakaiannya. Dikenakan kaus kaki dan kerudungnya. Ia berpakaian sederhana, khusus pakaian rumahan yang nyaman. Sedari subuh, ia menyibukkan diri untuk membersihkan rumahnya. Mungkin ada insting bahwa akan ada yang berkunjung ke rumah.

"Mencari siap.." Ucapannya terpotong ketika ia membuka pintu rumahnya.

"Assalamu'alaikum, Fathi." Ucap Arslan di depan rumahnya dengan senyumnya yang manis dan membuat Fathimah berdiri mematung.

"Assalamu'alaikum, Fathi." Ucapnya lagi ketika ia belum dapatkan jawaban dari gadis itu.

"Assalamu'alaikum, Fathiku. Aku tau adikku tampan, tapi bisakah kau menjawab salam kami?" Ucap Ahmad yang ternyata mendampinginya.

"Wa.. Wa'alaikumussalam warahmatullah. Mengapa tidak mengabari terlebih dahulu?" Tanya Fathimah masih di depan pintu.

"Surprise untuk Fathiku." Jawab Ahmad dengan meriah.

Ahmad gemas melihat ekspresi muka Fathimah. Sepertinya ia belum bersiap untuk bertemu dengan tamu. Fathimah sedang mengenakan baju rumahan, lebih tepatnya daster. Wajahnya pun terlihat cukup berkeringat. Mungkin terlalu pagi dua orang ini datang beramu.

"Siapa, Rara? Jika meminta sumbangan, ambilah jatah sumbangan pekan ini di kotak infaq, Ra. Lalu kembalilah ke dapur bantu ibu." teriak ibunya dari arah dapur.

"Bu.. Bukan, Bu. Orang kesasar. Iya sebentar Rara ke dapur." teriak Fathimah terdengar keras tapi tidak nyaring.

"Bagaimana ini, Kak? Sedang tidak ada laki-laki di rumah. Kakakku di rumahnya, adikku sedang menemani ayah ke kantor. Bisakah kalian duduk di luar dulu saja?" Ucap Fathimah sopan namun terlihat salah tingkahnya.

Akhirnya mereka duduk di teras rumahnya.

"Silahkan diminum, Kak. Mohon maaf saya belum bisa menemani. Tunggu sampai ayahku datang." Pamit Fathimah dengan sopan.

"Wah, Nak Ahmad dan Nak Arslan, tamu ayah sudah datang ternyata." Ucap ayah yang baru saja menepikan sepeda motornya.

"Ayah sudah tahu?" tanya Fathimah bingung.

"Dua hari lalu Nak Arslan telepon ayah. Ayah lupa mengabarimu. Untungnya kamu sedang di rumah, Ra. Segeralah bersiap, Rara. Jangan menyambut calonmu dengan kondisimu yang seperti itu." Jelas ayahnya.

Fathimah pun cemberut mendengar tuturan ayahnya. Terlebih lagi ia melihat Ahmad cekikikan berusaha menahan tawanya. Dan Arslan yang memandangi Fathimah dengan senyum penuh arti.

"Tidak apa-apa, Pak. Wanita yang pandai mengurus rumah." ucap Arslan pada ayahnya Fathimah tanpa melepaskan pandangannya dari Fathimah.

"Hey, jaga pandanganmu dari anak saya." Ucap ayahnya Fathimah yang langsung menutupi pandagan Arslan dengan map yang tengah dibawanya. Pipi Fathimah terlihat memerah dan ia langsung masuk ke dalam rumahnya.

Ahmad bersyukur, ternyata ayahnya Fathimah menerima mereka berdua dengan baik. Tidak seperti yang diceritakan Fathimah bahwa ayahnya bersikap jutek dan tegas kepada tamu laki-lakinya yang mencoba mendatangi Fathimah.

"Silahkan kalian istirahat dan bersantai dulu, ya. Sepertinya kalian terlalu pagi berkunjung ke rumah kami. Kami sibuk di pagi hari weekend. Membagi tugas untuk membersihkan rumah. Saya tinggal dulu." Ucapnya meninggalkan mereka berdua.

_Fathimah POV_

"Ibuuuu, ada Kak Arslan dan Kak Ahmad di luar." Ucapku ketika sudah ia persilahkan mereka berdua duduk di bangku luar.

"Benarkah? Mengapa tidak beri kabar. Jangan biarkan mereka masuk. Tidak ada laki-laki di rumah ini." Ucap ibuku sedikit kesal. Oh jangan lupakan bahwa ibuku sedang di posisi tidak setuju jika aku menikah dengan seorang mualaf.

"Rara malu, Buu. Lihatlah penampilan Rara. Belum mandi, kucel, berkeringat. Ah nanti mereka jadi ilfeel dengan Rara, Bu." kesalku sambil memperhatikan penampilanku saat ini yang seperti upik abu.

"Sudahlah tidak apa. Bagus jika dia jadi tidak menyukaimu. Cepat buatkan minum hangat terlebih dahulu untuk mereka. Lalu hubungi ayahmu untuk segera pulang." titah ibuku.

Ku buatkan minum teh hangat. Aku yakin mereka merasa kedinginan disini. Karena rumah ini berada di daerah yang cukup dingin dibandingkan tempat tinggal mereka. Setelah ku antarkan minumnya, betapa bingungnya aku ternyata Ayah sudah mengetahui kedatangan mereka dan tidak memberitahunya dulu. Aku pun memasang muka cemberut pada ayah dan bersegera masuk kembali.

Koko MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang