Sebastian meletakkan tubuh Kanade diatas ranjang milik Ciel. Untuk sementara ini dia akan dibiarkan beristirahat dulu disana. Kali pertamanya Ciel mau meminjam kamarnya untuk orang asing, terkecuali untuk Lizzy. Itupun saat ia dan Sebastian tengah menjalani misi dalam menumpas kebenaran kasus penculikan anak-anak yang dilakukan oleh serombongan anggota sirkus."Rawat sebaik yang kau bisa, Sebastian" pinta Ciel dengan nada tegas khas miliknya.
Sebastian sedikit aneh dengan sikap Tuan Mudanya. "Tumben sekali Anda bersikap begitu baik pada tamu yang datang kemari" ungkapnya.
Ciel hanya mendecih pelan. "Tidakkah bisa kau cukup menuruti dan berkata 'iya' tanpa harus bertanya lagi?" ucapnya. Matanya tajam menatap Sebastian.
"Yes, My Lord." Setelah Sebastian berkata demikian, Ciel pergi meninggalkan kamarnya. Sebastian masih bergeming di tempatnya.
Sebastian kembali memandangi wajah gadis yang kini tertidur dengan tenang tereebut. Ia kembali mengingat dengan apa yang dilihatnya dari hari dimana mereka mendatangi rumah ini. Masa lalu kelam milik gadis itu.
"Okaasan...Otousan...Minna..." Kanade mulai menceracau di tengah tidurnya.
Sebastian segera mendekati tubuh gadis itu dan memeriksa suhu tubuhnya. Panas! Suhu tubuhnya panas.
"Ternyata makhluk ini juga bisa terkena demam" gumam Sebastian. Ia segera mengambilkan air hangat dan kain bersih untuk gadis itu. Mengurus orang sakit memang bukanlah bakatnya. Tapi, setelah pernah harus mengurus Tuan Mudanya yang waktu itu harus terkena asma pada saat menjalani misi Noah's Ark Circus, dan sedikit bantuan dari Pangeran Soma dan pelayannya Agni, ia jadi tahu bagaimana harus melayani penyakit demam seperti ini.
Saat ia menempelkan kain basah dengan air hangat itu ke dahi Kanade, ia kembali mendengar ocehan Kanade disana.
"Aku membenci semuanya...kenapa aku harus kehilangan bagian terpenting itu? Kenapa harus...."
Sebastian menyentuhkan tangannya pada wajah Kanade perlahan. "Masa lalu Anda memang tak pantas untuk diingat, bukan?" ucapnya pelan.
Ia mendekati bibirnya ke telinga Kanade dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Yang tak lama, gadis itu kembali tertidur dengan nyenyak.
"Akan berakibat buruk jika dia terus mengigau tentang masa lalunya. Hahh..ternyata masa lalu Anda berat juga, Kanade-sama. Pantas saja Anda sangat mengerti bagaimana perasaan Bocchan" gumamnya.
***
Matahari hampir terbenam separuhnya menciptakan siluet merah jingga yang begitu indah di langit yang mulai gelap.
Sebastian masih berjaga di tempat gadis itu terbaring sakit. Tak beranjak sesenti pun dari kamar itu karena ia akan sepenuhnya mematuhi perintah Tuan Muda. Sampai kelopak mata Kanade mengerjap-ngerjap tanda ia sudah sadarkan diri. Sebastian segera memeriksa kembali suhu tubuh Kanade dengan telapak tangannya.
Panasnya sudah berkurang tapi gadis ini masih butuh banyak istirahat. Bukan tidak mungkin jika demam itu kembali menyerangnya.
Kanade merasakan kenyamanan yang datang di dahinya. Ia membuka matanya dan melihat Sebastian tengah menatapnya penuh perhatian.
"Anda sudah bangun, Nona" sapa Sebastian dengan senyum disana.
Kanade hanya menatapnya bingung. Jujur, ia lupa apa yang terjadi pagi ini. Bukankah barusan dia dan anggota aliansinya tengah melakukan penyelidikan dan menemukan keberadaan ghoul disana? Dan malam ini....
Kanade menoleh ke arah jendela dan melihat warna langit yang mulai gelap. Melihat hal itu, Kanade spontan beranjak dari kasurnya.
"Nona, jangan terlalu banyak bergerak dan berpikir. Anda belum sepenuhnya sehat" cegah Sebastian.
"Apanya? Jelas-jelas aku baik-baik saja. Aku ada janji dengan ghoul-ghoul itu. Mereka akan datang malam ini, jika aku..."
"Anda belum sepenuhnya sembuh. Tadi pagi Anda sempat kehilangan kontrol saat emosi. Beruntung aku bisa menangani emosi Anda tepat waktu atau Anda akan menyebabkan keributan yang lebih besar dari organisasi yang tengah Anda cari itu" Sebastian menyela perkataan Kanade.
"Selain itu, Bocchan juga ingin agar Anda segera sembuh total dulu. Sepertinya dia juga akan melarang Anda melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan Anda. Biar teman-temanmu yang mengurus hal ini". Kanade diam. Ia menatap Sebastian, dan berpikir itu memang benar. Tapi untuk saat ini....
"Anda pasti masih berpikir untuk turun tangan bukan?" Sebastian berhasil menebak apa yang ada dipikiran Kanade.
"Aduh dasar bodoh! Aku juga harus turun tangan dan bertanggung jawab dengan masalah ini." Rajuk Kanade di atas kasurnya. Susah kalau Kanade sudah seperti ini jika ingin membujuknya. "Aku akan bertanggung jawab karena telah mengundang mereka kemari. Hakkushaku bisa marah padaku."
"Nona, harus berapa kali kuberitahu jika Anda belum sembuh sepenuhnya" tegur Sebastian menahan pergerakan Kanade yang sangat lincah.
"Jelas-jelas aku terlihat telah sehat. Aku bukan tipe orang yang sakit dalam waktu lama, memerlukan obat atau semacamnya. Bahkan kejadian barusan saja aku lupa. Ayolah..." Kanade kembali melawan.
"Ini perintah dari Bocchan ku bahwa aku harus memastikan Anda sudah benar-benar sembuh" Sebastian tak mau kalah.
"Perintah macam apa itu? Aku sudah sembuh jadi untuk apa aku masih disini. Atau kau panggil Hakkushaku kemari dan aku akan bilang padanya untuk mencabut perintah bodoh itu" Kanade berhasil menghentak tangan Sebastian. Kini lengannya terbebas dari jeratan.
Kanade hendak pergi darisana namun Sebastian kembali menahan tangannya. Bukan hanya menahan melainkan menarik lengan Kanade. Hanya ini satu-satunya cara membuat gadis itu berhenti bertingkah.
Alhasil, Kanade tertarik kembali ke belakang dan mendarat persis di depan wajah Sebastian. Membuat jarak mereka berdua sangat dekat.
Sontak wajah Kanade memerah menyadari hal itu. Sementara Sebastian hanya tersenyum disana menatap wajah merah Kanade. Tangannya terangkat dan menyentuh dahinya.
"Benar dugaanku. Anda masih demam, Kanade-sama" ucapnya pelan. "Istirahatlah dan jangan banyak bergerak". Sebastian bangkit dari duduknya dan menyuruh Kanade untuk kembali berbaring di ranjangnya.
Kanade kembali dipaksa beristirahat padahal malam sebentar lagi tiba. Sementara kain basah itu diletakkan di dahi Kanade, Sebastian meninggalkan kamar. Katanya hendak menyiapkan makan malam.
"Benarkah aku demam? Jika wajahku memerah karena hal barusan tentu suhu tubuhku akan kembali naik bukan? Dia ini bodoh atau memang tak tahu sih" gumam Kanade kesal.
Daritadi dia menggerutu tak jelas. Memikirkan bagaimana caranya keluar darisini. Dan niat itupun tebersit di otaknya.
Bukan Kanade namanya jika dia menyerahkan tugas ini pada orang lain walaupun itu anggotanya sendiri. Ia tentu tak ingin mencoreng nama Arima di keluarganya. Tidak menepati janji temu, atau dirinyalah yang akan di cap sebagai pengecut tingkat tinggi.
Tapi tunggu, apa ini? Pintunya tak bisa terbuka. Kanade langsung panik dan mencari celah agar pintu mampu terbuka. Tapi, justru pintu itu benar-benar dikunci dari luar. Menyadari hal itu, wajah Kanade memerah karena sebal dan berseru sekencang-kencangnya. Melampiaskan emosinya disana.
MOU...SEBASTIAN NO BAKKA...!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
The War Begins: TOKYO GHOUL X BLACK BUTLER
FanficMerupakan percampuran dan adaptasi dari anime Tokyo Ghoul dan Black Butler yang akan menceritakan sebuah tragedi besar yang mengancam perdamaian dunia antara manusia dan ghoul. Karena peperangan besar yang sebenarnya baru saja akan dimulai! Semua ka...