Hari ini Iqbaal mendapat telefon dari seseorang yang Iqbaal tidak kenal. Katanya Leo terlibat masalah di sekolahnya dan Leo memberikan nomor telefon Iqbaal sebagai wali muridnya.
Dari kantornya Iqbaal benar-benar terlihat tergesa-gesa untuk menghampiri Leo disekolahnya. Jangan tanya Iqbaal sepanik apa karena sekarang Iqbaal sedang lari menuju kantor guru dari parkiran sekolah.
"Permisi." Iqbaal memberhentikan salah satu siswa. "Kantor guru ada dimana ya?" Kemudian Iqbaal mengucapkan terimakasih setelah siswa itu menjelaskan dan Iqbaal segera kesana.
Pria itu membuka pintu setelah melihat tulisan kantor guru di depan pintu. Dia masuk dan langsung melihat Leo sedang duduk di pinggir ruangan bersama beberapa anak dan guru didepannya. Ketika tatapan Iqbaal dan Leo bertemu, Leo meringis.
"Permisi. Siapa?" tanya guru itu ketika Iqbaal sudah berada di dekat mereka.
"Wali nya Leo, Pak." kata nya sambil berjabat tangan.
"Siapanya Leo?"
"Kakaknya, Pak." Kemudian guru itu hanya mengangguk mengerti.
"Silahkan duduk mas." ucap guru itu. "Leo beridiri kamu." Leo berdiri, saling eye contact dengan Iqbaal. Dan beberapa detik kemudian meringis sakit karena lebam di pipinya ditekan oleh Iqbaal dengan muka datarnya itu.
Guru itu menarik nafasnya. "Karena semua wali udah dateng. Kita langsung bicara tentang pelanggaran mereka ya."
Iqbaal menoleh ke samping sekilas, ada seorang gadis disampingnya. Iqbaal kira Leo berantem sama cewek beralmamater itu yang daritadi Iqbaal lihat duduk disebelahnya. Dan melirik ke belakang, tepat di samping Leo berdiri ada cowok yang lebih bonyok lagi dari Leo.
"Tadi pagi di koridor sekolah mereka berdua berantem. Kurang tau pasti bagaimana mereka bisa berantem. Tapi kata anak-anak, mereka berdua berantem karena rebutin satu siswi."Ucap guru itu. Dia meringis pelan ketika melihat Iqbaal menoleh ke belakang untuk melihat Leo.
*
Iqbaal memiting kepala Leo setelah keluar dari kantor guru barusan. Menjitak kepala Leo pelan, "Kenapa lo ngasih nomor gue, bego. Gue sibuk tau."
Leo meringis, "Lagi hamil Kak Lele, ntar kepikiran, terus kalo keguguran gara gara gue gimana?"
Iqbaal melotot, "Eh bego! Mulut dijaga." Kemudian melepaskan pitingannya. "Siapa yang menang?"
Leo tersenyum sambil mengelus kepala dan lehernya secara bergantian. "Gue lah." Iqbaal terkekeh, "Begaya banget, najis."
"Maaf kak." Iqbaal menoleh ketika merasa terpanggil. Dia mengernyitkan keningnya menatap gadis beralmamater didepannya itu.
"Saya kakaknya Raja. Yang tadi berantem sama Leo." katanya memperkenalkan diri. Iqbaal mengangguk mengerti. "Ada apa ya?" Iqbaal bingung, dia sempat menoleh ke Leo yang juga menunjukkan ekspresi yang sama.
"Ah iya kak. Saya mau minta maaf atas nama Raja ke Leo. Saya tau itu pasti Raja yang mancing duluan."
Iqbaal mengangguk lagi, "Ngomong ke Leo nya aja langsung." kata Iqbaal sambil mengkode Leo lewat matanya. "Saya duluan ya."
"Eh kak." Gadis itu menahan tangan Iqbaal ketika Iqbaal melangkah menjauh. Iqbaal menepis pelan sambil meringis, "Kenapa lagi ya?"
Iqbaal menatap mata gadis itu, "Ga inget sama saya?"
Iqbaal mengernyit, kemudian menggeleng kecil. "Sombong banget."
"Aku Tere. Ga inget?"
*
Lele menoleh ketika dentingan cafe terdengar. Itu refleks seorang Lele memang. Ketika mendengar suara dentingan, kepalanya langsung mendongak untuk melihat pelanggannya di pintu masuk.
Dia tersenyum sekilas, orang yang dari tadi dia tunggu-tunggu memang. Biasanya Iqbaal akan datang setiap siang, sekitaran jam 12-an mungkin, maka sudah terbiasa bagi Lele untuk beristirahat sebentar untuk berbicara dengan suaminya itu di meja pojok cafe ini. Tapi karena Iqbaal tak kunjung datang sampai jam 2 ini, Lele belum ada istirahat sama sekali.
Lele mengernyit, melihat seorang gadis dibelakang Iqbaal, mereka terlihat berbincang sekilas setelah gadis itu pergi ke meja yang ditunjuk oleh Iqbaal dan Iqbaal berjalan ke arahnya.
"Capek?" tanya Iqbaal ketika sudah berdiri didepan Lele. Lele mengangguk, "Pegel." jawabnya.
"Americano 1, cafe latte 1."
"Siapa tuh?" tanya Lele sambil membuat minuman pesanan Iqbaal.
Leo datang dengan apronnya, langsung berdiri didepan kasir menggantikan Mbak Cindy tadi. Sempat mengalihkan pandangan Lele dari Iqbaal.
"Temen lama baru ketemu." Lele menoleh, meng-oh-kan sambil mengangguk. "Gue duduk dulu." kata Iqbaal ketika Lele baru saja selesai membuat cafe latte. "Ini gue bawa. Tolong bawain kopi gue ya."
Lele mengangguk, "Iya."
Setelah Iqbaal pergi, Lele menuju etalase, mengambil 2 brownies kemudian memasukkan ke oven. Sebelum dentingan oven terdengar, Lele segera menyelesaikan Americano milik Iqbaal.
"Mbak, tolong jaga sebentar ya." kata Lele kepada Cindy yang diangguki oleh Cindy.
Lele berjalan sambil membawa baki berisi 2 piring brownies dan satu gelas americano. "Hallo." katanya disela-sela tawaan Iqbaal dan gadis yang Lele tidak ketahui namanya itu.
"Silahkan." kata Lele sambil meletakkan kopi dan cake itu di meja. Dibantu dengan Iqbaal.
"Makasih, kak." ucap gadis dihadapan Iqbaal itu yang Lele jawab dengan senyuman.
"Eh mau kemana?" tanya Iqbaal. Dia menarik tangan Lele ketika Lele akan pergi. "Duduk sini." kata Iqbaal lagi sambil menarik Lele untuk duduk disampingnya.
"Kenalan dulu." kata Iqbaal. Lele menoleh ke gadis didepannya yang menunjukkan raut wajah bingung.
Lele tersenyum, cewek itu mengangkat tangannya, berniat untuk menjabat, ketika gadis didepannya ikut menjabat tangannya, Lele bilang, "Aku Alena."
"Tere, kak. Temennya kak Iqbaal."
Lele mengangguk, "Temen kuliah?"
Tere menggeleng, "SMA. Kak Iqbaal, waktu itu, ketua osis, aku sekretarisnya."
Lele meng-oh-kan. "Yaudah aku lanjut kerja dulu deh. Kalian ngomong-ngomong aja dulu."
"Eh jangan pergi dong." kata Iqbaal, dia kembali menarik tangan Lele agar wanita itu kembali duduk.
"Iya kak, gapapa kalo Kakaknya mau kerja."
Iqbaal menghela nafas, "Jangan. Duduk disini aja dulu. Kasihan ntar bayinya bisa ikut capek kalau mamanya capek."
Setelah itu, Iqbaal sengaja menatap mata Tere, menunggu reaksi gadis itu yang tiba tiba saja kaget. "Ba-bayi?"
Iqbaal mengangguk sambil menyesap Americanonya, "Udah mau punya anak gue."
Karena Iqbaal tau, sejak dulu, gadis itu secara terang-terangan menunjukkan perasaannya pada Iqbaal. Dan sekarang, mungkin masih. Iqbaal cukup peka membaca mata orang.
**
NAHLOO SAPATU SI TERE...
KAMU SEDANG MEMBACA
What Should I Do?
RomanceIqbaal Ghianta, pria mapan yang sebenarnya belum siap menikah diusianya yang dibilang sudah pas. Karena sebuah kesalahan, sebagai pria yang diajarkan bertanggung jawab oleh orang tuanya, dengan sungguh-sungguh, Iqbaal mengucapkan janji suci dengan l...