23

4.2K 79 11
                                    

Iqbaal dan Lele berdiri di luar dan melambai ke arah mobil Mama dan Papa yang baru saja pergi dari perkarangan rumahnya. Ketika mobil itu sudah tidak terlihat lagi, Iqbaal mendorong bahu Lele untuk masuk ke dalam rumah.

"Bang, gue pulang ya." ucap Leo. Dia baru saja akan keluar dari rumah ketika Iqbaal dan Lele berpapasan dengan dia di pintu.

"Jangan!" Lele menarik tangan Leo. "Kamu disini aja temenin aku. Besok kan libur."

"Gue ada latihan basket tar malem kak."

"Batalin plis."

Iqbaal berjalan menjauh, membiarkan kakak adik itu berdiskusi. Tapi ternyata, mereka berdua malah mengikuti Iqbaal. Leo ditarik sama Lele. Dengan muka Leo yang pasrah.

"Kalau gitu gue latihan dulu, ntar malem gue kesini lagi."

Lele menoleh menatap Leo. Dia menggeleng, "Gak boleh."

"Kak ini latihan penting." Mukanya sudah merah. Dia mendengus ketika melihat Iqbaal malah pergi dari hadapan mereka. Bukannya nolongin, gimana sih.

"Ya batalin sekali apa susahnya sih?" tanya Lele, dia duduk di sofa. Menidurkan tubuhnya.

"Ya tapi kak, ini babak penentuan gue buat dipilih jadi tim inti sekolah."

Leo sedikit menoleh ketika mendengar langkah kaki, Iqbaal datang lagi dengan minuman kaleng di tangannya. Terus duduk di dekat kepala Lele, sama sekali tidak ada niatan buat membantu Leo.

"Lo pergi aja sana, gapapa." Leo hampir saja membawa kepala Iqbaal ke dekapannya kalau saja Iqbaal tidak mengacungkan kepalan tangannya. Dia menyingir, kemudian berlari cepat ke pintu tanpa berpamitan dengan Lele terlebih dahulu

"Baal!" Lele bangun, dia menatap Iqbaal kesal. Dia sedikit berlari menghampiri Leo yang sudah berjalan ke luar melewati pintu.

Iqbaal berdecak, dia ikut berjalan mengikuti Lele. "Mau kemana?" tanya Iqbaal ketika berhasil meraih tangan Lele.

"Mau bawa Leo kesini lagi."

"Dia kan bilang nanti dia mau kesini lagi."

"Gamau. Aku mau tetap dia disini."

"Kasihan Le, biarin dia latihan dulu."

Tapi Lele malah mendengus, tanpa memikirkan perkataan Iqbaal dia masuk ke dalam rumah ketika mendengar suara klakson mobil Leo yang sedang melaju meninggalkan perkarangan rumah.

"Lo ngambek?" tanya Iqbaal, dia sudah memberhentikan langkah Lele di dalam rumah.

"Engga!" ketus Lele.

"Engga? Senyum dong." Iqbaal memancing keributan.

Lele hanya menatap Iqbaal tajam sebelum dia duduk kembali di sofa. "Kamu tuh tau ga sih kalau ini bayinya lagi pengen ditemenin sama om nya."

"Sama papa aja ya kalian." kata Iqbaal. Dia duduk di samping Lele sambil menyenderkan kepalanya di bahu Lele, tangannya bergerak mengelus perut Lele.

"Jauhin tangan kamu." Lele menepis tangan Iqbaal. Dia berdiri, melangkah ke tangga. Membuat Iqbaal mendengus kecil tetapi mengikuti langkah wanita itu.

"Le,"

Iqbaal berjalan dibelakang Lele persis. Melihat tangan Lele yang menopang tubuhnya sendiri di pegangan tangga sambil berusaha menaiki anak tangga satu persatu.

"Lo yakin bakalan tetap kuat?"

Iqbaal mendengar suara tarikan nafas tetapi wanita itu tidak menjawab. Dia masuk ke kamar dan langsung duduk di kasur. Matanya menatap Iqbaal yang saat ini sedang berdiri di hadapannya.

"Terus kamu maunya gimana kalau aku ga kuat?" tanya Lele. Matanya sudah tidak memancarkan kekesalan lagi.

"Kamu mau aku gugurin dia?"

"Baal, dia kasihan. Kamu tega bunuh dia?"

Iqbaal terkesiap mendengar ucapan Lele, dia maju selangkah, memperdekat langkahnya, "Kita bukan ngebunuh, Le."

"Terus apa?"

Cowok itu mengusap wajahnya kasar, "Lo ngerti perasaan gue?"

Lele mengangguk, "Kamu ga sayang sama aku."

Ha? Apaan sih, ga nyambung.

Iqbaal memilih duduk. Dia secara paksa menghadapkan tubuh Lele agar menghadapnya, "Kapan gue bilang gue ga sayang lo?" Emosi juga ternyata si bapak.

Lele diam tampak berpikir. "Kamu mau gugurin dia sama aja kamu ga sayang aku."

Iqbaal menyeringai kecil, matanya menatap tajam Lele, "Lo tau ketakutan terbesar dalam hidup gue apa?"

Lele menggeleng pelan. Matanya melirik kesana kesini tidak berani menatap Iqbaal.

"Saat gue harus kehilangan lo."

Lele tersentak, dia menatap Iqbaal. "Kamu sayang sama aku?"

"Lo masih nanya?"

"Sejak kapan?"

"Udah lama."

"Sejak kapan?"

"Gatau, lupa. Tiap hari gue selalu jatuh cinta sama lo."

Lele mendengus sambil menahan senyumnya.

"Sejak kapan?!!"

"Kepo!"

Iqbaal berdiri, dia menarik hidung Lele pelan. Lagi berusaha menahan senyumnya agar tak terbentang di hadapan Lele. Karena setelah berjalan menjauhi Lele, Iqbaal tersenyum sangat lebar.

"Baal!" Lele merengek, dia mengikuti Iqbaal. Menarik tangan Iqbaal agar cowok itu menghadapnya.

"Kalau gitu, kamu yakin kan sama aku?"

Iqbaal berdecak, sebenarnya dia sudah malas sekali mendengar ucapan Lele yang keras kepala ini. Dia takut. Takut kalau Lele akan pergi.

"Ayolah, Baal."

Iqbaal mengangguk kecil membuat Lele bersorak bahagia. Lele kembali berjalan ke arah kasur sebelum Iqbaal sempat berbicara. Seperti tidak mau membuat Iqbaal mengubah pikiran. Karena sejak berdiskusi dengan Papa dan Mama tadi, Iqbaal sama sekali tidak memihak kepadanya.

"Tapi, Le!"

Tuhkan!

Lele berdecak, dia menatap Iqbaal, menunggu perkataan Iqbaal selanjutnya. Lele mengernyit melihat Iqbaal yang saat ini sedang menggaruk lehernya sendiri. Seperti salah tingkah.

"Apa ga kebanyakan punya tiga anak sekaligus?"

Apa-apaan sih dia tuh!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What Should I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang