16

1.6K 59 2
                                    

Iqbaal mengendarai mobilnya di jalanan padat ibu kota ini setelah menjemput Lele di kampusnya.

"Gimana tadi sama dosennya?"

Lele menoleh, "Lancar, skripsi aku udah di acc jadi aku udah bisa sidang bulan depan." ucapan Lele diangguki oleh Iqbaal.

"Syukurlah."

"Kita langsung balik ke rumah aja ya, aku ga kuat ke cafe. Capek."

Kemudian hening. Lele dan Iqbaal tidak ada yang mulai pembicaraan. Sama-sama fokus menatap jalanan didepan sana. Hingga mobil yang dikendarai Iqbaal sampai di rumah.

"Gue langsung kerja." ucap Iqbaal. Lele mengangguk, "Kamu hati-hati ya."

"Iya."

"Makasih." Lele turun, dan mobil Iqbaal langsung melaju.

Lele memasuki rumahnya setelah membuka pintu. Berjalan ke arah anak tangga dan masuk ke kamarnya. Setelah meletakkan tasnya, dia masuk ke kamar mandi. Gerah.

Beberapa menit kemudian, Lele keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk, mengambil baju rumahannya dan memakainya. Setelah itu, dia turun kebawah, berniat mengambil minum. Tapi suara bel dari luar membuat Lele mengambil langkah ke pintu.

"Nyari siapa pak?" tanya Lele ketika sudah membuka gerbang. Menemukan seorang bapak tukang pos disana.

"Dengan Pak Iqbaal?" katanya sambil membaca tulisan di kotak besar yang saat ini sedang dipegangnya. Lele mengangguk sebagai respon.

Bapak itu memberi kotak yang dipegangnya kemudian menyuruh Lele menandatangani surat tersebut sebagai bukti dari penerima.

"Makasih ya pak." ucap Lele sebelum Bapak Pos itu pergi.

Setelah itu Lele mengernyitkan keningnya sambil menunduk untuk menatap kotak yang saat ini dipegangnya. Tidak berat. Tapi besar. Penasaran. Lele segera masuk membawa kotak itu, duduk di sofa setelah meletakkan kotak besar itu di meja yang berada didepannya

Lele berdiri mencari gunting di dapur lalu kembali lagi setelah mendapatkan. Kemudian menusuk pertengahan kotak untuk membuka selotipnya dan kotak terbuka.

Hanya beberapa bingkai foto yang ada fotonya. Lele meraih satu bingkai foto. Bingkai ini ada foto Iqbaal dan Lele saat pernikahannya kemarin. Lele tampak tersenyum manis menatap Iqbaal yang sedang menggenggam tangannya di bawah. Iqbaal kelihatan gagah. Karena nyatanya, saat pernikahan itu berlangsung, Lele selalu tersenyum menyambut tamu.

Terus Lele meletakkan foto pernikahannya di meja. Mengambil 1 foto lagi di dalam kotak kardus itu. Fotonya sendiri. Memakai gaun pernikahan berada di atas altar. Foto ini candid, tapi tampak bagus dan sangat jelas.

Terus bingkai foto ketiga. Ada Iqbaal yang sedang tersenyum bahagia sambil menunjukkan jarinya yang berisi cincin dengan latar belakang tamu tamu undangan yang blur. Lele menatap tangannya sendiri. Sedikit menjauhkan dengan mata menyipit. Melihat cincin berlian polos di jari manisnya.

"Kok bisa ya." Wanita itu masih tidak menyangka tentang statusnya yang sudah berubah. Menikahi seseorang yang tidak dikenalnya.

Hanya tiga bingkai yang ada. Lele kembali memasukkan bingkai-bingkai foto itu ke dalam kardus. Setelah itu ke melangkah ke dapur untuk melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat tertunda.

Lele mengambil yogurt dari dalam kulkas. Langsung dibawa ke ruang tengah. Handphonenya berdering, membuat Lele berjalan sedikit cepat. Tapi saat tiba disana, panggilannya sudah mati.

Ada panggilan masuk dari Iqbaal sebanyak 6 kali. Baru akan meletakkan handphonenya di meja, handphone Lele kembali bunyi dan langsung dijawab.

"Hallo?"

Lele duduk.

"Dari mana aja sih?"

Lele menjepit handphonenya di antara telinga dan bahunya sambil membuka tutup yogurtnya.

"Dari dapur, ga denger bunyi hape."

Lele mulai menyendokkan yogurt itu ke mulutnya.

"Gue malem ini pulang terlambat. Ga usah nungguin."

Sedikit meringis karena rasa asemnya.

"Emang ada apa?"

Kembali menyendokkan yogurt itu ke mulutnya.

"Banyak kerjaan."

"Oh yaudah."

~~~~~~~~

"Baal?" Lele mengernyit, tidak ada suara tapi masih tersambung.

"Hm."

"Kok ga dimatiin?" tanya Lele. Handphonenya masih menempel di telinga, menunggu Iqbaal menutup teleponnya.

"Lo aja yang matiin."

"Oke. By—."

"Eh tunggu!"

"Iya, apa?"

"Gue gajadi pulang telat deh."

"Loh kok gitu?"

"Tiba-tiba ga banyak kerjaan."

"Bisa gitu?"

Lele baru akan meletakkan handphonenya di meja, karena yogurt yang akan disendokkannya ke mulut sedikit jatuh ke bajunya. Berniat akan mengelap bajunya yang ternodai yogurt itu, tapi suara Iqbaal yang terdengar samar kembali membuat Lele menempelkan handphonenya ke telinganya.

"Apa, Baal? Ngomong apa? Ga kedengeran."

*

Kejadian di kampus tadi pagi, ketika melihat Lele didekatin oleh cowok lain membuat Iqbaal geram. Seharusnya, Iqbaal sadar dari awal, dengan wajah cantik dan sikap polos alami yang dimiliki Lele pasti membuat semua cowok bertekuk lutut di hadapan Lele. Sekarang, walaupun Lele sudah sepenuhnya miliknya, Iqbaal masih mempunyai rasa takut kehilangan dan semacamnya. Karena barusan, Iqbaal meyakini hatinya untuk Lele. Iqbaal sudah jatuh cinta. Mungkin.

Saat ini, entah apa yang akan dibicarakannya pada Lele di telefon. Hanya telefon iseng karena sudah rindu dengan suara Lele. Daritadi semua omongannya adalah bullshit. Dari yang akan pulang lama, banyak kerjaan, tidak jadi pulang lama, dan lain lain itu adalah akal-akalan Iqbaal saja.

Sementara hening sejenak, Iqbaal memberanikan diri untuk berbicara "Gue kangen."

"Apa, Baal? Ngomong apa? Ga kedengeran."

"GAK! GUE GA NGOMONG."

tut tut tut.

***

What Should I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang