ADA YANG DARI BANTEN, JAKARTA, LAMPUNG ATAU SEKITARNYA? KALIAN BAIK BAIK SAJA KAN? GUE YANG DI BALI JUGA TERASA GEMPANYA. STAY SAFE TEMAN-TEMANKU.
***
Lele berjalan ke arah ruang jurusan di kampusnya. Mencari dosen pembimbingnya yang katanya ada di ruang jurusan. Tangan kanannya merangkul tas berisi laptop dan beberapa buku. Sedangkan tangan kirinya memegang perutnya sendiri. Entahlah, Lele jadi kebiasaan memegang perutnya sendiri. Lele pakai hoodie Iqbaal hari ini. Sangat besar di tubuhnya. Membuat perutnya sendiri lenyap tak terbentuk.
"Len," Lele memelankan langkahnya, sedikit menoleh ke samping untuk tau siapa yang memanggilnya. Itu salah satu seniornya. Brian namanya. Dia salah satu dari sekian banyak senior yang selalu terlihat di mata Lele. Selalu menyapa, selalu menawarkan tumpangan, selalu menraktir, selalu mengajak jalan. Entah apa maksudnya, Lele tidak ngerti.
"Butuh bantuan?"
"Nggak kak." kata Lele sambil menggeleng.
"Mau ketemu Bu Renny ya?"
Lele mengangguk, "Kakak udah kelar sidang?"
Setau Lele, Brian sedang dalam masa-masa sibuknya, mereka sering berbalas pesan.Brian mengangguk, "Ntar dateng ke wisuda gue ya?"
"Aku usahain ya kak. Kalau bisa, pasti aku dateng."
Brian mengangkat tangannya, menyentuh kepala Lele sambil mengacak rambut Lele pelan sambil tersenyum, "Gitu dong."
"Sekarang jarang bales chat gue."
"Iya lagi sibuk skripsi. Biar bisa cepet wisuda juga." jawab Lele.
Brian mengangguk, "Semangat ya."
Lele hanya mengangguk sambil tersenyum. "Abis ini mau kemana?" tanya Brian lagi.
"Ke cafe."
"Gue anterin boleh?"
"Emang ga ngerepotin?"
"Engg—"
"Ehem."
Seseorang dari belakang berdeham keras, membuat kedua orang yang sedang berjalan ini menoleh ke belakang.
"Hai." Lele tersenyum menyapa.
"Kamu ngapain?" tanya Lele lagi, sama sekali tidak sadar dengan tatapan sinis Iqbaal ke Brian.
Iqbaal menyerahkan handphone di tangannya. "Ketinggalan ya. Hehe."
Iqbaal meraih kepala Lele, mengacak-acak rambut Lele, seperti sengaja untuk menghapus bekas tangan cowok itu di kepala Lele, "Kuliah yang bener." suaranya terdengar penuh penekanan.
"Ohiya. Kenalin nih, senior aku."
Brian mengangkat tangannya untuk berjabat tangan, disambut dengan baik oleh Iqbaal.
"Iqbaal, suaminya Alena."
Brian hanya mengangguk, membuat Iqbaal bingung, bukannya Brian ini mengincar Lele? Iqbaal sudah berjalan di belakang Lele sejak Brian sudah disampingnya. Kalau saja mereka tidak main fisik, Iqbaal mungkin akan tetap mendengar pembicaraan mereka. Mulai sekarang, Iqbaal harus memeriksa handphone Lele.
"Brian, suaminya Alena juga."
"Hah?"
"Bukan cuma lo doang yang ngaku suaminya Alena. Alena kan milik bersama."
Iqbaal tertawa sarkas, saat ingin membalas jawaban dari Brian barusan, cowok itu keburu izin untuk menjawab telefonnya yang barusan berdering.
"Semangat, Len." ucap Brian lagi, sambil menggenggam handphonenya ditangan, dia mengangkat kedua tangannya yang terkepal.
"Iya kak." jawab Lele sambil tersenyum.
"Apa nih." ketus Iqbaal. Dia menekan kedua pipi Lele dengan tangannya agar tidak tersenyum lagi.
"Sejak kapan lo milik bersama?"
Lele menggidikkan bahunya, kembali melangkahkan kakinya, "Udah lama."
"Kok ga bilang sih?!"
"Lah emang penting? Omongan ngaur gitu doang?"
"Ya penting lah! Pokoknya mulai sekarang bilang sama gue ap—"
Iqbaal menatap Lele, mereka sudah berhenti entah sejak kapan, "Apa lihat-lihat?" Karena tatapan Lele barusan benar benar membuat Iqbaal risih.
"Tahan dulu omongan kamu. Nanti dirumah lanjutin lagi. Aku udah harus ke dosen." kata Lele, matanya melirik pintu jurusan. Iqbaal menoleh mengikuti arah mata Lele.
"Yaudah. Baik-baik sama dosennya." Lele mengangguk.
"Telfon gue kalau mau pulang. Biar gue jemput. Jangan sama cowok itu."
"Kamu ga—"
"Engga. Ga akan ngerepotin gue."
"Yaudah kalau gitu." Lele mengangguk, sambil melempar senyum pada beberapa orang yang lewat, temen sekelasnya.
Iqbaal mendengus kencang saat tau orang itu adalah pria, tangannya bergerak lagi menekan pipi Lele, "Jangan senyum-senyum, gue bilang."
"Kenapa sih memangnya?"
"Senyuman lo buat gue gila."
Setelah itu Iqbaal pergi. Meninggalkan Lele yang dilanda kebingungan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
What Should I Do?
RomanceIqbaal Ghianta, pria mapan yang sebenarnya belum siap menikah diusianya yang dibilang sudah pas. Karena sebuah kesalahan, sebagai pria yang diajarkan bertanggung jawab oleh orang tuanya, dengan sungguh-sungguh, Iqbaal mengucapkan janji suci dengan l...