"Baal."
Iqbaal menoleh dengan malas ke arah Lele yang sedang mencuci piring. Dia lagi kenyang bego karena menghabiskan beberapa burger yang tidak termakan oleh Lele.
"Tadi ada paket dateng." ucap Lele sebelum suara air terdengar.
"Paket?" tanya Iqbaal balik.
"Iya. Isinya foto nikah yang kemarin."
"Oh." Iqbaal mengangguk kecil, dia berdiri menghadap Lele. "Mana barangnya?"
Lele mengelap tangannya yang basah, dia menatap Iqbaal sekilas, "Di dekat tv."
Iqbaal melangkahkan kakinya keluar dari dapur. Lele mengikuti dari belakang, sedikit melongokkan kepalanya untuk melihat Iqbaal yang sedang menunduk untuk membuka kardus berisikan foto.
Saat Iqbaal bangkit sambil memegang bingkai foto itu, Iqbaal sedikit menjauhkan bingkai itu dari wajahnya, menggerak-gerakkan tubuh dan tangannya untuk melihat tempat yang tepat.
"Di atas tv aja gimana?" tanya Iqbaal.
"Ruang tamu aja ga sih?" tanya Lele balik, Iqbaal sedikit berpikir. Dia meletakkan bingkai di atas sofa. "Gue cari paku dulu."
Tidak lama kemudian, Iqbaal kembali, membawa palu dan paku ditangannya. Berjalan ke arah Lele, kembali meletakkan bingkai foto itu di kardus, kemudian menyeret kardus-kardus itu ke arah ruang tamu. Lele tetap mengikuti.
"Tolong bawain kursi bar." kata Iqbaal dan Lele menurut, dia berjalan menjauh sebelum Iqbaal memberhentikan langkahnya.
"Gausah deh. Lama." kata Iqbaal, dengan langkahnya yang besar itu, Iqbaal sudah berjalan jauh sebelum Lele sempat menabok punggung pria itu.
Dan beberapa detik kemudian, Iqbaal sudah kembali membawa kursi bar ke ruang tamu. "Pegangin nih." kata Iqbaal sambil naik ke atas kursi. Lele memegang kursinya.
"Eh yang bener dong." Iqbaal sudah diatas dengan memegang palu dan paku.
"Iya ini dipegangin kok." Lele mendengus. Dia menatap Iqbaal dari bawah. Kepalanya sangat mendongak.
"Jangan goyang-goyang, ntar gue jatuh." Padahal Lele sama sekali tidak menggoyangakn kursi itu. Iqbaal saja yang sedang iseng.
"Gue bilang jangan di goyangin, ih."
Lele berdecak, "Baal!"
"Apa?" Iqbaal menatap Lele dari atas.
"Bukan aku yang goyangin."
Kemudian suara palu dan paku bergesekan terdengar. "Tolong ambilin bingkainya."
Lele menurut, saat dia akan berjalan ke arah bingkai itu, Iqbaal sudah turun dari kursi bar, "Eh jangan deh! Diem aja disini."
"Ih! Apa?! Mau bilang aku lemah?"
"Bukan." Iqbaal sudah turun dari kursi bar, berjalan ke kardus untuk mengambil bingkai itu. "Nanti lo kecapean."
***
Pagi ini, Iqbaal terbangun dari tidurnya. Masih ada Lele disampingnya. Wanita itu tidur tengah malam karena menemaninya memaku bingkai foto. Wajahnya terlihat kecapekan. Sebenarnya kemarin, ketika Iqbaal mengetok-ngetok dinding dengan palu, mata Lele sudah terpejam. Wanita itu dengan enaknya tidur di sofa. Dan karena itu juga, Iqbaal harus pelan-pelan mengetuk dinding agar tidak membangunkan wanita itu.
Yang lebih menyebalkannya lagi, Lele tidak sadar saat Iqbaal sudah selesai memaku. Mau tidak mau, Iqbaal harus menggotong ibu hamil ini ke kamar. Tangan Iqbaal mau patah saja rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Should I Do?
RomanceIqbaal Ghianta, pria mapan yang sebenarnya belum siap menikah diusianya yang dibilang sudah pas. Karena sebuah kesalahan, sebagai pria yang diajarkan bertanggung jawab oleh orang tuanya, dengan sungguh-sungguh, Iqbaal mengucapkan janji suci dengan l...