Mereka berantem. Iya, sampai sekarang tidak saling berbicara. Tadi pagi Lele pergi ke cafe sendiri naik mobilnya ojol. Iqbaal sudah pergi ke tempat kerjanya tanpa pamitan sama Lele. Berkali-kali Lele menelfon untuk minta maaf, tapi berkali-kali juga Iqbaal me-reject telfonnya.
Bahkan sekarang, saat Lele sudah dirumah, sudah pulang dari cafe, Iqbaal masih enggan menjawab telfonnya. Jam memang masih menunjukkan pukul 5 sore. Tadi dia dianter sama Leo pulang ke rumah. Iqbaal biasanya akan sampai dirumah jam set 8-an. Gatau kalau nanti. Dia kan lagi marah.
Lele berdecak kesal, dia melempar handphonenya ke samping. Menyandarkan tubuhnya di sofa. Tangannya bergerak memegang perutnya. "Bayi, papa kamu lagi ngambek sama mama."
Lele merengek kecil, "Dia kalau marah serem loh. Kamu harus jadi anak baik kalau udah besar nanti."
"Biar ga dimarahin terus kayak mama ini."
"Masa cowo deketin mama, dia marah."
"Selalu gitu. Dulu juga gitu, ada cowok yang nyulik mama, malah mama yang dimarahi."
"Ih Iqbaal!"
Lele mengambil handphonenya. Mencoba menelfon Iqbaal sekali lagi, tapi sampai nada dering telefon berakhir, Iqbaal masih tidak mengangkat telefonnya juga.
Oke. Sekali lagi. Lele akan menelfon sekali lagi. Kalau tidak diangkat juga, terserah apa mau Iqbaal.
Lele menekan telefonnya, kemudian nada datar terdengar sampai habis. Tidak ada jawaban dari Iqbaal. Lele berdecak kesal sekali lagi. Tangannya bergerak lincah di atas layar ponselnya, berniat mengirim pesan untuk Iqbaal.
***
Iqbaal sengaja mendiamkan Lele dari tadi pagi. Gengsi mau minta maaf, padahal Iqbaal tau kalau ini salahnya. Tiba-tiba mencari masalah. Iqbaal berangkat ke kantornya setelah memastikan Lele sampai di cafe. Iya, Iqbaal membuntuti mobil ojol yang Lele pesan. Hanya ingin memastikan kalau cewek itu baik-baik saja.
Telefon dari Lele terus masuk, beberapa kali Iqbaal reject, beberapa kali juga Iqbaal diamkan hingga mati sendiri. Nanti rencananya Iqbaal akan meminta maaf dirumah.
Iqbaal menatap kertas-kertas di tangannya, beberapa barang yang harus dia pesan untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Belum lagi, sama pelanggan yang tadi pagi datang meminta pertanggung jawaban karena pesanan sofa-nya yang dikirim ke rumahnya, rusak sedikit.
Iqbaal memijit pangkal hidungnya, pusing juga kalau sudah begini. Handphonenya sudah di buat ke mode silent. Tapi matanya terus menoleh kalau cahaya muncul dari handphonenya.
Terus tiba-tiba ada pesan dari Lele. Panjang sekali, mengalihkan pandangan Iqbaal. Dia meraih handphonenya. Membuka pesan dari Lele. Membaca pesan dari Lele.
Lele
Kamu itu maunya apa sih? Aku udah capek kayak gini terus. Ga ngertiin banget sih. Aku lagi hamil. Hamil anak kamu. Tega kamu giniin aku? Tega kamu ngambek sama aku? Aku udah berkali-kali nelfon kamu, ga juga kamu angkat. Cuma gara-gara hal kecil kayak gitu doang kamu ngambek sama aku, Baal? Aku ga deketin cowo-cowo di kampus, emang salah ada cowo suka sama aku? Emang aku ga boleh disukai? Terus sekarang apa? Kamu mau apa? Mau cerai? Ayo kalau emang mau kamu itu."Eh mampus." Iqbaal segera bangkit dari duduknya setelah mengambil kunci mobilnya di meja. Dia berlari sekencang mungkin ke mobil.
"Gue balik dulu. Tolong ntar kalo pulang, atutupin pintu semua." kata Iqbaal membuat karyawan yang diajaknya berbicara hanya mengangguk cepat. Kemudian Iqbaal segera pergi. Namun langkahnya terhenti, dia berbalik, "Kalau besok gue ga dateng kesini, lo atasi dulu semuanya ya!"
"Eh bang! Lo gapapa?" tanya nya.
Iqbaal menggeleng cepat. "Darurat. Antara hidup dan mati."
Dan Iqbaal langsung berlari cepat ke arah parkiran. Masuk ke mobilnya, segera mengendarai mobilnya ke rumah. Sesekali berdecak kesal karena jalanan macet. Membunyikan klakson beberapa kali agar di beri jalan. Sepanik itu Iqbaal menerima pesan dari Lele.
Sampai akhirnya Iqbaal sampai di rumah. Memarkirkan mobil dengan asal di depan gerbang. Masuk ke rumah dan menemukan Lele sedang duduk di sofa. Dia melangkahkan kakinya menuju Lele.
*
Lele masih melirik malas ke handphonenya. Tadi, dia bingung harus mengirim pesan apa ke Iqbaal. Sudah mengetik pesan panjang ke Iqbaal, tapi dihapus lagi. Ngetik panjang lagi, dihapus lagi. Sampai ketikan panjang terakhir kali, Lele diamkan. Dia tidak mengirim pesan itu. Hanya didiamkan tanpa dihapus. Lama ditatapnya tulisan itu.
"Gimana kalau Iqbaal nge-iya-in soal perceraian ya?" pikirnya sambil menatap tulisannya di ponselnya.
Lele meletakkan ponselnya di sebelahnya. Dia kembali menatap langit-langit yang dihiasi dengan lampu yang cantik.
Iqbaal tidak menelfon maupun menjawab telefon darinya. Semua diabaikan.
Sampai Iqbaal tiba-tiba menunjukkan wujudnya di hadapan Lele saat ini. "Eh Baal." Lele berdiri menatap Iqbaal kaget. Melirik jam dinding, ga biasanya Iqbaal pulang jam segini, jam 6 kurang dikit.
Iqbaal memberikan handphonenya yang berisi pesan dari Lele. Membuat Lele memekik sebelum mengambil handphonenya sendiri.
"Aku ga ngirim itu."
"Terus siapa yang ngirim? Setan?"
"Aku sempat nul—-"
"Nah, lo nulis. Lo mau cerai?"
Lele refleks menggeleng membuat Iqbaal mengernyit, Iqbaal sudah kayak orang gila mendapat pesan seperti itu tadi.
"Dengerin dulu makanya." kata Lele, dia jadi ikutan panik sendiri.
"Terus apa maksudnya ngirim-ngirim kayak gini?" tanya Iqbaal. Dia menatap Lele lekat-lekat.
"Cuma buat ngancem kamu aja, biar kamu nelfon aku, tapi aku sama sekali ga ngirim. Kayaknya kepencet."
"Terus lo mau cerai?" Iqbaal bertanya sekali lagi. Lele menggeleng lagi, "Gak mau."
"Yauda kalau mau lo itu. Kita cerai. Biar lo tenang, bisa deket-deket sama cowok yang lo suka tanpa ada gue." Ih, kok Iqbaal jadi emosi sih.
Lele membulatkan matanya, segera berlari menyusul Iqbaal yang berjalan ke arah dapur. Kemudian memeluk Iqbaal erat dari belakang. "Aku gak mau cerai."
Tapi hanya diabaikan oleh Iqbaal, cowok itu bahkan berjalan memasuki dapur tanpa melepaskan pelukan Lele. Membuat Iqbaal berusaha mati-matian berjalan sambil menyeret Lele.
Iqbaal membuka kulkas, mengambil minuman dingin di dalamnya, "Aku gak mau cerai."
Diabaikan oleh Iqbaal. Cowok itu fokus meminum susu kotaknya, susu kotak besar yang biasanya digunakan Iqbaal untuk sereal. Lele menarik susu itu sebelum Iqbaal akan meneguknya lagi. "Baal, dengerin aku!"
Tapi hanya diabaikan oleh Iqbaal, pria itu malah mengambil susu lagi dari dalam kulkas dan membuka susu itu dan meminumnya lagi. Dan diambil lagi oleh Lele. "Baal, dengerin aku dulu, baru aku kasih."
Iqbaal pergi dari hadapan Lele. Membiarkan Lele memasukkan susu-susu itu kembali ke kulkas. Dan tidak lama kemudian, ketika Iqbaal sedang berjalan di tangga atas, dan akan melangkah ke kamarnya. Iqbaal kembali meraskaan pelukan dari belakangnya. Beserta rengekan manjanya, "Aku gak mau cerai."
***
Hayolo, ada yang mau cerai noh.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Should I Do?
RomanceIqbaal Ghianta, pria mapan yang sebenarnya belum siap menikah diusianya yang dibilang sudah pas. Karena sebuah kesalahan, sebagai pria yang diajarkan bertanggung jawab oleh orang tuanya, dengan sungguh-sungguh, Iqbaal mengucapkan janji suci dengan l...