Chapter 3

5.6K 340 276
                                        

Selamat datang di chapter 3

Buat diri teman teman senyaman mungkin untuk membaca chapter ini

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Well, happy reading teman teman

Hope you like it

❤❤❤

________________________________________

Families are like branches on a tree, we grow in different directions yet our roots remain as one

••Anonim••

________________________________________

________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 20 Juli
14. 15 p.m.

“Ada yang pengen gue omongin ke lo,” kata kak Novem, suaranya sedatar wajahnya. Ia masih berjarak tiga meter dari tempatku berdiri. Ketika melihatku hanya diam tidak ada niatan mendekat, ia bersama dua temannyalah yang mendekat.

Kak Novem menjumput ujung rambut ikalku yang terurai dan mengelusnya sambil tersenyum—jenis senyum yang tidak sedap untuk di pandang, lebih mengarah pada senyum meremehkan—membuatku reflek mundur selangkah.

“Santailah, nggak usah takut, gue cuma mau ngomongin tugas kemaren kok,” katanya lalu bersendekap tangan dan memasang wajah judes. Dan aku sempat ingin protes ketika melihat wajahnya yang judes itu masih tetap kelihatan cantik mirip boneka. Beda dengan wajah bocahku.

Salah satu dari dua temannya yang sedari tadi berdiri di antara kak Novem—mirip dayang—itu pun mengambil beberapa lembar kertas yang kuduga adalah tugas MOS milikku di dalam tasnya.

“Tugas lo salah, bikin lagi dua kali lipat!” perintahnya, teman yang membawa beberapa lembar tugas MOS-ku kemarin pun memberikannya padaku.

Aku masih sedang menerima lembaran itu bersamaan dengan kak Novem yang memperingatkan. “Inget, kumpulin tugasnya besok! Di meja OSIS!” Setelah mengatakan itu mereka pergi.

Menghiraukan kepergian mereka, mataku lebih tertarik untuk melihat corat - coret merah di tugas MOS-ku. Seketika mataku terbelalak dengan dahi yang mengkerut, menatap lembaran - lembaran itu dengan nanar.

Salah semua?

Bagaimana bisa? Padahal aku sudah susah payah mengerjakan tugas ini dengan semaksimal mungkin. Bagaimana bisa salah semua? Tidak ada satu pun yang benar.

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang