Chapter 40

4K 225 192
                                    

Happy reading everyone

Hope you like this story

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen jika kalian suka ceritanya

Jika ada typo tolong kasih tanda

Well, enjoy it

❤❤❤
______________________________________

Glam metal

Nightmare by Avenged Sevenfold

______________________________________

I have never been scared of losing something in my entire life
Then again nothing in my life has ever meant as much to me as you do
Anonim

______________________________________

Jakarta, 10 Juni
21.00 p.m

Plak

Suara tamparan keras di pipi Jayden membuatku menoleh.

Aku melotot reflek bertanya, "Apa yang anda lakukan pak?"

Saat itu juga kak Jameka berjalan cepat ke arahku. Sedangkan Jayden mau pun pak tua yang menampar pipinya tadi tidak menggubris pertanyaanku, atau mungkin tidak menganggap keberadaanku.

"Bawa Mel pergi!" Perintah Jayden pada kak Jameka, tatapannya masih terarah pada pak tua dengan rahang mulai mengeras.

"Tapi..." Rengekku tidak ingin pergi. Aku ingin menemaninya di sini.

"Ayo Mel," kak Jameka menarik tanganku.

"Cepet!" Perintahnya lagi dengan nada itu, masih tidak memindahkan tatapan matanya sedikit pun.

Aku berjalan tersendat - sendat sambil menoleh ke arah Jayden sementara Kak Jameka menarikku menjauh, menggiring ke taman belakang melewati gerombolan ibu - ibu sosialita, menyuruh duduk di bangku taman yang terbuat dari besi dan kayu di bagian tempat duduknya. Angin malam membuatnya dingin saat pantatku mendarat di sana.

"Tunggu di sini, jangan ke mana - mana!" Perintah kak Jameka, nadanya sama dengan Jayden. Aku hanya mengangguk sembari memandangnya masuk ke ball room.

Jujur saat ini pikiranku sedang tertuju pada Jayden, siapa pak tua itu yang dengan berani menampar Jayden? Apa salah Jayden padanya?

Masih berkutat dengan pikiranku, kak Jameka sudah mendekat membawa dua gelas minuman dan menyerahkan satu gelas padaku. Ia ikut duduk di sebelah kananku.

"Pak tua itu sapa kak? Kenapa Jayden di tampar? Dia salah apa?" Tanyaku beruntun. Kak Jameka memegang kepalanya, memejamkan mata sejenak dan menghembuskan napas berat.

Malam ini taman belakang hotel sedang sepi, angin malam yang berhembus menerbangkan dedaunan kering yang jatuh berserakan di paving, membuat suara berisik seperti siulan diiringi suara musik dari arah ball room yang terdengar samar. Udara di luar juga sedikit dingin tapi aku tidak menghiraukannya, masih menunggu jawaban kak Jameka.

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang