Chapter 22

4.6K 266 287
                                    

I may fight with my brother but

He means the world to me
Anonim
______________________________________

Jakarta, 13 Januari
08.15 p.m.

Tok tok tok

"Bukain pintunya bego!"

Aku yakin itu suara kak Brian sambil mengetuk pintu. Apa ia lupa ada bel apartement yang bisa di tekan tanpa harus mengetuk pintu sambil berteriak - teriak?

Jayden menghembuskan nafas berat lalu membuka pintunya.

"Melody pulang sama gue, nginap - nginep! Apaan lo!" Semprot kakak tepat di depan wajah Jayden, tapi bukan Jayden namanya jika tidak bersikap santai dengan wajah datar seperti tidak punya dosa itu kan? Heran.

"Ganggu aja lo," gerutunya ketika kak Brian melihatku dan kaget, tidak menanggapi gerutuan Jayden.

"Kok pake jumper?" Tanya kak Brian memicingkan mata dengan curiga. Aku langsung gelagapan. Apa yang harus kukatakan?

"Bilangin adek lo kalo pake baju jangan minim - minim." Jawab Jayden kali ini dengan nada lebih dalam. Well thanks. Kak Brian malah lebih memicingkan matanya. Untuk mengalihkan perhatiannya, aku menarik ujung kemejanya.

"Kak ayo pulang."

Syukurlah ajakanku berhasil menormalkan raut wajah kak Brian. "Ya uda ayo," katanya berjalan dahulu, aku segera beranjak dari sofa mengambil tas di atas meja dan menyusul kakak. Aku juga mendengar Jayden berdecak tapi tidak memperhatikan raut wajahnya. Ia segera menyusul berjalan di belakangku untuk mengantar kami keluar apartementnya. Ketika kak Brian tidak melihat, Jayden mencium bibirku kilat sambil berbisik, "lain kali beneran nggak akan gue pulangin."

Ketika akan protes Jayden membalikkan badanku cepat, mendorong pelan agar menyusul kak Brian yang sudah membuka pintu, lalu Jayden melambaikan tangan sambil berkata, "see you."

Malah kak Brian yang menjawab, "kagak sudi gue ketemu lo."

"Emang gue sudi?" Balas Jayden datar.

Ah ya sudah biarkan saja dua manusia ini saling adu mulut, itulah cara mereka menunjukkan persahabatannya.

"Uda, seneng lo sekarang? Pipi lo naik terus dari tadi." Ucap kak Brian ketika di dalam mobil perjalanan pulang. Aku bahkan tidak sadar pipiku naik terus karena tersenyum. Hihihi.

"Cium sono jumpernya ampe taon depan." Sindir kakak ketika aku sibuk menghirup aroma mint di jumper Jayden.

"Tadi aja bilangnya kami uda kelar kok nye nye nye nye bla bla bla bla sekarang uda baikan aja senyam senyum teros." kata kak Brian menirurkan gaya bicaraku yang di lebih - lebihkan. Langsung saja aku hadiahi jeweran di telinganya.

"Sakit dek, gue lagi nyetir nih," gaduhnya, menepis tanganku.

"Makanya jangan jahil, btw thanks kakak gue tersayaaaangggg." Kataku sambil memeluk lengannya, bermanja - manja seperti anak kucing.

Kakak bergindik ngeri, berusaha melepas tanganku. "Minggir sono lo, Terima kasihnya ada syaratnya dong."

"Anything for you deh kak." Kataku senang tanpa memikirkan syarat kakakku itu dan kembali duduk dengan benar fokus melihat jalan sambil sesekali menghirup aroma mint jumper Jayden.

Keesokan harinya...

Well kau tahu apa yang di maksud kak Brian dengan ucapan terima kasihnya itu? Kakak jahilku itu membangunkanku pagi - pagi sekali hanya untuk menyuruhku membersihkan kamarnya!

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang