Chapter 17

4.5K 273 256
                                    

Selamat datang di chapter 17

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_____________________________________________

Madness, as you know, is a lot of gravity, all it takes is a little push

Joker

______________________________________________

______________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 8 Januari
18.00 p.m

Apa yang bisa di lakukan seorang remaja umur enam belas tahun saat melihat kekasihnya berpelukan dengan wanita lain? Apa lagi wanita itu lebih dalam hal segala - galanya? Lebih cantik, lebih sexy, lebih tinggi, lebih kelihatan dewasa, bukan kekanakan, polos, tolol, atau pendek, apa lagi masih bau kencur seperti kata kak Brian.

Jadi jangan salahkan aku jika saat ini lebih memilih untuk mengingkari janji dengan pergi tanpa mengatakan apa pun, tanpa meminta penjelasan apa pun, menghiraukan panggilannya, atau tanpa memikirkan tindakan apa yang harus kuambil ketika sudah tersesat di gedung tua pinggiran kota yang kini suasananya sudah gelap.

Hanya ada penerangan minim, yang lamat - lamat memperlihatkan dua orang laki - laki dengan dandanan berandalan sama seperti lelaki beraroma mint itu—yang melihatku seperti kucing kelaparan. Namun rasa takut yang semestinya kurasakan dapat teralihkan oleh rasa sedih, marah, dan kecewa. Membuatku berani melangkah secara perlahan melewati mereka yang sedang nongkrong di kursi kayu panjang sambil bermain ponsel, sedangkan yang satunya merokok.

“Wah wah liat nih, cewek si bos yang manis dan imut,” kata salah satu laki - laki yang kupingnya ditindik banyak. Kaki laki - laki itu di tekuk dan di angkat satu serta di letakkan di atas kursi. Aku juga melihat tangannya memegang ponsel dengan layar masih menyala.

Sementara dari ekor mataku—terlihat di sebelahnya—laki - laki yang sedang merokok kini mengernyitkan alis. Mengamati wajahku selama beberapa saat karena mungkin merasa menemukan kejanggalan. Pada detik yang lain ia sedikit memekik, “eh kok nangis non?”

Menjadikan kesiap laki - laki bertindik. Ia bahkan menurunkan kakinya dan langsung fokus ke ponsel. “Gawat nih, cepet telpon bos, ceweknya nangis nanti kita yang di salahin,” tukasnya.

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang