Chapter 14

4.9K 307 311
                                    

Selamat datang di chapter 14

Buat diri kalian nyaman saat membacanya

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

WARNING! TERUNTUK HUMAN 18+

______________________________________________

Falling in love with him is was never in my plan

Until one day...
I woke up loving him so much

lovequotespics

______________________________________________

______________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 8 Januari
11.45 a.m

Well, sekarang aku dan Jayden sedang dalam perjalanan menuju apartement-nya di dekat kampus. Oke stop sampai di situ, jangan berpikir negative dulu. Kami tidak bermaksud nananina. Ingat, Jayden baru selesai latihan futsal dan berkeringat. Ia merasa risih dan gerah, di tambah ajakan makan siang kakakku membuatnya harus mandi dan ganti baju.

Awalnya kupikir Jayden tinggal bersama orang tuanya, sebelum ia bercerita tinggal sendirian di sebuah apartement agar lebih dekat dengan kampus. Jadi sebenarnya aku sangat gugup karena ini merupakan pengalaman pertamaku masuk apartement laki - laki yang tinggal sendirian. Tapi sikapnya yang tenang mampu ia tularkan padaku. Selain itu, Jayden juga terus saja menggandengku mulai dari turun mobil hingga mencapai depan pintu apartement. Jadi untuk sementara, kuku - kukuku aman sentausa karena tidak kugigiti.

Dengan tangan satu, Jayden mengambil key card dan menempelkan benda kotak pipih itu pada gagang pengunci. Detik berikutnya suara kunci terbuka otomatis terdengar.

Home sweet home,” katanya sambil membuka kanopi pintu untuk mempersilahkan masuk. “Anggep aja rumah sendiri, kalau haus, ambil minum di kulkas,” kata Jayden sambil menunjuk kulkas dengan dagu bersamaan dengan meletakkan key card di atas shelves sebelum menambahkan, “gue mandi dulu.”

Aku hanya menjawab dengan anggukan dan senyum kecil. Saat punggung gagah itu menghilang di salah satu bilik kamar, aku meletakkan ransel di sofa kemudian melihat - lihat isi apartement seperti penyidak. Menyapu pandangan ke seluruh penjuru bangunan yang tidak terlalu luas ini—kuprediksi hanya tipe tiga puluh enam—dengan gaya minimalist scandinavian. Dominasi warna hitam, putih, dan abu - abu tua.

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang