Chapter 26

4.9K 281 263
                                    

I love you even when I'm really really hungry
Anonim
______________________________________

Jakarta, 14 Januari
12.50 p.m

"Enak banget ternyata ujan - ujan gini makan mie instan," seruku sambil melahap mie instan panas yang di buatkan Jayden. Aku memasukkannya banyak - banyak, sama seperti ketika kak Brian makan ini di depan kamarnya tadi pagi.

Kami duduk di sofa kamar Jayden yang sudah kupaksa pakai kaos, makan mie instan yang luar biasa nikmat ini sambil mendengarkan gemericik air hujan deras di jendela belakang kami.

"Sorry cuma mie instan," ujarnya setelah meneguk soda kaleng.

"Jangan anggap remeh makanan ini," jawabku masih sambil melahap mie. "tau kan mie ini dinobatin jadi mie nomor satu terenak di dunia tahun 2015?" Lanjutku.

Jayden hanya manggut - manggut, meletakkan piring yang sudah ludes isinya di atas meja, mengambil soda kaleng lagi dan meneguknya.

"Jayden?"

"Hm?"

"Gimana kalo kita mulai saling manggil aku-kamu?"

Ia mengehentikan tegukan sodanya dan menatapku, memperhatikan. "Kayak kak Brian sama kak Bella, Karina sama kak Rico, atau pasangan yang lain gitu." Lanjutku.

"Ngapain ngurusin orang lain?" Tanyanya membuat alisku sedikit berkerut. "Tapi kalo pengen ya uda nggak papa." Lanjutnya, langsung saja senyum mengembang di bibirku.

"Thanks," jawabku sambil memandangnya senang. "I love you even when I'm really really hungry". Kataku pelan sebenernya bermonolog untuk diriku sendiri, memandangi mangkuk mie yang kupegang lalu melahapnya hingga habis, tanpa memperhatikan Jayden.

Setelah meletakkan mangkuk kosong di atas meja, mengambil air mineral di gelas kaca dan meneguknya, aku baru melihat Jayden yang memalingkan wajah, seperti tertangkap basah sedang memandangiku. Aku bahkan melihat telinganya memerah.

"Makasih makanannya. Sumpah kamu pinter banget masak mie." Ucapku tersenyum senang, meletakkan gelas kaca kosong di atas meja sambil mengelap mulut dengan tisyu kering. Lalu merentangkan tangan ke atas, meregangkan otot - otonya.

"Nggak gratis." Katanya membuat gerakanku berhenti untuk memandangnya.

"Pelit banget, sama pacar sendiri perhitungan."

"Godverdomme," Jayden mendorongku hingga rebahan di sofa, ia segera naik di atasku dan mengatakan, "sorry I can handle this anymore." Lalu menciumku dengan tergesa - gesa. Aku menghentikan dengan menahan dadanya.

"Kamu bilang aku kayak bocah, ngapain cium kayak gini? Bocah nggak di perlakuin kayak gini." Ucapku lirih, mengalihkan pandangan enggan menatap matanya yang sudah menggelap.

Tidak dapat di pungkiri aku sudah sedikit senang mendengar permainan gitar atau makan mie bikinannya, tapi ternyata itu hanya sesaat, ketika ia menciumku seperti ini, kata - katanya yang menganggapku bocah kembali membuatku sakit hati lagi.

Ia menyeringai mendekatakan wajahnya ke telingaku untuk berbisik, "iya bener, but I just don't expect that your body makes me like crazy." Efeknya membuatku merinding, memebenci diriku sendiri yang tidak konsisten karena ia selalu berhasil mengendalikanku, mengunciku dengan tatapan itu hingga aku tidak bisa berpaling sedikit pun dari wajahnya yang tampan walau penuh dengan luka akibat insident tadi pagi.

"I'll show you something." Tambahnya dengan suara serak, seperti frustasi. Lalu mulai menciumku lagi. Kali ini aku tidak dapat menolaknya. Debaran jantungku sudah tidak karuan ketika tangannya menyusup di balik kaos hitamnya yang kupakai. Dan kau pasti tahu aku tidak memakai bra atau pun celana dalam karena kotor jadi Jayden melaundrynya. Bisa kau bayangkan rasanya ketika tangannya bersentuhan langsung dengan dadaku yang rata, meremasnya pelan sambil terus menghujamiku dengan ciuman lembutnya?

Bad Boy in the MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang